Santhy Agatha Penerbit : Saira Publisher 2 Santhy Agatha You’ve Got Me From Hello Oleh: (Santhy Agatha) Copyright © Maret 2013 by (Santhy Agatha) Penerbit (Saira Publisher) (www.anakcantikspot.blogspot.com) (demondevile@gmail.com) Editor Meyrizal & Mendy Jane Desain Sampul: (Picture by Google design Saira Production) Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com isi di luar tanggung jawab percetakan You’ve Got Me From Hello 3 Colorful Of Love Enjoy The Series! Colorful of love adalah seri bertema romantis dengan kisah percintaan empat tokoh gadis yang memiliki kisah berbeda-beda. Ikuti kisah mereka dan nikmati keindahan percintaan dari sisi yang berbeda dari keempat tokoh utama Colorful of Love Nessa - [ Brown Afternoon } “Perjanjian Hati” Gadis penyuka cokelat, guru taman kanak-kanak yang penyabar, yang selalu menghabiskan waktu sepulang kerjanya di sore hari untuk memesan secangkir cokelat yang nikmat dan menenangkan pikirannya. Keyna - [ Grey Morning ] “Sweet Enemy” Gadis sederhana, anak kuliahan berotak cemerlang, yang tidak pernah melewatkan waktu untuk menikmati oreo milkshake sebagai menu sarapannya. Minuman itu membuatnya bersemangat, untuk melalui harinya yang berat di kampusnya. Sani - [ Red Night] “You’ve Got Me From Hello” Gadis dengan hubungan yang rumit, seorang penulis yang mencari ketenangan dengan menghirup segelas anggur merah setiap malam, untuk mencerahkan hatinya yang kelam akibat kisah cintanya yang rumit. Saira - [ Green Dayligt ] “Pembunuh Cahaya” Gadis yang lembut dan tenang, pemilik toko bunga dan tanaman, selalu memanfaatkan waktu makan siangnya dengan menghirup teh hijau yang panas, untuk menguatkan dirinya menghadapi perkawinannya yang menyesakkan dada. PROLOG Ingatan akan kejadian itu masih terasa begitu menyakitkan baginya. Melihat dengan mata kepalanya sendiri akan pengkhianatan Jeremy, kekasih yang sangat dicintainya. Lelaki yang dia kira akan menjadi pasangan hidupnya, selama-lamanya sampai mereka menua. Apa yang dia lihat itu merupakan kehancuran bagi seluruh rencana masa depannya, pernikahan mereka. Kehancuran bagi segalanya, bagi hati Sani, dan bagi kepercayaannya kepada semua laki-laki di dunia ini. Teganya Jeremy!! Tak henti-hentinya Sani meneriakkan umpatan kepada mantan tunangannya itu di dalam hatinya. Semula diawali dari telepon itu, sebuah telepon dari nomor tidak dikenal, yang entah kenapa Sani angkat. Telepon itu dari seorang perempuan, yang menangis, mengatakan bahwa dia juga kekasih Jeremy dan mengatakan bahwa Jeremy telah meninggalkannya tanpa mau bertanggungjawab. Oh, tentu saja Sani pada awalnya tak percaya, tetapi perempuan itu mengajaknya bertemu. Dan meskipun saat itu Sani sangat yakin bahwa Jeremy tidak mungkin mengkhianatinya, Jeremy tidak mungkin melakukan semua itu kepadanya. Sani mau bertemu dengan perempuan yang menelepon itu, dengan tujuan awal ingin mengata-ngatai perempuan itu agar jangan memfitnah Jeremy, tunangannya yang sangat setia dan tampan. Tetapi kemudian, siang itu di sebuah café di ujung jalan, seluruh keyakinan Sani dijungkirbalikkan. Perempuan itu, Ana namanya, sudah mempersiapkan segalanya. Semua bukti yang diperlukan terhampar di hadapan Sani, seolah menamparnya dengan keras. Di sana ada foto-foto mesra Jeremy dan Ana, yang menunjukkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Tentu saja! Seorang yang bukan kekasih tidak mungkin mencium pipi, 2 Santhy Agatha berangkulan begitu erat dan saling memeluk seperti yang tergambar di dalam foto itu. Ana juga menunjukkan pesan-pesan mesra mereka, dari nomor Jeremy. Bahkan Jeremy tidak pernah seromantis itu dengannya, pesan-pesan mereka penuh dengan kata-kata cinta dan janji-janji muluk yang menyakitkan Sani. Lalu seakan semua bukti belum cukup menghancurkan hari Sani, Ana dengan tenang mengatakan bahwa kegadisannya sudah diserahkan kepada Jeremy. Dan bahwa sekarang keluarganya akan menuntut kepada keluarga Jeremy. Hati Sani seakan dihancurkan oleh pengkhianatan yang begitu parah, bukan hanya karena Jeremy berselingkuh di belakangnya. Tetapi juga karena Jeremy telah begitu saja menghancurkan seluruh keyakinan Sani tentang lelaki yang baik. Sani selalu menjaga dirinya sampai dengan usianya yang sekarang, duapuluh lima tahun dan dia masih perawan. Meskipun kadang dia membiarkan Jeremy mencium bibirnya, tetapi hanya sebatas itu. Tidak pernah lebih. Jeremy pernah suatu kali meminta lebih, tetapi Sani mengangkat alis dan mengatakan apa yang diyakininya, nasehat ibunya. Bahwa seorang lelaki yang baik, akan menjaga perempuan yang dicintainya. Bukannya memaksa untuk merusaknya. Jeremy saat itu menerima penjelasan Sani dengan lembut, dan bersumpah bahwa dia benar-benar mencintai Sani, jadi tidak akan pernah merusaknya. Dan Sani sangat bersyukur mempunyai tunangan seorang lelaki yang bisa menjaga moralnya, seorang lelaki yang baik dan tidak berorientasi kepada hasrat duniawi semata. Semua pandangannya tentang Jeremy – dan semua laki-laki lainnya – hancur seketika itu juga. Jeremy telah tidur dengan Ana, lebih dari pada yang seharusnya. Bagaimana mungkin Sani bisa memaafkan Jeremy? Malam itu Sani bertemu dengan Jeremy, dan memaparkan semuanya, bukti-bukti yang ada. Jeremy tampak sangat marah, kepada Ana, bukan kepada Sani. “Dan kau percaya apa yang dikatakan perempuan itu?”, tanya Jeremy waktu itu. You’ve Got Me From Hello 3 Sani menatap lelaki itu. Yang dulu dicintainya, bahkan mungkin sekarang masih dicintainya meskipun cinta itu terasa menggores seluruh hatinya hingga terasa nyeri. “Dia menunjukkan semua bukti-bukti itu, foto-foto mesra kalian berdua, pesan-pesan mesra kalian, masihkah kau membantah semuanya?” Jeremy tercenung tampak ragu, lama kemudian, dia menatap Sani dengan pandangan memohon, “Maafkan aku sayang” Air mata pecah dari dasar hati Sani. Sejak siang tadi Ana menemuinya, Sani bahkan tidak bisa menangis, dia terlalu marah. Tetapi sekarang, berdiri di sini, berhadapan dengan Jeremy yang mengakui segalanya membuatnya tak bisa menahan diri lagi, “Teganya kau melakukan itu kepadaku Jeremy, setelah pertunangan kita yang delapan tahun lamanya. Aku percaya padamu! Aku menghormatimu… aku…”, suara Sani tertahan oleh napasnya yang mulai sesak oleh luapan perasaannya. Jeremy memijit keningnya tampak kesakitan. “Maafkan aku Sani, aku… aku khilaf, tidakkah kau mengerti? Aku tidak pernah menginginkan berselingkuh dengan Ana dibelakangmu. Tetapi Ana… Ana, dia mengejarku, kau tahu dia juniorku di perusahaanku dan aku bertugas membimbingnya, Dia… dia sangat tergila-gila dan terobsesi denganku. Akusudah berusaha menolaknya dengan berbagai cara, tetapi dia…. dia tidak menyerah. Suatu malam, ketika hujan, dia mengetuk pintu apartemenku, berkata bahwa mobilnya mogok di dekat situ dan dia kehujanan. Aku tidak punya kesempatan untuk menolaknya, dia… dia kemudian merayuku… dan aku….”, suara Jeremy terhenti ketika melihat ekspresi Sani, “Jangan… jangan sayang, jangan merasa jijik kepadaku… aku hanya laki-laki biasa, aku menyesali semuanya. Aku memang tidak tahan godaan, aku harap kau mengerti semuanya….,” Jeremy mendekat, berusaha menyentuh tangan Sani, tetapi Sani menepiskannya dengan kasar. 4 Santhy Agatha “Jangan sentuh aku”, desis Sani geram, “Kau bisa saja bilang itu ketidaksengajaan untuk kejadian pertama, tetapi kalian melakukannya lagi dan lagi….Dan aku yakin itu bukanlah suatu ketidaksengajaan lagi…” “Itu semua terjadi begitu saja!” seru Jeremy frustrasi, “Dia… dia selalu menyediakan diri, dan kupikir, semua tanpa komitmen. Aku tidak tahu dia akan berbuat sejauh ini, menyakiti kau dan aku, berusaha menghancurkan hubungan kita. Kau tahu? ...aku sebenarnya sudah akan meninggalkannya” “Aku sangat kecewa Jeremy.” Sani menyusut air matanya, semua kesedihannya berubah menjadi kemarahan, “Kau meniduri seorang perempuan dan menganggap itu hanya selingan sambil lalumu, pemenuhan kebutuhanmu…. Itu sangat tidak bermoral..” “Maafkan aku Sani, aku harap kau mau mengerti. Lagipula pernikahan kita tinggal lima bulan lagi, kau tidak akan membiarkan ini menghancurkan semua rencana masa depan kita bukan? Aku akan membereskan semua masalah ini dan kita bisa melanjutkan semuanya.” “Tidak!”, Sani mundur selangkah, “Aku tidak mau melanjutkan apapun! Dan kurasa aku tidak akan pernah bisa! Kau… kau bukanlah lelaki yang kuinginkan untuk bersamaku sampai akhir hidupku lagi. Ternyata aku salah selama ini Jeremy,” dengan kasar Sani melepas cincin emas itu dari jemarinya. Cincin yang dipasangkan secara resmi oleh Jeremy di depan seluruh keluarga mereka ketika mereka baru lulus dari SMU, delapan tahun yang lalu. “Kukembalikan cincin ini dan kuminta hatiku kembali. Silahkan jelaskan semuanya kepada orang tua kita, karena aku sudah muak kalau harus mengulang semua ini lagi.,” diletakkannya cincin itu ke telapak tangan Jeremy, “Selamat tinggal Jeremy.” Sani membalikkan tubuhnya, dan tidak menoleh lagi ke belakang. Meskipun Jeremy masih memanggilnya dengan lembut, mencoba membuatnya berubah pikiran. Kemudian Sani menjelaskan secara singkat keputusan bulatnya kepada kedua orang tuanya, menolak telepon-telepon dari orangtua Jeremy agar dia mau memaafkan Jeremy. Semua You’ve Got Me From Hello 5 sudah selesai, babak hidupnya yang ini sudah musnah, bersama dengan cintanya, seluruh masa depannya dan rencana pernikahan mereka beberapa bulan lagi. Sani menghadapi segalanya dengan kepala tegak meskipun hatinya hancur bukan kepalang. Malam itu juga, Sani mengepak segalanya dan mengambil keputusan untuk pindah ke kota lain. Sani seorang penulis novel, dia bisa tinggal dimanapun dia mau. Dia tidak terikat pada perusahaan manapun. Maka Sani memilih kota itu, kota yang menjanjikan penyembuhan. Kota yang jauh, kota yang tak punya keterikatan apapun dengan masa lalunya. Sani sudah bertekad, persetan dengan semua laki-laki. Dia tidak membutuhkannya. Akan dia tunjukkan kepada dunia yang kejam ini, bahwa seorang Sani bisa hidup tanpa harus meletakkan hatinya ke dalam genggaman mahluk jahat yang bernama laki-laki. 6 Santhy Agatha “Ucapan ‘Halo’ di saat pertama kali bertemu mungkin saja akan berubah menjadi ucapan ‘aku cinta padamu’ di saat berikutnya.” 1 Apartemennya masih berantakan, dia belum sempat merapikan pakaian dan beberapa barang pribadi yang baru dibelinya, sebuah televisi dan dispenser kecil. Untunglah apartemen ini sudah menyediakan perabotan dasar seperti tempat tidur, sofa, dan dapur. Shani memutar bola matanya ketika menatap dapur itu. Dia mungkin butuh berkunjung ke supermarket terdekat, mengisi bahan makanan di kulkas dan membeli beberapa peralatan memasak. Tubuhnya lelah setelah perjalanan yang panjang dan dilanjutkan dengan mengurus surat-surat kontrak apartemennya, Kesha, editornya yang kebetulan tinggal di kota ini sudah berbaik hati membantu mencarikan apartemen yang siap pakai untuknya. Ya, Sani memang berangkat ke sini karena usul dari Kesha. Selain sebagai editornya, Kesha adalah sahabatnya, meskipun mereka kebanyakan berkorespondensi melalui email semata. Jadi, begitu Sani menceritakan pengkhianatan Jeremy dan rasa sakitnya, Keisha mengusulkan agar Sani pindah sementara ke kotanya sampai hatinya tenang. Dia hanya berpamitan kepada kedua orangtuanya, dan tidak mengatakan kepergiannya kepada siapapun. Tetapi lambat laun Jeremy pasti akan mengetahuinya juga. Sani mendesah pahit. Sekarang ingatannya akan Jeremy dipenuhi rasa muak dan sakit hati. Ah ya ampun. Lelaki. Sani tidak akan pernah percaya lagi kepada lelaki. Mereka semua adalah mahluk lemah yang tidak tahan godaan. Ponselnya berkedip-kedip dan Sani mengernyit, dia mengangkatnya ketika melihat nama Kesha tertera di layarnya. You’ve Got Me From Hello 7 “Halo?” “Aku sudah sampai rumah dan baru teringat.” Kesha berkata, “Naskah bab tujuhmu sudah selesai dikoreksi. Ada beberapa catatan kecil di sana, mungkin kau ingin melihatnya.” “Aku akan melihatnya nanti.” Gumam Sani lemah. Ia menyandarkan tubuhnya di sofa, “Saat ini aku lelah sekali.” “Istirahatlah dulu. Kau tidak akan bisa menyelesaikan tulisanmu kalau kau sakit.” “Kenapa kau memikirkan tulisanku? Bukan aku?” Sani tersenyum “Karena sudah mendekati deadline dan kau baru sampai di bab tujuh, Sani. Novelmu banyak ditunggu-tunggu oleh penggemarmu, penerbit sudah mengejarku untuk kepastian penyelesaian novelmu.” Kesha tergelak, “Tetapi bukan berarti aku tidak mempedulikanmu, sebagai sahabat aku mencemaskanmu. Jangan banyak pikiran ya. Lepaskan semuanya dan biarkan hatimu tenang.” Mata Sani berkaca-kaca. Menyadari bahwa hatinya sama sekali tidak tenang, “Terima kasih Kesha.” Gumamnya serak sebelum menutup pembicaraan. Matanya nyalang menatap langit-langit kamar. Mencoba melupakan rasa yang menyesakkan dada. Dia tidak akan bisa tidur malam ini, sambil menghela napas panjang, Sani meraih jaketnya dan melangkah keluar dari apartemennya. ??? Setelah berjalan tanpa tujuan di sekitar kompleks apartemennya yang cukup ramai karena terletak di area pusat perbelanjaan, Sani begitu saja memasuki cafe itu. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi suasana tetap saja ramai. Cafe itu terletak di pinggir jalan, di area yang dipadati pejalan kaki yang lalu lalang. Suasananya sangat sejuk dan menyenangkan, karena dipenuhi oleh tanaman hijau yang ditata dengan indahnya, dengan dinding-dinding dari kaca yang memantulkan lampu jalan. Cafe itu buka duapuluh empat jam. Dan Sani langsung menemukan tempat yang cocok untuk duduk 8 Santhy Agatha dan menulis. Dia duduk di sebuah sudut yang nyaman dan membuka buku menu yang ada di meja. Suasana cafe cukup ramai meskipun sudah malam, seakan-akan kehidupan terus berjalan di dalam sini. Pada saat yang sama seorang pelayan, pria setengah baya mendekatinya dan tersenyum ramah kepadanya, “Selamat malam, apakah anda ingin memesan sesuatu?” Sani mendongak menatap wajah yang ramah itu dan tersenyum, “Saya ingin steak yang ada di menu ini.” Ditunjuknya gambar yang menggiurkan di buku menu itu, lalu mengernyit bingung ketika akan memesan minuman. “Segelas anggur merah akan membuat tidur anda nyenyak.” Pelayan itu memberi saran dengan ramah. Sani menatap pelayan itu ragu bertanya-tanya kenapa pelayan itu bisa mengetahui bahwa dia sudah tidur... Jangan-jangan matanya sudah seperti panda? Dengan malu Sani menundukkan kepalanya dan kembali menekuri daftar menu, tergoda. Dia bukan peminum, meskipun di acara-acara pesta dia tidak menolak segelas champagne atau coctail manis sebagai bentuk kesopanan. Tetapi kata-kata pelayan itu tampak menggiurkan. Sudah beberapa hari sejak kejadian Jeremy, Sani tidak bisa tidur, menghabiskan waktunya dengan menatap nyalang langit-langit kamar, dan diakhiri dengan menangis sesenggukan. Dia butuh tidur, kalau tidak dia akan sakit. “Baiklah, saya pesan itu juga.” Jawab Sani pelan, lalu menatap pelayan yang membungkukkan tubuhnya dengan sopan dan melangkah pergi. Segelas anggur merah tidak akan membuatnya mabuk. Sani membuka laptopnya dan mulai menulis, tetapi baru beberapa detik dia mendesah. Novel yang ditulisnya adalah kisah romansa antara dua anak manusia yang saling mencintai. Sani dulu sangat lancar menulis novel percintaan, kata-kata akan mengalir mudah dari jari-jarinya, membentuk rangkaian huruf yang membuaikan pembacanya. Tetapi You’ve Got Me From Hello 9 sekarang, setiap dia akan menulis kisah cinta, hatinya mencemooh. Ingatan akan Jeremy menyerbunya, membuat jemarinya kaku dan tidak bisa mengetikkan kisah romantis apapun. Ternyata menulis itu dipengaruhi oleh hati. Ketika dia patah hati, jemarinya menolak untuk menuliskan kisah cinta yang menyentuh hati. Jiwanya tidak percaya akan keindahan romansa, semua terasa palsu baginya sejak pengkhianatan Jeremy kepadanya. “Biasanya kalau aku susah mendapatkan inspirasi aku akan mendengarkan musik.” Suara yang maskulin itu mengejutkan Sani dari lamunannya, dia mendongakkan kepalanya dan langsung bertatapan dengan sosok tampan yang begitu mendominasi ruangan, dengan pakaian serba hitam dan wajah klasik yang misterius. Sani mengernyitkan keningnya, menoleh ke belakangnya, tidak ada orang lain di dekatnya. Jadi memang benar lelaki ini sedang menyapanya. Dia tidak mengenal lelaki ini, bagaimana lelaki ini bisa mengetahui bahwa dia sedang menulis? “Para penulis biasanya datang ke cafe ini di malam hari, memenuhi setiap sudutnya dan berusaha mencari inspirasi.” Lelaki itu tersenyum, “Maafkan aku tidak sopan menyapamu begitu saja.” Dia mengulurkan tangannya, “Halo, Aku pemilik cafe ini, namaku Azka.” Sani tetap ragu, meskipun begitu, demi kesopanan dia menyambut uluran tangan lelaki itu, “Halo juga....” Sani masih bingung harus berkata apa, “Aku Sani.” Gumamnya pelan. Masih terpukau atas senyum ramah dan ketampanan lelaki di depannya itu. “Oke kalau begitu, aku harap kau tidak bosan berkunjung kemari.” Lelaki itu menganggukkan kepalanya lalu melangkah pergi. Sani masih terdiam, mengamati kepergian lelaki itu. Mungkin sudah budaya di cafe ini untuk ramah kepada para pelanggannya, pikirnya dalam hati. 10 Santhy Agatha Lelaki itu tampak baik, ramah, dan sopan.... tetapi kemudian ingatan akan Jeremy menyerangnya dan membuatnya merasa pahit. Semua laki-laki sama di dunia ini, meskipun yang berpenampilan paling sempurna sekalipun. Sani mencoba memfokuskan diri kepada tulisannya, berusaha mengenyahkan pikiran tentang lelaki tampan itu dari benaknya ketika pelayan datang mengantarkan steak pesanannya. Piring berisi daging beraroma harum dan menggiurkan yang diletakkan di depannya, “Dan ini anggurnya.” Pelayan setengah baya itu tersenyum ramah, “Anda tahu, daging steak sangat cocok dinikmati dengan anggur merah.” Ketika pelayan itu pergi, Sani menyentuh gelas anggurnya dengan ragu. Lalu setelah menghela napas panjang dia menghirup aromanya pelan. Aroma anggur yang manis menguar dari sana, menggoda Sani untuk menyesap anggur itu, disesapnya anggur itu dan mendesah nikmat. Ada manis yang kental bercampur rasa pekat alkhohol yang pas, tidak berlebih. Ini adalah jenis anggur yang bisa dinikmati di kala santai tanpa takut mabuk. Dan Sani sungguh-sungguh berharap anggur ini benar-benar berkhasiat untuk membuatnya tidur. Dia sungguh butuh tidur nyenyak malam ini. ??? “Dan dia sangat tampan.” Sani bercerita kepada Kesha sahabatnya, “Dia juga pemilik cafe yang indah itu.” Kesha mencomot roti bakar di piring Sani, mereka sedang menghabiskan minggu pagi di apartemen Sani. Kesha berkunjung untuk membantu Sani merapikan tempat barunya, “Cafe itu cukup terkenal di kota ini, sangat ramai karena menyediakan semua yang dibutuhkan. Di pagi hari kau bisa memesan menu sarapan yang lezat. Dan di malam hari, barnya dibuka sehingga semua orang yang ingin bersantai bisa duduk-duduk di sana selama mungkin dan menikmati minumannya. Tapi dari ceritamu, pemilik cafe itu sepertinya masih muda.” You’ve Got Me From Hello 11 “Masih muda.” Sani merenung, masih muda dan sangat tampan batinnya. “Apakah dia sudah menikah?” tanya Kesha tiba-tiba. Sani tergelak, “Kenapa aku harus memperhatikan apakah dia sudah menikah atau belum?’ “Karena kau harus belajar melepaskan diri dari Jeremy.” Kesha mengedipkan sebelah matanya, “Pemilik cafe itu menyapamu, dan dia masih muda, siapa tahu dia juga tampan.” “Dia tampan.” Gumam Sani akhirnya. “Nah! Mungkin dengan mencoba membuka lembaran baru kau bisa menyembuhkan lukamu.” “Tidak.” Sani mengernyitkan keningnya dengan pedih, “Semua lelaki sama, Kesha. Mereka selalu bilang bahwa mereka adalah pecinta sejati. Tetapi di sisi lain mereka mudah berpindah hati.” “Kau tidak bisa terus-terusan seperti itu, Sani. Masih banyak lelaki di luar sana yang berjiwa baik dan setia.” Kesha menghela napas panjang, “Seperti pemilik cafe yang tampan itu. Dia tampaknya baik, dan dia menyapamu, berarti dia ada perhatian kepadamu.” “Tidak.” Sani menggelengkan kepalanya sambil terkekeh, “Mungkin itu memang sudah menjadi ciri khas cafe itu, bersahabat dengan pelanggannya, bahkan pelayannya pun ramah-ramah.” Tatapan mata Sani lalu berubah serius, “Aku tidak ingin membuka hatiku untuk lelaki manapun, Kesha. Aku sudah dikecewakan dan bagiku semua lelaki itu sama, mereka adalah pengkhianat.” Sani meyakini kata-katanya. Pengalamannya dengan Jeremy sudah membuktikan semuanya. Dia tidak akan pernah percaya kepada laki-laki lagi, apalagi lelaki yang luar biasa tampannya seperti pemilik cafe itu kemarin. Lelaki setampan itu pastilah pemain perempuan. Karena dengan ketampanannya dia bisa mendapatkan banyak perempuan yang dengan sukarela mau bertekuk lutut di bawah kakinya. ??? 12 Santhy Agatha Tetapi malam itu Sani tidak bisa tidur lagi, dia sudah mencoba berbaring tetapi hanya berguling bolak-balik di atas ranjang. Akhirnya dia memutuskan untuk berjalan keluar. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi kawasan tempat tinggalnya cukup aman dan ramai untuk keluar di malam hari. Lagipula cafe itu terletak begitu dekat, hanya di seberang kompleks apartemennya.... Tanpa terasa Sani sudah berjalan ke sana, memasuki cafe itu. Pelayan setengah baya yang sama yang menyambutnya, “Segelas anggur lagi untuk teman makan malam?” Lelaki itu menyapa dengan ramah ketika Sani duduk di pojok yang rindang dengan dekorasi taman yang menyejukkan. Sani tersenyum, “Tidak, malam ini aku ingin kopi.” “Apakah anda akan begadang untuk menyelesaikan pekerjaan anda?” pelayan itu melirik ke arah laptop yang diletakkan Sani di mejanya. Sani terkekeh, “Aku seorang penulis dan aku dikejar deadline.” “Penulis?” Pelayan itu tampak tertarik, “Penulis novel?” Sani menganggukkan kepalanya, “Ya. Novel percintaan.” “Ah.” Pelayan itu tersenyum penuh arti, “Saya sudah menduganya, itu sesuai dengan penampilan anda yang lembut.” “Terima kasih atas pujiannya.” Gumam Sani sambil tertawa. Ia mulai membuka laptopnya di atas meja itu, “Mungkin aku akan di sini sampai pagi.” “Anda tidak tidur?” “Pekerjaanku kan penulis, aku bisa begadang semalaman dan tidur besok pagi.” Sani tergelak, “Semoga di sini diperbolehkan duduk sampai malam.” “Tentu saja.” Pelayan itu mengedipkan sebelah matanya, “Asal anda terus mengisi cangkir kopi anda setiap dua jam, anda boleh duduk di sini selamanya.” Candanya sambil tertawa, “Saya akan mengambilkan pesanan anda. Dan karena You’ve Got Me From Hello 13 sepertinya anda akan menjadi pelanggan kami, anda boleh memanggil saya Albert.” Sani tersenyum menanggapi keramahan pelayan itu, “Terima kasih, Albert.” Gumamnya lembut. ??? Hampir pukul tiga pagi dan Sani masih menulis di sudut yang sama, dia sedang menulis adegan sedih, perpisahan antara kedua tokohnya karena kesalahpahaman. Dan itu sesuai dengan perasaannya sekarang, karena itulah jemarinya mengalir lancar. Tiba-tiba ponselnya berkedip-kedip, membuatnya mengernyitkan kening. Siapa yang meneleponnya pagi-pagi begini? Diambilnya ponselnya dan wajahnya memucat ketika melihat nama yang tertera di sana. Jeremy... Sani meletakkan ponsel itu di meja dan membiarkannya. Tetapi ponsel itu terus bergetar tanpa henti, begitu mengganggunya. Sani mendesah kesal, mood menulisnya langsung hilang begitu saja melihat nama Jeremy di layar itu. Dan meskipun dia sudah berusaha mengabaikannya, ponsel itu terus menerus bergetar tak tahu malu. Seolah Jeremy tidak akan menyerah sebelum dia mengangkatnya. Akhirnya setelah menghela napas panjang, Sani mengangkat ponsel itu. “Ada apa Jeremy?” gumamnya kesal. “Sani, akhirnya.” Suara Jeremy terdengar lega di seberang sana, “Aku datang ke rumahmu dan orangtuamu bilang bahwa kau pergi keluar kota. Kau kemana?” “Sudah bukan urusanmu lagi kan?” jawab Sani dingin. “Astaga Sani. Sebegitu kejamnyakah kau padaku? Apakah kau pergi meninggalkan kota ini gara-gara aku?” Kenapa pula Jeremy harus bertanya? Tentu saja Sani melakukannya karena Jeremy. Dia sudah muak bahkan untuk 14 Santhy Agatha mengetahui bahwa dia menghirup udara yang sama dengan laki-laki itu, karena itulah dia pindah. “Aku rasa apapun alasanku adalah urusanku.” Sani bergumam, “Dan aku harap kau tidak menggangguku lagi.” “Sani... sayang... dengarkan aku... kau pindah kemana sayang? Orangtuamu tidak mau memberitahukan kepadaku, dan aku mencemaskanmu.” “Aku baik-baik saja.” Sani menguatkan hatinya, merasakan matanya berkaca-kaca, lalu langsung mematikan ponselnya. Dia terpekur cukup lama di depan laptopnya, menatap hampa kepada tulisannya yang masih setengah jadi. Saat ini yang dia lakukan adalah membuat kisah tragedi, dengan akhir yang tragis dan memilukan untuk tokoh-tokohnya, kisah menyedihkan yang sama seperti yang sekarang dia alami. ??? Azka memperhatikan Sani dari dalam ruang kerjanya. Tentu saja Sani tidak menyadarinya, ruang kerja Azka terletak di lantai dua, di atas tangga dengan kaca yang gelap yang didesain satu arah. Di mana Azka bisa dengan leluasa mengawasi seluruh bagian cafe miliknya dan orang dari luar tidak akan bisa melihat menembus ke dalam. Azka tidak pernah merasakan ketertarikan seperti ini pada perempuan manapun. Tetapi semalam, ketika kebetulan dia sedang berdiri di tempat ini, tempat yang sama, mengawasi cafenya, dia melihat perempuan itu masuk. Ia menatap keraguan perempuan itu, dan entah kenapa ada sesuatu yang mendorongnya untuk mendekati perempuan itu. Padahal penampilan perempuan itu sederhana, dia mengenakan rok panjang dan kemeja warna polos yang membungkus tubuhnya yang mungil. Tidak ada yang istimewa dan heboh dari penampilannya, rambutnya dikuncir kuda sekenanya, dan perempuan itu tidak berdandan. Tetapi Azka tetap saja tidak bisa melepaskan pandangannya dari perempuan itu. You’ve Got Me From Hello 15 Bahkan kemudian dia tidak bisa menahan diri untuk menyapa perempuan ini, ingin melihat lebih dekat. Azka tidak pernah menampakkan dirinya di depan pelanggan. Dia selalu bersembunyi di balik dinding kaca gelap yang misterius, hanya Albertlah yang dipercayanya sebagai tangan kanannya. Azka memiliki jaringan cafe dan hotel di seluruh kota ini, tetapi Garden Cafe adalah favoritnya. Tempat inilah satu-satunya dari seluruh tempat yang dimilikinya yang membuatnya merasa nyaman. Dan kemudian dia menemukan perempuan ini, perempuan yang langsung merenggut hatinya. Ketika berucap “halo” dan menyambut uluran tangannya, lalu mengatakan namanya. Sani... Azka mencatat nama itu dengan penuh rahasia, jauh di dalam hatinya yang kelam. 16 Santhy Agatha “Ada kesalahan-kesalahan dalam percintaan yang bisa dimaafkan, tetapi pengkhianatan tidak termasuk salah satu di antaranya.” 2 Ponsel Sani berbunyi sore itu, dan dia langsung mengangkatnya ketika mengetahui bahwa yang menelepon adalah mamanya, “Sani?” mamanya langsung berbicara seperti kebiasaannya, “Mama harus memperingatkanmu.” “Memperingatkan apa mama?” Dahi Sani mengeryit dan langsung waspada. Mamanya tidak pernah berucap dengan nada seserius ini sebelumnya. “Jeremy.” Suara sang mama setengah berbisik, “Dia datang kemari pagi ini dan memohon kepada mama untuk memberikan informasi di mana dirimu.” “Mama tidak memberitahukannya kepadanya kan?” Sani langsung panik. Percuma dia pindah ke lain kota kalau pada akhirnya Jeremy mengetahui dia ada di mana. “Tentu saja tidak sayang.” Sang mama menghela napas panjang, “Tetapi sepertinya dia tidak menyerah, dia bilang pada akhirnya kalau mama tidak mau mengatakan di mana dirimu, dia akan tetap tahu karena dia akan menghubungi kantor penerbitmu.” Sani mengernyit kesal. Kalau Jeremy menghubungi kantor penerbitnya, tentu saja Jeremy akan tahu dimana dia berada. Dia mendesah kesal, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa, Sani hanya tidak menyangka kenapa Jeremy sekeras kepala ini mengejarnya. Apakah lelaki itu tidak bisa menerima bahwa Sani tidak bisa memaafkannya? You’ve Got Me From Hello 17 “Terima kasih sudah memperingatkanku mama, ada kemungkinan bahwa dia sudah tahu di mana aku berada, aku menginformasikan kepindahanku dan alamat baruku kepada penerbit. Aku akan bersiap kalau Jeremy nekat dan mendatangiku.” “Kau tidak apa-apa Sani?” suara mamanya tampak cemas di seberang sana, membuat Sani tersenyum haru. “Tidak apa-apa, mama, aku bisa bertahan.” Jawabnya mencoba sekuat mungkin meskipun dalam hatinya dia meragu. ??? Perempuan itu datang lagi malam ini, dan memesan segelas anggur untuk teman menulisnya. Azka mengernyit, dari info yang didapatnya dari Albert, Sani adalah seorang penulis novel romance. Tetapi sepertinya Sani sedang murung karena beberapa kali perempuan itu hanya menghela napasnya di depan laptopnya, lalu mengawasi layar laptop itu dengan tatapan mata kosong. Azka merasa seperti pengintip yang memalukan ketika berdiri di depan kaca balkon atas dan mengamati Sani seperti ini, tetapi dia tidak bisa menahan diri. Sudah beberapa hari ini Sani selalu datang. Setiap pukul sembilan lalu akan menulis sampai dini hari sebelum kemudian pulang ketika terang tanah menyentuh langit. Azka tidak bisa menahan ketertarikannya untuk mengintip ke bawah, menanti kedatangan Sani. Dan sejauh ini, perempuan itu tetap datang. Ada keinginan tertahannya untuk mendekati perempuan itu, tetapi dia menahan diri. Dia takut kalau dia terlalu mengganggu, Sani akan merasa segan dan kemudian tidak akan datang lagi. “Perempuan itu datang lagi.” Albert yang tiba-tiba sudah ada di ambang pintu ruang kerja Azka bergumam sambil tersenyum penuh pengertian, mengamati Azka. “Kau sepertinya sangat tertarik kepadanya.” “Kenapa kau bisa berpikiran begitu?” Azka mundur dari kaca itu dan melangkah menuju kursi kerjanya. Albert adalah tangan kanannya, orang kepercayaannya. Lelaki itu dulu adalah 18 Santhy Agatha pegawai setia ayahnya, dan orang yang paling dipercaya oleh ayahnya. Setelah ayah Azka meninggal dan dia mewarisinya jaringan kerajaan bisnis hotel dan restoran ini, Albertlah yang selalu membantunya, memberinya pendapat dari sisi pengalaman, melengkapi apa yang tidak dimiliki oleh Azka. Karena itulah Azka menghadiahi Albert cafe ini, tetapi lelaki setengah baya itu menolaknya. Dia hanya ingin tinggal di sebuah apartemen mini di bagian atas cafe dan tetap ingin bekerja menjadi pelayan meskipun Azka sudah melarangnya. Tetapi Albert bilang bahwa menjadi pelayan cafe ini bisa membantunya tetap hidup. Dia kesepian dan bercakap-cakap dengan para pelanggan bisa menyembuhkan sepinya, karena itulah Azka mengizinkan Albert menjadi pelayan di Garden Cafe ini. Albert meletakkan kopi panas untuk Azka dan tersenyum, “Kau menyapanya malam itu, kau bahkan tidak pernah menyapa pelanggan lain sebelumnya.” Azka tersenyum kecut, rupanya dia terlalu mudah terbaca oleh Albert, “Tetapi bukan berarti aku tertarik kepadanya.” “Oh ya?” Albert mengangkat alisnya, “Sebelumnya kau tidak pernah menginap di cafe ini.” Seperti halnya Albert, Azka mempunyai apartemen sendiri di sisi lain di bagian atas cafe ini. Tetapi dia memang jarang memakainya, karena dia selalu pulang ke rumahnya, kawasan hijau dan sejuk di perbukitan pinggiran kota, dekat dengan area resor hotelnya. “Dan aku hitung, sejak kau menyapa perempuan itu, kau selalu datang kemari setiap malam, tanpa absen.” Azka terkekeh mendengar perkataan Albert, “Aku memang tidak bisa membohongimu ya.” “Aku sudah mengenalmu sejak kecil.” Albert tertawa, “Kau tidak pernah bertingkah seperti ini sebelumnya dengan perempuan manapun.” Albert berdehem, “Begitu juga ketika dengan Celia.” Azka tertegun ketika nama Celia disebut. Wajahnya sedikit memucat, dia lalu memalingkan muka dengan murung. You’ve Got Me From Hello 19 “Tetapi pada akhirnya semua akan tetap sama bukan?” gumamnya sedih, “Seberapa besarpun aku tertarik kepada perempuan itu, aku tidak akan pernah bisa memilikinya.” “Kau bisa memilikinya kalau kau mampu mengambil keputusan tegas.” “Tidak.” Azka mengernyit seolah kesakitan, “Aku memang bukan orang baik. Tetapi aku masih punya hati.” Tuhan tahu dia sudah tidak mencintai Celia, tunangannya. Tetapi dia masih punya hati. Kesalahannya harus dibayar, meskipun perasaannya yang dikorbankan. ??? “Azka?” Suara lembut Celia menggugah Azka dari lamunannya, membuat Azka menoleh dan langsung tersenyum lembut, “Iya sayang?” Celia menyelipkan rambut panjangnya yang indah di belakang telinganya, dan tersenyum lembut, “Ada apa? Kau tampak begitu murung.” Azka mendesah, “Ah..iya... mungkin aku sedikit tidak enak badan.” Itu yang sesungguhnya. Dia sungguh merasa tidak enak badan, dia tidak suka berada di sini, tetapi dia harus. Setiap akhir pekan setelah kesibukan kantornya berakhir, dia harus berada di sini, menghabiskan waktunya bersama Celia, tunangannya. Tetapi pikirannya mengembara, ke cafe itu, tempat perempuan bernama Sani itu selalu datang dan menulis di sana sampai dini hari. Azka tidak sabar untuk segera pergi dari sini dan menuju Garden Cafe, mengamati Sani dari kejauhan. “Pulanglah.” Bisik Celia lembut, penuh pengertian, “Mungkin kau kelelahan dan butuh istirahat.” Celia selalu seperti itu, begitu lembut dan penuh pengertian. Apapun yang dilakukan Azka dia selalu mengerti. Apalagi yang sebenarnya Azka cari? Ditatapnya Celia dengan senyuman lembut, kemudian dia menarik Celia mendekat dan mengecup keningnya, 20 Santhy Agatha “Kau mau kuantar masuk?” “Tidak Azka, pulanglah, aku bisa masuk sendiri.” Jawab Celia tanpa kehilangan senyumnya. Azka menghela napas, lalu menyentuhkan jemarinya di rambut Celia dengan lembut, “Terimakasih Celia, sampai ketemu lagi besok ya.” Celia mengangguk, memundurkan kursi rodanya dan memutarnya memasuki rumah. Azka menunggu sampai pintu rumah itu tertutup, lalu melangkah pergi, tanpa menoleh lagi. ??? Dalam perjalanannya pulang dari rumah Celia, Azka merenung. Dulu semuanya baik-baik saja. Azka melabuhkan cintanya kepada Celia, dan memutuskan untuk melamarnya. Tetapi kemudian dia larut, sibuk dalam pekerjaannya dan lupa untuk memberikan perhatiannya kepada perempuan itu. Celia yang kehilangan cintanya, akhirnya memutuskan untuk mencari perhatian dari lelaki lain. Dan dia mendapatkannya dari sosok lelaki bernama Edo, yang ternyata adalah seorang bajingan. Bajingan itu merenggut kegadisan Celia yang sedang rapuh karena diabaikan oleh Azka. Lalu kemudian meninggalkannya begitu saja dalam kondisi hamil. Masa-masa itu sangat menyakitkan bagi Azka, ketika Celia datang kepadanya dan mengakui semuanya, tentu saja Azka marah besar. Mereka sedang berkendara di mobil, di tengah hujan deras ketika Celia mengakui semuanya kepada Azka. Azka yang marah menginjak gas begitu kencang untuk meluapkan emosinya hingga kehilangan kewaspadaannya. Mereka lalu mengalami kecelakaan fatal, kecelakaan yang membuat Celiakeguguran anak hasil hubungannya dengan Edo, dan tidak bisa berjalan lagi selamanya. Azka sendiri hanya mengalami lecet-lecet, dia mendengar kenyataan bahwa Celia akan lumpuh dan merasakan penyesalan yang luar biasa. Dialah penyebab semua ini, Celia menjadi lumpuh seumur hidup karena dirinya, karena dialah mereka mengalami kecelakaan parah itu. Padahal You’ve Got Me From Hello 21 perselingkuhan Celia kalau ditelaah adalah karena kesalahannya, Azka terlalu sibuk dengan bisnisnya sehingga melupakan Celia. Bahkan dia hampir tidak punya waktu untuk tunangannya itu, jadi wajar kalau Celia sampai mengais perhatian dari lelaki lain. Lalu Azka memutuskan bahwa dia harus bertanggungjawab. Dan pagi itu pula ketika Celia tersadarkan diri dari kecelakaan, menangis ketika mengetahui bahwa dia tidak bisa berjalan lagi, Azka memeluknya dan mengatakan bahwa dia akan selalu mendampingi Celia selamanya. Dia memaafkan kekhilafan Celia dan bertekad untuk melangkah ke depan, meninggalkan yang lalu. Azka mengira itu akan mudah. Toh dia mencintai Celia sebelum kejadian itu, dipikirnya dia hanya perlu memaafkan dan kemudian menjalani keadaan mereka seperti sebelumnya. Tetapi kemudian dia merasakan perasaannya mulai terkikis dan musnah, setiap menatap perempuan cantik itu. Lalu menyadari kenyataan bahwa Celia telah mengkhianatinya dan membiarkan dirinya disentuh oleh lelaki lain sampai sedemikian jauhnya. Hari demi hari berlalu, sampai di titik cintanya musnah begitu saja. Dia menjalani harinya dengan Celia hanya karena dia merasa harus melakukannya. Azka yakin dia bisa melakukannya, toh hatinya sudah mati rasa. Sampai kemudian dia melihat Sani, dan terpesona lalu tertarik kepadanya. Albert memang benar, Azka tidak pernah tertarik kepada perempuan lain sebelumnya. Begitu kuat, begitu memabukkan, membuatnya tak bisa memikirkan yang lain. Membuatnya ingin mencoba mendekat bahkan meskipun dia sadar bahwa dia tidak bisa memiliki perempuan itu. Sejenak Azka ragu, dia berada di persimpangan jalan, satu menuju ke arah rumahnya dan yang lain menuju ke arah Garden Cafe. Pada akhirnya Azka mengarahkan mobilnya ke arah Garden Cafe. Dia ingin melihat Sani. ??? 22 Santhy Agatha Ketika dia memasuki pintu cafe itu, matanya mencari di sudut yang biasa, dan menemukan Sani. Perempuan itu sedang mengetik seperti biasa ditemani segelas anggur merah yang tinggal tersisa setengahnya. Sejenak Azka ragu, tetapi kemudian dia mendekat, “Aku heran anggur itu tidak membuatmu mengantuk.” Sani langsung mendongak mendengar sapaannya, ada tatapan terkejut di sana ketika melihat Azka berdiri di depannya. Tetapi kemudian dia tersenyum lembut. “Aku punya penyakit susah tidur akhir-akhir ini. Kata Albert anggur ini bisa membantu, tetapi sepertinya aku kebal.” Azka tersenyum, “Kalau kau ingin mengantuk jangan ikuti nasehat Albert, minumlah susu putih.” “Susu putih?” Sani mengeryit, “Aku tidak suka susu putih, rasanya terlalu gurih dan menguarkan aroma yang aneh di hidung, membuatku mual.” Kali ini Azka benar-benar terkekeh geli, “Aku baru kali ini mendengarkan deskripsi yang begitu menarik tentang susu putih.” Godanya, “Apa yang sedang kau tulis?” Tanpa sadar Azka menarik kursi dan duduk di depan Sani. “Roman percintaan.” Pipi Sani memerah, menyadari bahwa dia ditatap oleh lelaki yang begitu tampan, dengan mata cokelat muda dan rambut berantakan yang tampak sangat menggoda. Tetapi kemudian dia mengeraskan hati. Semakin tampan seorang lelaki berarti semakin berbahaya dirinya. Gumamnya dalam hati. “Roman percintaan? Dan sepertinya kau sedang kehabisan ide?” Bagaimana lelaki ini tahu? Sani mengangkat bahunya, “Tokoh utama di ceritaku saling membenci, dan aku merasakan dorongan kuat untuk membiarkannya seperti itu.” Azka terkekeh, “Tetapi kau tidak bisa membiarkannya seperti itu?” You’ve Got Me From Hello 23 “Tidak bisa.” Gumam Sani penuh penyesalan, “Karena ini cerita roman, dan cerita roman karanganku harus berujung Happy Ending.” “Kenapa?” “Apanya?” “Kenapa harus Happy Ending?” Azka menatap ke arah Sani dengan tajam, membuat Sani sedikit salah tingkah. “Karena di kehidupan nyata kadangkala Happy Ending bukanlah milik kita.” Ingatan Sani langsung melayang kepada Jeremy dan dia tersenyum pahit, “Karena itulah setidaknya novelku bisa menjadi pengobat luka hati.” “Kau benar-benar penulis novel yang baik dan memikirkan perasaan pembacanya.” Gumam Azka sambil tersenyum, yang ditanggapi Sani dengan mengangkat bahunya. “Aku hanya ingin menyajikan kisah yang indah untuk pembacaku.” “Misi yang luar biasa baik, dan aku yakin itu bisa membantu semua orang, karena kadang di dunia nyata ini kita tidak selalu berakhir indah.” Azka bangkit dari duduknya dan menganggukkan kepala sopan, “Silahkan lanjutkan menulis, maaf atas gangguanku.” ??? Azka sedang mengenakan dasinya untuk berangkat ke kantor pusatnya di area resor hotelnya ketika pintu apartemen pribadinya di lantai dua cafe itu diketuk. Dia mengernyitkan keningnya, hari masih pagi. Cafe di bawah memang buka duapuluh empat jam, tetapi yang pasti tidak akan ada yang berani mengetuk pintunya sepagi ini. Bahkan Albertpun tidak akan melakukannya. Dengan jengkel sekaligus ingin tahu, Azka membuka pintu ruang kerjanya dan menemukan Keenan berdiri di sana. Saudara kembarnya. “Kenapa kau kemari pagi sekali?” Azka mengernyit, menatap adiknya ingin tahu. Azka dilahirkan lebih dulu 3 menit sebelum Keenan. Karena itulah dia selalu menganggap dirinya 24 Santhy Agatha sebagai kakak. Lagipula, secara kepribadian, dia memang lebih dewasa dibandingkan Keenan. Keenan terlalu berpikiran bebas, dia bahkan tidak mau memegang perusahaan warisan ayah mereka dan memilih mengejar impiannya menjadi seorang pelukis. Kadang Azka merasa iri kepada Keenan karena kemampuannya untuk merasa bebas dan lepas dari tanggung jawab. Azka sendiri tidak bisa. Perusahaan ayahnya harus dikendalikan. Dan karena Keenan tidak bisa diandalkan, maka dia mengambil alih seluruh tanggung jawab itu di pundaknya. Mungkin dia memang ditakdirkan untuk selalu memikul tanggung jawab terhadap orang lain di pundaknya, pikirnya pahit. Sementara itu Keenan tampak tidak peduli, dia melangkah masuk ke apartemen Azka dan membanting tubuhnya di sofa, “Aku sedang menerima proyek melukis untuk desain kantor di dekat resor kita. Pekerjaan itu baru selesai tadi pagi dan aku memutuskan untuk berkunjung ke rumahmu pagi ini sekaligus menumpang tidur. Tetapi kata pelayan sudah berhari-hari kau tidak ada di sana dan tidur di Garden Cafe.” Keenan merengut, “Jadi aku terpaksa menyusul kemari.” Azka meraih jasnya dan melirik adiknya tanpa ekspresi, “Kau bisa menumpang tidur di kamar.” Gumamnya tenang, “Aku harus bekerja.” “Kau tampak tidak sehat.” Gumam Keenan ketika mengamatinya, “Dan kurus. Apakah memimpin perusahaan ini membuatmu begitu sibuk sampai lupa mengurus dirimu?” Mereka berdua memang sudah lama tidak bertemu, hampir enam bulan lebih. Itu karena Keenan memutuskan ke Belanda, untuk mengunjungi guru melukisnya di sana. Adik kembarnya itu baru pulang sebulan yang lalu, tetapi mereka sama-sama sibuk hingga sekaranglah pertemuan mereka yang pertama setelah enam bulan berlalu. Azka sendiri mengamati adiknya yang tampak begitu segar dan tanpa beban, lalu mengernyit, You’ve Got Me From Hello 25 “Salah satu dari kita harus menjalankan perusahaan ini.” “Kau tidak perlu melakukannya, kau tahu itu.” Keenan memundurkan tubuhnya dan menyandarkan dirinya di sofa, “Perusahaan itu bisa saja kau serahkan kepada para tangan kanan ayah, selama ini bukankah mereka juga yang menjalankannya?” “Tetapi perusahaan ini tetap butuh seseorang yang mengendalikannya, Keenan.” Azka bergumam tajam. “Aku bukan orang bebas yang bisa melepaskan tanggung jawab seperti dirmu.” Sindirnya. Keenan malahan tertawa, “Dan kaupun memikul tanggung jawab itu, ciri khas seorang Azka.” Wajahnya berubah serius, “Sama halnya seperti yang kaulakukan kepada Celia.” “Aku tidak mau membicarakannya.” Azka langsung memalingkan muka, berusaha memutus percakapan. Mereka pasti akan berakhir dengan adu argumentasi ketika membicarakan Celia. Keenan adalah salah satu orang yang menentang keras ketika Azka melanjutkan pertunangannya dengan Celia. Dia tentu saja tahu tentang pengkhianatan Celia dan menganggap Azka bodoh karena memikul tanggung jawab terhadap Celia. Padahal kecelakaan yang dialami Celia seharusnya bukanlah kesalahan Azka. “Tidakkah kau bertanya-tanya bahwa sebenarnya ada jodohmu di luar sana?” Keenan terus mengejar, tidak peduli akan ekspresi membunuh yang dilemparkan Azka kepadanya, “Tidakkah kau ingin tahu bahwa pasangan jiwamu sedang menunggu jauh di sana? Menanti untuk kau temukan? Kalau kau terus terpaku pada Celia, yang jelas-jelas tidak kau cintai, kau akan kehilangan kesempatanmu untuk menemukan jodohmu yang sesungguhnya.” “Aku tidak menyangka kau bisa begitu puitis.” Azka berusaha menghindar dari bahasan tentang Celia. Dia sedang tidak mau memikirkannya. “Aku seorang seniman, meskipun aku pelukis, tetap saja aku bisa puitis.” Keenan tertawa, “Berbeda dengan dirimu yang 26 Santhy Agatha begitu kaku.” Wajahnya melembut, “Aku hanya ingin kau berhenti menyiksa dirimu, kak.” Apakah sejelas itu? Azka berusaha memasang wajah datar, “Kalau kau ingin aku sedikit lebih baik, bantulah aku di perusahaan.” ‘Tidak.” Keenan langsung menjawab cepat, “Berkemeja rapi, memakai jas dan dasi bukanlah gayaku. Aku bisa mati bosan kalau bekerja di kantor.” Dengan santai dia melangkah berdiri dan menuju kamar Azka, “Selamat menikmati harimu.” Gumamnya santai lalu menghilang ke dalam kamar. ??? Sani sedang melangkah keluar dari pintu putar apartemennya, hendak menuju ke supermarket terdekat untuk membeli bahan makanan sebagai pengisi kulkasnya ketika langkahnya membeku di trotoar. Mobil warna biru itu dengan pelat nomor yang sangat dikenalnya. Itu mobil Jeremy... Dan benar saja, lelaki itu melangkah keluar dari mobilnya dan berdiri tepat di depan Sani, “Hai Sani.” Sapanya seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka, “Apa kabarmu? Aku kemari untuk mengunjungimu, aku merindukanmu.” Bisiknya lembut. Bisikan itu dulu pernah membuat hati Sani hangat. Tetapi sekarang tidak lagi, dia menggertakkan giginya dengan marah, “Apa yang kau lakukan di sini?” Jeremy mengangkat bahunya, “Mengunjungimu tentu saja, kau pikir apa? Aku harap setelah kau puas dengan tingkah kekanak-kanakanmu kita bisa bercakap-cakap dengan kepala dingin.” Tingkah kekanak-kanakannya, katanya? Sani menahan dirinya untuk maju dan menampar Jeremy. Berani-beraninya lelaki itu muncul di depannya seolah tidak bersalah dan mengganggu ketenangan hidupnya lagi. You’ve Got Me From Hello 27 “Aku tidak mau bercakap-cakap denganmu. Minggir.” Gumam Sani marah, ketika Jeremy dengan sengaja menghalangi jalannya di trotoar yang sempit itu. Tetapi Jeremy tidak bergeming, dia malahan semakin sengaja menghalangi Sani lewat. “Kita harus bicara Sani, ayolah hentikan sikap kekanak-kanakanmu itu dan berbicaralah dengan dewasa.” “Aku rasa aku sudah mengambil keputusan dewasa dengan mengakhiri pertunangan kita. Menyingkirlah Jeremy dan biarkan aku lewat.” Sani berusaha mencari jalan melewati Jeremy, tetapi karena lelaki itu menghalangi jalannya, dia merengut kepada Jeremy dengan tatapan menghina, “Ah sudahlah!” Gumamnya marah lalu membalikkan tubuhnya, hendak berbalik dan meninggalkan Jeremy. Sayangnya gerakannya kurang cepat, Jeremy sudah meraih lengannya dan mencekalnya, “Dengarkan aku dulu Sani, kau harus mendengarkan aku!” seru Jeremy mulai emosi. Lelaki itu bahkan tidak peduli akan lirikan orang-orang di sekitar mereka. Sani malu, sungguh-sungguh malu. Dengan sekuat tenaga dia berusaha melepaskan cekalan tangan Jeremy di lengannya, berusaha melepaskan diri dari Jeremy. Dia jijik, dia benci, dan dia sangat muak kepada laki-laki ini. Di tengah usahanya melepaskan diri, sebuah mobil berwarna merah menyala menepi ke trotoar di dekat mereka. Azka turun dari mobil dan mengernyit, dari kejauhan dia sudah melihat lelaki itu mencengkeram lengan Sani dan Sani yang berusaha melepaskan diri. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan diri untuk mendekat, “Bisakah kau lepaskan perempuan itu? Tampaknya dia tidak mau berurusan denganmu.” Gumamnya dingin. Membuat Sani dan Jeremy menoleh bersamaan. 28 Santhy Agatha “Mencintai berarti belajar mengalahkan ketakutan untuk tersakiti di kemudian hari.” 3 Sani mengernyit melihat kehadiran Azka di sana. Itu pria pemilik cafe itu, batinnya bingung. Tetapi kemudian dia melihat kesempatan untuk melarikan diri dari Jeremy. Pegangan Jeremy di tangannya melemah, membuat Sani bisa menyentakkan tangannya dan melepaskan diri. “Sani.” Jeremy masih berusaha mengikuti Sani, tetapi dengan cepat Sani melompat, bersembunyi di belakang punggung Azka yang bidang. Dan dengan penuh pengertian pula Azka langsung berdiri melindunginya. “Saya rasa Sani tidak mau berbicara lagi dengan anda.’ Mata Jeremy memancar marah menatap ke arah Azka, “Saya tidak tahu anda siapa.” Desisnya geram, “Tetapi Sani adalah tunangan saya dan saya berhak berbicara dengannya.” “Mantan tunangan.” Sani menyela dari punggung Azka, “Dan aku tidak mau berbicara denganmu.” “Anda dengar bukan?” Azka melemparkan pandangan mencemooh ke arah Jeremy, “Saya rasa lebih baik anda meninggalkan Sani sendirian.” Kemudian dengan sikap tegas, sebelum Jeremy bisa berbuat apa-apa, Azka menggiring Sani memasuki mobilnya. Meninggalkan Jeremy yang terperangah dengan muka masam di sana. ??? “Dia mantan tunanganku.” Sani melirik gelisah ke arah Azka, setelah dia berada di dalam mobil dan Azka melajutkan mobilnya. Sani baru menyadari bahwa dia telah begitu saja masuk ke dalam mobil seorang lelaki yang bahkan hampir sama sekali tidak dikenalnya. You’ve Got Me From Hello 29 Azka melirik sedikit ke arah Sani, ekspresi wajahnya tidak bisa ditebak, “Mantan?” tanyanya tenang. Sani menganggukkan kepalanya, “Ya, hubungan kami tidak berjalan sebaik semestinya. Aku memutuskan hubungan dan rupanya Jeremy masih belum terima.” Sani menatap ke pinggir jalan, “Bisakah aku turun di depan sana?” Azka mengernyit, “Kenapa harus turun di depan sana?” Dan kenapa pula aku tidak boleh turun? Sani membatin, lagipula dia tidak tahu mobil ini akan dibawa kemana oleh Azka. Dia harus tetap waspada meskipun Azka tampaknya baik dan tidak berniat jahat kepadanya. “Aku hendak ke supermarket berbelanja bahan makanan, dari pertigaan itu aku tinggal naik angkutan umum satu arah ke sana.” Sani berkata jujur, dia memang hendak naik angkot ke supermarket itu sebelumnya sebelum insiden Jeremy yang mencegatnya di jalan tadi. “Aku akan mengantarmu.” Dengan tangkas Azka membelokkan mobilnya ke arah tikungan yang dimaksud Sani. Sani mengernyitkan keningnya, penampilan Azka seperti orang yang akan berangkat kerja, dia sangat rapi dengan jas dan dasi yang terpasang di badannya. Apakah selain memiliki cafe lelaki ini juga bekerja kantoran? Batinnya dalam hati. “Kau tidak berangkat bekerja?” Akhirnya Sani memberanikan diri untuk bertanya. Azka terkekeh, “Aku bisa datang semauku.” Gumamnya misterius, membuat Sani terdiam dan menebak-nebak. Mobil lalu berhenti di parkiran supermarket itu, Sani membuka pintu dan turun dengan segera. ‘Terima kasih sudah mengantarku, dan terima kasih sudah menyelamatkanku dari Jeremy.” Gumamnya pelan. Azka menatap Sani dengan tatapan aneh yang sangat dalam, tidak bisa ditebak apa artinya, lalu lelaki itu tersenyum lembut, 30 Santhy Agatha “Sama-sama Sani.” Suaranya terdengar lembut dan menggetarkan. Lalu Azka memutar mobilnya dan keluar dari parkiran itu, diiringi tatapan bingung Sani. ??? Dia tidak bisa berhenti memikirkan lelaki itu. Bahkan sekarang di saat dia sudah di rumah dan sibuk memasukkan barang belanjaannya ke dalam kulkas. Ingatan tentang Azka, dan wajahnya terngiang-ngiang terus di benaknya. Sani berusaha melupakan Azka, dengan cara mengingat pengkhianatan yang dilakukan oleh Jeremy sekaligus mengingatkan dirinya sendiri bahwa saat ini bukanlah saat yang tepat untuk tertarik kepada lelaki baru. Tetapi benaknya tidak mau berkompromi. Seolah ada sesuatu yang menariknya, membuatnya selalu teringat kepada Azka. ??? Malam itu Sani berjalan dengan was-was menyeberang dari arah apartemennya menuju Garden Cafe. Dia mengintip ke seluruh jalanan tetapi tidak melihat keberadaan Jeremy ataupun mobil birunya, dengan lega dia menarik napas, Mungkin Jeremy telah menyerah untuk sementara. Sani lalu memasuki pintu cafe itu. Seperti biasa, Albert yang sedang ada di dekat bar menyambutnya, “Segelas anggur lagi Nona Sani?” sapanya ramah, Sani mengangguk dan tersenyum lembut, “Satu saja ya Albert.” dia butuh segelas anggur itu untuk membantunya tidur. Tidur dan melupakan semua hal yang ada di dunia nyata. Ketika dia melangkah menuju tempatnya di sudut, dia hampir bertabrakan dengan sosok lelaki yang tiba-tiba melintas cepat di sana. “Oh. Maaf.” Ada senyum di suara lelaki itu, “Aku tidak melihatmu, kau begitu mungil.” Sani mendongakkan kepalanya, dan ternganga, Lelaki itu amat sangat mirip dengan Azka bagaikan pinang dibelah dua. You’ve Got Me From Hello 31 Tetapi meskipun begitu Sani tahu kalau lelaki ini bukan Azka, penampilan mereka berdua yang pasti sangat berbeda. Lelaki yang ada di depannya ini berambut setengah panjang sampai menyapu kerahnya, sementara Azka berpotongan rapi. Gaya berpakaiannyapun sangat bertolak belakang, Sani ingat ketika bertemu Azka di malam hari waktu itu, dia mengenakan celana khaki yang formal dan sweater panjang yang membungkus tubuhnya bagaikan model yang elegan. Sementara lelaki yang ada di depannya ini mengenakan celana jeans yang sangat pudar hingga hampir putih dan kaos longgar yang sedikit kusut. Keenan menatap Sani yang masih termangu meneliti dirinya lalu tergelak, “Kau pasti mengira aku adalah Azka.” Tebaknya lucu lalu mengulurkan tangannya, “Kenalkan aku Keenan, saudara kembar Azka.” Saudara kembar, pantas saja mereka begitu mirip, batin Sani masih kaget. Lalu dia tergeragap dan menyambut uluran tangan lelaki itu dan menyebutkan namanya. Keenan menggenggam tangannya dengan erat dan bersemangat, berbeda dengan genggaman tangan Azka yang halus dan elegan ketika mereka berkenalan waktu itu. “Kau temannya Azka?” Keenan menatap Sani dengan menyelidik. Ada nada ingin tahu di dalam suaranya, meskipun lelaki itu tetap tersenyum manis. Sani menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa disebut teman Azka bukan? “Bukan. Saya bukan temannya. Saya pelanggan cafe ini.” “Oh. Dan kau mengenal Azka?” Sani menganggukkan kepalanya, “Saya tahu Azka pemilik cafe ini, kadang-kadang dia menyapa pengunjung cafe ini bukan?” Keenan menyipitkan matanya, “Menyapa pengunjung cafe ini?” matanya bersinar misterius, “Mungkin saja.” Senyumnya mengembang, “Oke aku harus pergi, senang bertemu denganmu, Sani.” Lelaki itu membungkuk hormat dengan gaya menggoda lalu melangkah pergi. 32 Santhy Agatha Sementara itu Sani masih mengamati kepergian Keenan dengan dahi mengerut, ketika Albert mendekatinya. “Saya lihat anda sudah bertemu dengan Tuan Keenan.” Gumamnya, mendahului Sani melangkah ke meja Sani yang biasanya, lalu meletakkan anggur dan cemilan pesanan Sani di meja, “Beliau saudara kembar Tuan Azka, tetapi anda lihat sendiri mereka sangat bertolak belakang.” Seperti pinang dibelah dua, tetapi sangat bertolak belakang. Sani menyetujui dalam hati. Lalu keningnya berkerut ketika mengingat Azka. Lelaki itu tidak tampak di mana-mana. Sani mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, lalu menghela napas panjang. Ada apa dengan dirinya? Dia datang ke cafe ini untuk mengetik cerita dan menyalurkan isnpirasi menulisnya bukan? Dia datang ke sini bukan untuk bertemu Azka. Dengan cepat Sani membuka laptopnya, lalu mulai mengetik di file yang sudah disiapkannya. Lama setelahnya, Sani menyadari bahwa dia membohongi batinnya sendiri, bahwa dia amat sangat ingin melihat Azka meskipun hanya sedetik saja. ===================== http://www.zheraf.net www.ebookHP.com ===================== Celia tersenyum ketika menghidangkan makanan itu di meja, dibantu oleh beberapa pelayan dia meletakkan makanan-makanan itu untuk Azka. Ya. Celia khusus memasak untuk Azka malam ini, dia mengikuti kursus memasak untuk mengisi kesibukannya dan memutuskan untuk mengundang Azka mencicipi hasilnya. “Aromanya enak.” Azka tersenyum lembut, “Sepertinya mereka mengajarimu dengan baik.” Azka mengambil makanannya dan mencicipi, lalu memutar bola matanya, “Dan rasanya juga enak.” Celia terkekeh, menarik kursi rodanya mendekat dan duduk di seberang Azka, “Kau yakin kau tidak berbohong untuk menyenangkanku?” “Tidak.” Azka mengunyah dengan bersemangat, “Masakan ini memang benar-benar lezat.” You’ve Got Me From Hello 33 “Nanti setelah kita menikah, aku akan memasakkan makan malam untukmu setiap malam.” Celia tertawa. “Aku akan memilih menu yang berbeda-beda supaya kau tidak bosan.” Azka langsung menelan dengan susah payah, makanan yang dikunyahnya tiba-tiba terasa seperti pasir ketika Celia menyinggung pernikahan. Hingga dia harus meminum air untuk membantunya menelan makanannya. Dia berusaha menjaga wajahnya tetap penuh senyum supaya Celia tidak menyadari perubahan suasana hatinya. Dan rupanya Celia memang tidak menyadarinya, perempuan itu sedang menerawang membayangkan persiapan pernikahan mereka. “Mama dan papa akan pulang dari Australia minggu depan, dan semoga kita bisa membicarakan persiapan pernikahan dengan lebih terperinci ya.” Mata Celia berkaca-kaca ketika menatap Azka. “Terima kasih Azka, atas cintamu yang penuh maaf, aku bersyukur karena bisa memilikimu.” Azka mencoba tersenyum tetapi yang muncul adalah senyuman pahit yang tak tertahankan. ??? Ketika mobil Azka berlalu, Celia menatap dari teras dengan keheningan yang menyesakkan. Semakin lama Azka semakin berbeda dan terasa begitu jauh, dia menyadarinya. Celia tahu insiden pengkhianatannya yang sangat fatal itu membuat Azka semakin jauh dari dirinya. Tetapi lelaki itu bersedia mendampinginya untuk seterusnya, berkomitmen supaya menjaganya. Dan Celia sangat takut kehilangan Azka, dia tidak bisa hidup tanpa lelaki itu. “Nona Celia mau dibantu?” seorang pelayannya menengok ke arah teras, ke arahnya. Celia tersenyum, “Tidak usah bi, aku bisa membawa kursi rodaku masuk sendiri kok.” Dengan tenang dia berdiri, lalu melipat kursi rodanya dan membawanya masuk ke dalam rumah. ??? 34 Santhy Agatha Ketika Azka sampai di Garden Cafe itu, sudah menjelang tengah malam, jalanan macet karena malam ini adalah malam libur sehingga Azka menghabiskan banyak waktunya di jalanan. Dia melangkah masuk ke arah cafe, berharap-harap cemas, ingin menemukan sosok Sani di dalam sana. Tetapi perempuan itu tidak ada. Azka membatin dalam diam. Menahan kekecewaan di hatinya. Apakah malam ini Sani tidak menulis di cafe ini? Albert yang melihat Azka datang langsung mendekatinya dan tersenyum memahami, “Nona Sani tentu saja datang tadi, dia menulis sebentar lalu pulang. Katanya dia mengantuk, mungkin anggur merah itu mulai bereaksi kepadanya.” Albert terkekeh, “Ngomong-ngomong, Nona Sani tadi berkenalan dengan Tuan Keenan.” “Sani berkenalan dengan Keenan? Bagaimana bisa?” “Tuan Keenan tadi pulang tepat pada saat Nona Sani datang, mereka berpapasan.” “Oh.” Azka menghela napas panjang, menyembunyikan kecemasannya. Kalau sampai Keenan memperhatikan Sani, dia pasti akan kalah. Selalu begitu, para perempuan lebih menyukai Keenan yang penuh canda dan mempesona daripada dirinya yang serius dan pendiam. “Aku tidak ingin Keenan bertemu dengan Sani lagi, Albert, apapun caranya.” Tiba-tiba dia merasakan firasat itu. Meskipun dirinya dan Keenan bertolak belakang dalam segala hal, tetapi dalam selera wanita mereka sama. Kalau Keenan tertarik pada perempuan, maka Azka akan mempunyai ketertarikan yang sama. Begitupun tentang Celia, Celia dulu tergila-gila kepada Keenan, tetapi karena Keenan tidak pernah serius dengan perempuan, Celia mengalihkan perhatiannya kepada Azka. Apakah Keenan merasakan getaran yang sama, yang dirasakanolehnya ketika melihat Sani?Batin Azka bertanya-tanya, mencoba mengusir kecemasan di dalam benaknya. Sementara itu Albert mengerutkan keningnya sambil mengawasi Azka, “Bagaimana caranya mencegah Tuan Keenan You’ve Got Me From Hello 35 bertemu dengan Nona Sani? Tuan Keenan bisa datang dan pergi sesuka hatinya.” “Kalau ada Sani di dalam, tahan Keenan dimanapun dia berada. Pokoknya jangan sampai mereka bertemu lagi.” Azka bersikeras. Dia lalu memijit dahinya yang mulai berdenyut pusing, “Aku lelah sekali hari ini, Albert.” Albert mengangkat alisnya, “Karena melewatkan malam bersama Nona Celia?” tebaknya dengan tepat, membuat Azka menghela napas panjang, tidak membantah tetapi tidak juga mengiyakan. ??? “Hai.” Sani menolehkan kepalanya dan mengernyit ketika menemukan Azka sedang bersandar di dekat pintu putar apartemennya, lelaki itu tampaknya sedang menunggunya, Benarkah? Sani mengernyitkan keningnya. “Aku menunggumu dari tadi.” Azka langsung bergumam, menjawab keraguan Sani. “Bagaimana kabarmu? Apakah lelaki itu... mantan tunanganmu, mendatangimu lagi?” Sani tersenyum pahit, “Sepertinya dia memutuskan untuk menyerah sementara.” “Apa yang dia lakukan sehingga kau tampak begitu membencinya, Sani?” Sani tercenung, kenapa Azka ingin tahu?“Dia mengkhianatiku. Dengan sangat parah.” Suara Sani terdengar serak, selalu begitu setiap dia mengingat Jeremy, “Dan aku tidak bisa memaafkannya.” Azka langsung terkenang akan pengkhianatan yang dilakukan Celia kepadanya, dia bisa memahami perasaan Sani. Dan merasa Sani lebih beruntung, karena perempuan itu bebas membenci dan meninggalkan, tidak seperti dirinya. “Tetapi sepertinya dia belum menyerah.” Gumam Azka kemudian, mengingat bagaimana Jeremy mencekal lengan Sani dan memaksa untuk berbicara. 36 Santhy Agatha Sani tertawa, “Dia memang begitu, tidak pernah mau menerima pendapat orang lain. Tetapi aku akan menunjukkan kepadanya bahwa kali ini dia tidak punya kesempatan lagi.” “Karena kau seorang pendendam?” Gumam Azka, sambil tersenyum, “Bukan.” Sani menggelengkan kepalanya, “Karena aku bisa memaafkan, tetapi tidak akan pernah bisa melupakan.” Jawab Sani mantap. Azka tertegun, apakah itu juga yang dia rasakan kepada Celia? Bisa memaafkan segala kesalahan Celia di masa lalunya, tetapi tetap tidak bisa melupakannya? “Kau mau kemana?” Azka menatap penampilan Sani yang lumayan rapi, dengan celana hitam dan kemeja formal berwarna krem. Sani mengamati penampilannya sendiri dan tersenyum, “Ini penampilan paling rapi yang bisa kulakukan. Aku akan menemui editorku dan menghadap perwakilan penerbit di kota ini, untuk membicarakan kontrak novel terbaruku.” “Di mana?” tanya Azka. Sani menyebut nama sebuah daerah perkantoran yang lumayan jauh dari tempat mereka berdiri sekarang, “Mau kuantar?” Azka langsung menawarkan. Sani langsung menggelengkan kepalanya, tidak mungkin dia menerima tawaran kebaikan lelaki itu kepadanya. Meskipun dia bertanya-tanya apa yang dilakukan Azka menunggunya di sini, “Tidak usah, terima kasih. Aku sudah memesan taksi.” Senyum Sani berubah lembut, “Sampai jumpa.” “Oke. Sampai jumpa lagi.” Azka menyandarkan tubuhnya di dinding, mengamati Sani yang melangkah pergi menuju tempat taksinya menunggu. Dicatatnya dalam hatinya bagaimana Sani mengatakan ‘sampai jumpa’, dan bukannya ‘selamat tinggal’ kepadanya. ??? “Kau sudah menemukan alamat pria bernama Jeremy itu?” Azka menelepon salah satu pegawai kepercayaannya di You’ve Got Me From Hello 37 kantor cabang mereka di tempat asal Sani. Dia ingin menyelidiki tentang Jeremy. Well, setiap orang yang akan berperang harus mempelajari musuhnya masing-masing bukan? Azka sendiri tidak tahu kenapa dia melakukannya, tetapi ketertarikannya kepada Sani sendiri sungguh sangat mengganggunya. Dia tidak bisa melepaskan Sani dari pikirannya, seluruh batinnya tersita untuk Sani. Perempuan itu telah mendapatkannya dari pertama kali mereka saling menyapa. “Dan setelah kau mendapatkan alamat Jeremy, apa yang akan kau lakukan?” Albert yang sedari tadi duduk di ruang kerja Azka di atas cafe itu mengernyitkan keningnya, “Menyingkirkannya?” “Mungkin.” Mata Azka bersinar tajam, “Aku sudah terbiasa menyingkirkan orang-orang yang menghalangi jalanku.” “Jalanmu?” Hanya Albert satu-satunya orang yang tahu kekejaman tersembunyi di balik sikap Azka yang tenang dan terkendali. Dan hanya Albert pulalah yang berani membantah dan mempertanyakan semua keputusan Azka. Karena dia tahu jauh di dalam hati Azka, tersimpan kebaikan yang luar biasa besar, bertolak belakang dengan kekejamannya. Buktinya laki-laki itu tidak tega membuang Celia begitu saja. “Jalanmu untuk apa, Azka? Untuk memiliki Sani? Bukankah kau tidak bisa memiliki Sani selama masih ada Celia?” Ah iya. Celia. Azka sendiri masih belum tahu apa yang akan dilakukannya kepada Celia. Apakah terlalu kejam meninggalkan Celia yang lumpuh dan tidak berdaya seperti itu? Tetapi Azka tidak bisa membohongi perasaannya, perasaan yang dirasakannya dengan begitu kuat kepada Sani. “Akan kupikirkan nanti.” Gumam Azka sekenanya. Albert langsung mengangkat alisnya, “Pernikahanmu dengan Celia hampir delapan bulan lagi, Azka.” 38 Santhy Agatha “Aku tahu.” Dan Azka harus bisa bersikap tegas, menentukan apa yang akan dilakukannya selanjutnya. Albert sendiri hanya tercenung, dia mencemaskan Azka. Baginya Azka sudah seperti anaknya sendiri karena dia memang tidak punya keluarga lagi. Pada saat Azka memutuskan melanjutkan pertunangannya dengan Celia waktu itupun Albert sudah tidak setuju. Azka hanya didorong oleh rasa bersalah. Albert takut kalau pada akhirnya Azka bisa menemukan orang yang benar-benar dicintainya, dan dia terlanjut terikat kepada Celia? Dan sepertinya, apa yang ditakutkannya sudah terjadi. ??? Sani menoleh ke arah Kesha yang sedang asyik memilih-milih hiasan rumit dari kerang di bazaar itu, “Kau belum selesai?” tanyanya, kakinya mulai kelelahan karena berjalan begitu jauh mengelilingi seluruh area bazaar yang sangat luas. Kesha mengajaknya ke tempat ini sepulang dia bertemu dengan penerbit tadi. Dan itu adalah sebuah kesalahan besar, karena begitu berbelanja, sepertinya Kesha tidak bisa berhenti. “Aku masih ingin melihat pakaian di sebelah sana.” Kesha menunjuk sudut yang jauh, “Tadi ketika kita lewat, aku melirik ada satu baju yang warnanya lucu.” Sani mengernyit ketika membayangkan harus berjalan lagi ke arah sana, “Kenapa kau tadi tidak berhenti ketika kita lewat sana?” Kesha tampaknya tidak memahami kelelahan Sani, “Aku tadi masih ragu apakah aku menginginkannya atau tidak.” Matanya tertuju pada gelang kerang yang dicobanya, “Sekarang aku memutuskan bahwa aku menginginkannya.” Kesha menyerahkan gelang yang dipilihnya kepada penjualnya. Lalu menunggu gelang itu dibungkus dan kemudian dia membayarnya. Setelah itu dia setengah menggandeng Sani ke arah lokasi penjual baju yang dimaksudkannya, “Yuk.” Gumamnya bersemangat. You’ve Got Me From Hello 39 Dengan menyeret langkah, Sani mengikuti Kesha yang berjalan begitu cepat dan bersemangat. Kakinya sakit, dan dia sedikit oleng ketika menembus keramaian itu. Seseorang sepertinya tanpa sengaja mendorongnya sehingga tubuhnya tergeser ke samping, menabrak seseorang. “Ups.” Gumam suara itu, sebuah tangan yang kuat menopangnya. Sani mengenali suara itu dan dia mendongakkan kepalanya, “Sepetinya kau ditakdirkan untuk selalu menabrakku.” Wajah Keenan yang ada di depannya, dan lelaki itu tersenyum geli menatapnya. 40 Santhy Agatha “Dan aku masih berdiri di sini, menatap punggungmu yang berlalu pergi.” 4 “Keenan?” “Ya ini aku.” Keenan terkekeh, apa yang kau lakukan di sini?” “Aku mengantar temanku.” Sani mendongakkan kepalanya, mencoba mencari tetapi Kesha sepertinya sudah ditelan keramaian jauh di depannya, “Dan sepertinya dia sudah hilang.” Gumam Sani, mendesah kesal. Keenan tertawa, “Begitulah kalau kau berjalan di baazar tahunan. Keadaannya selalu seperti ini setiap tahun, selalu ramai.” Sani masih menatap ke arah kepergian Kesha. Berharap bahwa sahabat sekaligus editornya itu akhirnya menyadari bahwa mereka terpisah dan kemudian kembali untuk mencarinya. “Kau sendiri apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya kepada Keenan kemudian ketika menyadari bahwa laki-laki itu tidak berniat untuk pergi. “Aku?” Keenan tertawa. Lelaki ini benar-benar ceria dan banyak tertawa, jauh berbeda dengan Azka, Gumam Sani dalam hati, “Aku lelaki bebas, kudengar di sini ada keramaian jadi aku datang untuk melihat, itu saja.” “Sani!” itu teriakan Kesha, perempuan itu akhirnya menyadari bahwa dia terpisah jauh dari Sani. Dia sedang berjuang menembus keramaian untuk menghampiri Sani yang sudah menepi bersama Keenan di dekat stan sepatu. Akhirnya Kesha berhasil mendekatinya, napasnya terengah-engah, “Fyuh ramai sekali di sana, kita bahkan tidak bisa menawar dengan nyaman....” Lalu Kesha tertegun You’ve Got Me From Hello 41 menyadari lelaki luar biasa tampan yang sedang berdiri bersama Sani, mulutnya bahkan ternganga. “Hai.” Keenan tersenyum ramah, sepertinya lelaki itu sudah biasa dipandang dengan tatapan kagum oleh para perempuan, “Aku Keenan, aku kenalan Sani.” Gumamnya mengulurkan tangannya. Kesha membalas uluran tangan itu seolah terhipnotis, matanya menatap terpesona pada Keenan. Keenan hanya melemparkan tatapan geli kepada Sani, lalu melangkah menjauh, “Sepertinya kau sudah menemukan temanmu.” Ditepuknya pundak Sani dengan akrab, “Lain kali hati-hati ya.” Gumamnya lalu melambaikan tangan dan melangkah pergi. Mata Kesha bahkan terpaku sampai Keenan menghilang dari pandangan matanya. “Wow...” dia menatap terpesona, lalu menoleh kepada Sani dengan pandangan menuduh, “Katakan padaku di mana kau menemukan lelaki setampan itu. Dia bilang dia kenalanmu bukan?” Sani terkekeh melihat betapa tertariknya Kesha kepada Keenan, “Dia saudara kembar pemilik cafe yang kuceritakan kepadamu.” “Setampan itu dan ada dua orang?” Kesha terperangah, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, “Hebat Sani, aku yang sudah bertahun-tahun di kota ini, belum pernah beruntung menemukan lelaki dengan penampilan fisik dan senyuman sesempurna itu. Dan kau baru beberapa waktu disni, kau sudah berkenalan dengan dua laki-laki tampan.” Sani tertawa tergelak, “Ah kau melebih-lebihkan.” Dia menatap cemas ke sekeliling yang mulai ramai, “Kita pulang saja yuk, aku lelah.” Untunglah Kali ini Kesha tidak menolak. ??? “Aku bertemu dengan gadis itu.” Keenan baru saja datang berkunjung ke Garden Cafe, dan Azka menemuinya di 42 Santhy Agatha apartemennya. Lelaki itu langsung waspada ketika Keenan menyebut tentang ‘gadis itu’. Dan benar saja, Keenan langsung melemparkan pertanyaan yang sama sekali tidak disukai oleh Azka. “Apakah dia alasan kau tidak pernah pulang ke rumahmu lagi dan selalu menginap di sini?” Azka memasang wajah keras, “Apa maksudmu?” “Yah. Kau bertingkah di luar kebiasaanmu, para pelayanmu di rumah bilang kalau kau tidak pernah tidur di sana dan selalu tidur di cafe ini. Dan kau juga menyapa gadis itu.” Keenan mengangkat bahu ketika Azka melemparkan tatapan tajam kepadanya, “Aku tahu info itu dari gadis itu ketika aku bertabrakan dengannya. Katanya kau menyapanya ketika dia duduk di cafe itu, dia bilang mungkin itu budaya cafe ini, sang pemilik menyapa ramah pelanggannya.” Lirikan Keenan berubah penuh arti, “Tetapi kita tahu bahwa itu tidak benar bukan? Kau selalu menghindari semua pengunjung cafe dan hotelmu seperti mereka adalah hama. Kau selalu bersembunyi di balik sosok pemilik perusahaan yang misterius, kau tidak pernah menyapa pelanggan sebelumnya, gadis itu adalah satu-satunya pelanggan yang kau sapa.” “Bisakah kau bicara langsung saja dan tidak berputar-putar dengan analisa konyolmu?” Azka menyela dengan ketus, membuat Keenan terkekeh, “Yah, kesimpulannya, kau tertarik kepada gadis itu, kepada Sani.” Keenan menatap Azka dengan waspada, “Begitu juga aku.” Kemarahan langsung merayapi mata Azka, membakarnya, “Jangan Keenan.” “Mau bagaimana lagi? Kita sepertinya selalu dianugerahi kutukan perasaan yang sama terhadap perempuan. Bagaimana kalau kita lakukan permainan seperti masa remaja kita dulu? Permainan ‘dia pilih kamu atau aku?’, sepertinya itu akan menyenangkan.” Gumam Keenan setengah tertawa. You’ve Got Me From Hello 43 Tanpa diduganya Azka bergerak secepat kilat, meraih kerah baju Keenan dan mendorongnya ke tembok dengan mengancam. “Ini bukan permainan, Keenan dan aku serius, Kalau kau hendak main-main dengan Sani, kau harus menghadapiku dulu.” Keenan membiarkan dirinya ditekan oleh Azka di tembok, dia menatap Azka dengan penuh perhitungan, “Apa kau lupa Azka? Kau sudah punya Celia.” “Itu tidak menghalangiku untuk memiliki Sani.” Sahut Azka keras. Hal itu membuat Keenan tertawa terbahak-bahak, tidak peduli akan tatapan marah Azka, “Tidak menghalangimu katamu?” Keenan melepaskan tangan Azka yang mencengkeram kerah bajunya dan melangkah menjauh, dia masih tertawa, “Tentu saja itu sangat menghalangi, kau punya tunangan dan kau akan menikah. Atas pilihanmu sendiri karena rasa bertanggungjawabmu yang bodoh itu! Jadi kau tidak bisa menawarkan hubungan apapun, apapun! Kepada Sani.” Keenan menatap Azka dengan menantang, “Tetapi aku beda, aku lelaki bebas.” “Jangan menantangku, Keenan. Kau tahu bukan apa yang akan aku lakukan kalau aku marah.” “Aku tahu.” Keenan melirik waspada ke arah Azka, tetapi dia memutuskan untuk tidak mundur, “Tetapi Sani layak dicoba untuk diperjuangkan.” Keenan melangkah keluar dari apartemen Azka. Ketika sampai di tengah pintu, Keenan menoleh lagi dan tersenyum manis, “Sepertinya perang akan dimulai, kakak.” Azka tertegun, menatap kepergian Keenan. Diacaknya rambutnya dengan frustrasi. Apa yang ditakutannya terjadi lagi, mereka bersaing untuk seorang perempuan. Seakan beban masalahnya belum cukup berat saja.... ??? 44 Santhy Agatha Malam itu Sani pulang terlambat, dia membahas tentang novelnya di rumah Kesha dan mereka lupa waktu. Kesha menyuruhnya menginap saja, tetapi Sani memutuskan bahwa dia harus pulang. Tidur di kamarnya sendiri saja dia kesulitan, apalagi harus tidur di rumah orang. Bagaimanapun juga Sani merasa lebih nyaman beristirahat di tempatnya sendiri. Ketika berjalan turun dari taksi dan hendak memasuki pintu putar menuju lobi apartemennya, Sani melirik ke arah Garden Cafe itu di seberang jalan, sudah dua hari dia tidak kesana. Apakabarnya Azka? Pikiran itu terus mengganggunya sepanjang hari ini. Otaknya selalu dipenuhi bayangan lelaki itu yang begitu tampan dan tampak begitu dewasa. “Sani?” Sani terperanjat kaget mendengar namanya disebut, dia langsung menoleh dengan waspada. Wajahnya pucat pasi ketika menemukan Jeremy ada di sana. Lelaki itu tampak berantakan dan sedikit tidak fokus. “Aku menunggumu lama sekali di sini, kau kemana saja?” Nada suara Jeremy meninggi seolah tidak bisa mengontrol emosinya. Dan ketika Jeremy melangkah sedikit mendekatinya, dia langsung bisa menciumnya, aroma alkohol yang pekat dan memuakkan. Seolah lelaki itu menghabiskan malamnya dengan meminum alkohol murahan yang menguarkan bau khas. Sani langsung merasakan jantungnya berdegup kencang, Jeremy sedang mabuk. Dan sepertinya dia mabuk berat. Bahkan dalam keadaan sadarpun, Sani tahu bahwa Jeremy sering kali tidak bisa mengendalikan emosinya, apalagi dalam keadaan mabuk. Mata Sani berkeliling waspada, memandang semua orang. Adakah yang bisa menolongnya di sini? Dia mulai panik ketika menyadari bahwa suasana sekeliling sudah sangat sepi. Hanya ada beberapa pedagang rokok dengan lampu remang, itupun jauh di sudut sana. Sani tidak yakin kalau dia berteriak pedagang itu akan mendengarnya. Mata Sani melirik ke Garden Cafe di seberang jalan. Cafe itu masih buka tentu saja, meskipun sudah jam dua malam, You’ve Got Me From Hello 45 tetap penuh pengunjung. Tetapi sayangnya para pengunjung itu berada di dalam, sedang dihibur oleh aliran musik slow yang menenangkan hati di sana. Tidak ada yang bisa menolong Sani kalau Jeremy lepas kendali.... “Kenapa kau kemari lagi, Jeremy.” Tanya Sani hati-hati, berusaha mundur dan tetap menjaga jarak, meskipun lelaki itu terus mencoba mendekatinya. “Kenapa?’ Jeremy tertawa, “Karena kau bodoh dan pendendam.” Suaranya meninggi lagi, “Kau membesar-besarkan masalah seolah-olah aku melakukan kesalahan yang sangat besar. Kau menolak memaafkanku dan mengusirku seolah aku ini sampah.” Jeremy tersenyum sinis, “Mungkin jangan-jangan kau dulu tidak mencintaiku, karena kalau orang yang mencintaiku, tidak akan mungkin dia tidak bisa memaafkanku.” Oh Astaga, lelaki ini sungguh tidak tahu malu. Membesar-besarkan masalah katanya? Perempuan mana di dunia ini yang bisa memaafkan kelakuan seperti itu dari tunangannya, di saat perkawinan mereka tinggal menghitung bulan? “Aku rasa lebih baik kau enyah dari kehidupanku Jeremy. Aku sudah sangat muak kepadamu, dan aku tidak mungkin mau kembali kepadamu.” Sani terpancing emosi sehingga nada penuh kebencian keluar dari suaranya. Hal itu memancing Jeremy, tatapan lelaki itu membara, dipenuhi oleh alkohol yang diminumnya. Dia tiba-tiba saja sudah melompat dan mencengkeram kedua lengan Sani dengan kasar hingga terasa menyakitkan. “Tidak mau kembali kepadaku?” Jeremy terkekeh, suaranya menakutkan dan aroma alkohol kembali menguar dari sana, membuat Sani ketakutan dan berusaha meronta dengan panik. Tetapi lelaki itu sangat kuat dan semakin Sani meronta, semakin kuat Jeremy mencengkeramnya, hingga terasa sakit. “Sakit! Jeremy, kau menyakitiku!” Sani mencoba meronta, mulai menjerit. 46 Santhy Agatha Tiba-tiba tubuh Jeremy tertarik dengan kasar ke belakang sehingga hampir terjengkang. Lengan yang menarik Jeremy itu lalu mendorong Jeremy dengan kasar hingga jatuh terbanting di trotoar. Sani langsung mengenali penyelamatnya, itu Azka. Lelaki itu mengenakan pakaian hitam-hitam sehingga membuat Sani tidak menyadari kapan lelaki itu datang dan mendekat. Tetapi bagaimanapun juga, dia menyukuri kehadiran Azka di saat yang tepat untuk menyelamatkannya. “Kau lagi.” Meskipun mabuk, Jeremy rupanya mengenali Azka dari insiden siang itu. “Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa selalu mengganggu urusanku dengan tunanganku?” Jeremy bangkit dari duduknya dan berdiri dengan posisi waspada, siap menyerang. “Mantan tunangan.” Azka bergumam tenang, tubuhnya lebih tinggi dan lebih kuat daripada Jeremy. Dan dia memegang sabuk hitam dalam ilmu bela diri, menghadapi Jeremy akan sangat mudah baginya. “Sebaiknya kau menyingkir dari sini dan tidak mengganggu Sani lagi, kalau tidak kau akan menghadapiku.” Jeremy membelalakkan matanya marah, sejenak tampak berpikir untuk menyerang Azka. Tetapi kemdian dia memilih mundur ketika melihat nyala membunuh di mata Azka. Dia akan kalah kalau menghadapi lelaki ini, entah kenapa dia tahu. Dengan lirikan sinis, dipandangnya Sani, “Ternyata kau begitu mudah melupakanku, baru beberapa lama kita berpisah dan kau sudah menemukan lelaki baru. Mungkin kau tidak sesuci apa yang kau tampilkan selama ini.” Setelah melemparkan tatapan merendahkan, Jeremy melangkah setengah terhuyung-huyung ke arah mobilnya. Azka memastikan Jeremy memasuki mobilnya dan pergi sebelum menyentuh pundak Sani hati-hati. Sani tampak tegang dan ketakutan meskipun perempuan itu berusaha tegar, “Kau tidak apa-apa?” tanyanya lembut. Sani baru merasakan seluruh tubuhnya gemetar ketika semua sudah berakhir, dia menatap Azka tak berdaya, “Aku You’ve Got Me From Hello 47 tidak apa-apa.” Jawabnya serak, tetapi kakinya tiba-tiba lemas sehingga Azka harus menopangnya, Lelaki itu merangkulnya dengan lembut tapi sopan. “Ayo kuantar kau ke atas.” Gumamnya tenang, menghela Sani memasuki lobi apartemen itu dan melangkah ke dalam lift. Di depan pintu kamarnya, barulah Sani menyadari kesalahannya. Dia tidak mungkin membiarkan Azka memasuki apartemennya, sekali lagi dia hampir bisa dikatakan tidak mengenal Azka dengan baik. Lelaki ini bisa saja psikopat yang mengincar perempuan-perempuan yang tinggal sendirian bukan? “Aku.. eh, terima kasih..” Sani bersandar pada pintu. Ia berusaha bersikap sopan dan melepaskan diri dari pegangan Azka di pinggangnya. Azka mengangkat alis melihatnya, “Kau lemas dan gemetar." Gumamnya tenang, “Aku akan mengantarmu masuk.” “Tidak!” Sani hampir berteriak dan merasa malu ketika Azka menatapnya seolah dia sedang kerasukan, “Aku.. aku bisa masuk sendiri, terima kasih.” Dia mencari-cari kartu kunci pintunya di dalam tas, tetapi tidak bisa menemukannya. Dengan panik dia mengaduk-aduk tasnya. Dan tetap tidak menemukannya. Azka masih menunggu di situ, menatap kepanikannya dengan tenang dan tanpa kata-kata. Lama kemudian Sani mencari dan kemudian dia mengangkat kepalanya dengan panik, “Kuncinya tidak ada.” Gumamnya lemah dan ingin menangis, “Mungkin.. mungkin ketinggalan di rumah temanku...” airmata mulai membuat matanya terasa panas. Sebenarnya ini bukan masalah yang pelik, Sani tinggal menghubungi keamanan atau resepsionis di bawah untuk meminta kartu cadangan dan dia akan bisa membuka pintunya. Sani hanya perlu alasan untuk menangis, perlakuan kasar dan merendahkan Jeremy kepadanya tadi sangat melukai hatinya. Dan meskipun di depan dia berusaha tampil tegar, dia masih merasakan luka dan perih itu. 48 Santhy Agatha Tanpa kata, Azka meraih kepalanya dan meletakkannya di dadanya, “Shh.... menangislah.” Bisiknya lembut dan seketika itu juga benteng pertahanan diri Sani bobol. Dia menangis sekuatnya, untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Menumpahkan kepedihannya, menumpahkan kemarahan dan kebenciannya kepada semua hal yang terjadi antara dirinya dan Jeremy. Dia menumpahkan semuanya di dada Azka, lelaki yang bahkan baru dikenalnya beberapa waktu lalu. Dengan tenang Azka mengusap rambutnya, setelah merasa Sani sedikit tenang, dia menjauhkan pundak Sani dari pelukannya dan berbisik lembut, “Sini tasmu, sepertinya kau terlalu panik ketika mencarinya tadi.” Dengan patuh Sani menyerahkan tasnya, Azka mencarinya dengan hati-hati. Dan dalam sekejap dia menemukan kartu kunci itu, terselip di bagian paling bawah tasnya. Azka menggenggamkan kartu kunci itu ke dalam jemari Sani, dan tersenyum lembut, “Masuklah dan beristirahatlah.” Bisiknya pelan. Sani mengusap airmatanya dan menatap Azka dengan sendu. “Terima kasih.” Bisiknya serak. Tanpa diduga, Azka menarik Sani kembali ke pelukannya, lalu mengecup dahinya lembut, “Sama-sama.” Lalu lelaki itu membalikkan tubuhnya, meninggalkan Sani tanpa kata-kata. You’ve Got Me From Hello 49 “Kau sudah menggenggam hatiku sejak sapaan pertamamu. Dan sekarang giliranku yang akan mencuri hatimu.” 5 Pagi harinya Sani masih tertidur dan meringkuk di atas ranjangnya ketika suara interkom pintunya berbunyi. Sani mengernyit, meraih jam beker di sebelah ranjangnya. Masih jam enam pagi. Siapa yang berkunjung sepagi ini? Dengan susah payah Sani turun dari ranjang, matanya pasti bengkak karena dia menangis semalaman sampai ketiduran, dan kepalanya pening karenannya. Dia memijit tombol interkom yang berhubungan langsung dengan resepsionis di depan. “Ya?” gumamnya dengan suara yang masih serak. “Nona Sani, ada tamu untuk anda.” Sani langsung waspada, apakah Jeremy masih belum menyerah juga? “Siapa?” “Tuan Azka meminta akses untuk naik dan menemui anda.” Jantung Sani langsung berdebar, teringat akan kecupan lembut di dahinya malam itu. Kenapa Azka datang menemuinya pagi ini? “Nona Sani?” resepsionis di bawah memanggilnya lagi karena dia terdiam lama. “Eh iya. Iya, perbolehkan beliau naik.” Setelah mematikan interkom, dalam sekejap Sani melompat ke kamar mandi, menggosok gigi, dan mencuci mukanya. Dia mengernyitkan kening ketika menatap wajahnya di cermin, ada lingkaran hitam di matanya, bengkak seperti panda. Rasanya malu menemui Azka dengan penampilan 50 Santhy Agatha seperti ini, tetapi mau bagaimana lagi. Kedatangan Azka sama sekali tidak diduganya. Dia selesai mengganti baju tidurnya dengan kaos longgar dan celana jeans yang nyaman ketika bel pintu apartemennya berbunyi. Dengan gugup Sani membuka pintu itu. Azka berdiri di sana, tampak luar biasa tampan dengan kemeja warna hitam dan celana jeans abu-abu. Lelaki itu membawa kantong plastik di tangannya. Dan tiba-tiba saja Sani merasa malu ketika membayangkan penampilannya yang berantakan ini dihadapkan dengan penampilan Azka yang begitu sempurna. “Selamat pagi.” Azka menyapa dengan lembut. Sani sejenak hanya terpaku, terpesona dengan senyum itu, “Se...selamat pagi juga.” “Aku membawakan sarapan.” Azka menunjukkan plastik di tangannya, “Boleh aku masuk.” Saat itulah Sani sadar bahwa dia hanya berdiri terpaku sambil menatap Azka. Dia langsung memundurkan langkahnya, memberi jalan bagi Azka untuk melangkah masuk. Lelaki itu tampak nyaman, tidak canggung sama sekali ketika memasuki apartemen Sani, “Di mana aku meletakkan makanan ini? Kau punya meja makan?” Apartemen Sani adalah apartemen model kecil dan sederhana, dengan ruang tamu, menyambung ke dapur yang menyatu dengan meja makan kecil, satu kamar mandi, dan satu kamar tidur di ujung ruangan. Azka hanya tinggal berjalan sedikit untuk menuju dapur. “Di sebelah sana ada meja makan, tapi mungkin lebih baik kita duduk di sini saja.” Sani yang merasa canggung di sini, tidak pernah sebelumnya dia berduaan dengan seorang lelaki apalagi di dalam apartemen yang cukup privat. “Aku meminta Albert untuk menyiapkan makanan kita.” Azka meringis, “Omelet dan sup dari cafe, juga cokelat panas andalan kami. Ada untungnya juga menjadi pemilik cafe.” Azka You’ve Got Me From Hello 51 lalu duduk di sofa itu sementara Sani berdiri canggung di dekat pintu, membuat Azka mengerutkan keningnya, “Sini, icipilah omelet buatan kokiku, ini menu andalan cafe untuk sarapan. Oh ya ambilkan piring ya.” Sani ke dapur menurut seperti kerbau yang dicucuk hidungnya mengambil piring dan sendok, lalu melangkah pelan, dan akhirnya duduk di sofa samping Azka. Lelaki itu membuka kantong-kantong kertas makanannya, dan memindahkan omelet yang beraroma sangat harum itu ke dalam piring. Sani hampir meneteskan air liur mencium aroma yang sangat enak itu. Azka lalu menyerahkan piring itu ke tangan Sani. “Cicipilah.” Azka menatapnya sambil tersenyum, seolah-olah menyadari ekspresi lapar Sani dan kemudian merasa geli. Sani menerima piring itu dan membelah gulungan omelet yang tampak begitu lembut. Begitu dibelah isian keju yang masih panas bersama sayuran yang dicacah meleleh keluar, menebarkan aroma yang makin harum. Sani menyendok omelet itu dan memejamkan matanya merasakan kenikmatan yang begitu gurih meleleh di mulutnya. Oh astaga, makanan ini enak sekali. Ketika dia membuka mata dia menyadari bahwa Azka mengamatinya, pipinya langsung memerah membuat Azka terkekeh. “Enak ya.” Sambil mengambil suapan kedua, Sani mengangguk. “Percayakah kau kalau kubilang aku yang memasaknya?” Sani ternganga, “Kau bilang kokimu yang memasaknya.” “Kalau dari awal kubilang aku yang memasaknya, mungkin kau tidak mau memakannya.” Azka tertawa, suaranya terdengar menyenangkan memenuhi ruangan. “Jadi kau bisa memasak?” Omelet itu meskipun sederhana terasa begitu nikmat, kelembutan dan rasanya seolah semua sudah diukur dengan ahli. 52 Santhy Agatha Azka tampak merenung ketika menjawab pertanyaan Sani, “Impianku adalah menjadi seorang koki profesional. Aku sempat bersekolah di Prancis menjalani impianku untuk menjadi seorang koki. Tetapi kemudian aku dipanggil pulang.” “Kenapa?” “Karena ayahku meninggal, dialah yang selama ini mengendalikan perusahaan kami. Dan Keenan... kau sudah bertemu dengan Keenan kan?” Azka menatap Sani tajam, mengamati ekspresinya. Dia menatap Sani mengangguk dengan ekspresi biasa, dan hatinya lega, tidak ada sesuatu yang istimewa yang dirasakan oleh Sani ketika membicarakan tentang Keenan. Dia lalu melanjutkan, “Keenan tidak bisa diandalkan karena hasratnya adalah di bidang seni, dan karena itulah dia tidak mau mengambil alih tanggung jawab perusahaan yang ditinggalkan ayah kami. Seseorang harus bertanggung jawab.” “Jadi kaulah yang mengambil tanggung jawab itu?” “Ya.” Azka tersenyum sedih, “Kutinggalkan impianku di Prancis, dan aku pulang untuk menjadi seorang bisnisman.” “Bukankah kau diwarisi cafe itu? Seharusnya kau bisa mengembangkan impianmu sebagai koki di sana.” Sani mengamatinya dengan lugu hingga Azka tersenyum. Sani tidak tahu bahwa perusahaan ayahnya menyangkut jaringan luas di beberapa kota besar, di bidang kuliner dan perhotelan, dan beberapa resor besar adalah milik perusahaan ayahnya. Sani mungkin berpikir bahwa bisnisnya hanyalah cafe itu, dan mungkin sebaiknya Sani tetap berpikir begitu. Azka tidak mau membuat Sani menjauh dan kaku ketika menyadari bahwa dia adalah seorang miliarder. “Perusahaan ayahku mencakup cafe itu dan beberapa hal lain.” Jelas Azka berusaha menyederhanakan semuanya, “Dan beberapa hal lain itu membuatku tidak bisa bekerja sebagai koki.” “Oh.” Sani tampak termangu, lalu menatap Azka dengan penuh rasa ingin tahu, “Apakah kau bahagia?” “Apa?” You’ve Got Me From Hello 53 “Kau memilih meninggalkan impianmu dan memilih memikul tanggung jawab, apakah kau bahagia?” Apakah dia bahagia? Pertanyaan itulah yang sering dia tanyakan berulang-ulang kepada dirinya sendiri. Dan dia tahu pasti jawabannya, hatinya terasa kosong. Sama seperti ketika dia memilih untuk memikul tanggung jawab terhadap Celina. Hatinya terasa hampa. “Aku merasa tenang.” Azka tersenyum pahit menjawab pertanyaan Sani, “Tetapi, apakah aku bahagia? ...Tidak... aku tidak bahagia. Kadang aku ingin bertindak egois, seperti Keenan memilih mengejar impiannya dan tidak peduli pada yang lain. Jauh di dalam hatinya dia pasti menemukan kebahagiaan sejati.” Azka tersenyum lembut, “Mungkin aku memang tidak diciptakan untuk menikmati itu.” Azka tampak begitu murung, begitu gelap, dan begitu kesepian. Hingga entah kenapa hati Sani merasakan kepedihan. Tanpa dapat ditahannya dia menyentuhkan jemarinya di lengan Azka, membuat lelaki itu terbangun dari lamunan murungnya dan menoleh menatap Sani, “Kau memilih melakukan apa yang menurutmu benar.” Sani bergumam lembut, “Setiap orang berbeda-beda, ada yang bisa melepaskan tanggung jawabnya begitu saja, tetapi kau tidak bisa melakukannya. Kau terlalu bertanggungjawab untuk melakukannya.” Azka tersenyum, “Ya. Terkadang melelahkan menjadi orang yang bertanggungjawab.” Lelaki itu lalu menatap Sani dengan hangat, “Aku iri kepadamu.” Gumamnya. “Kenapa?” “Karena kau bisa melakukan apa yang menjadi hasratku.” “Menjadi hasratmu?” “Menulis.” Azka tersenyum, “Kau hidup dari menulis. Dan aku yakin menulis adalah hasratmu, hobimu.” 54 Santhy Agatha Sani tertawa, “Menulis adalah hobiku. Aku menulis sejak lama. Kalau kau mau tahu, di dalam benakku itu penuh dengan fantasi dari berbagai tokoh dan kisah.” “Kisah romantis?” “Iya.” Azka tertawa, “Pantas kau begitu kesulitan menulis akhir-akhir ini,” Matanya melembut, “Karena masalahmu dengan Jeremy?” “Ya. Penerbit dan editorku sudah mengejar-ngejarku karena aku jalan di tempat akhir-akhir ini. Aku kehilangan hasrat dan kemampuan untuk menulis kisah romantis. Ketika semua tulisanku jadi, mereka bilang tidak ada roh dalam tulisanku, tidak seperti yang dulu.” Tatapan Azka berubah redup, “Mungkin kau hanya perlu mengalami pengalaman romantis lagi untuk bisa mendapatkan kemampuan menulismu.” Jemarinya yang ramping menyentuh pipi Sani dengan lembut, lalu tanpa diduga-duga lelaki itu menunduk dan menciumnya. Bibir Azka terasa lembut menempel di bibirnya, semula begitu hati-hati dan lembut, memberi kesempatan kepada Sani untuk menolak. Kemudian ketika tidak menemukan penolakan apapun dari Sani, Azka melumat bibir Sani dengan lebih berani, mencicipi kemanisan bibir itu dan mencecapnya dengan penuh perasaan. Mata Sani terpejam menghirup aroma maskulin yang begitu menggoda dan melingkupinya. Mereka berciuman cukup lama, saling menikmati, dan mengenali satu sama lain. Dan ketika bibir mereka berpisah, napas mereka terengah, hidung dan bibir mereka masih menempel dan mata mereka bertatapan dengan redup. Azka mencium bibirnya sekali lagi dengan kecupan lembut sebelum kemudian menjauhkan kepalanya dan tersenyum, “Maafkan aku karena melakukannya.” Sani langsung memundurkan tubuhnya menjauh, tanpa sadar mereka sudah berpelukan dekat sekali. Pipinya merah padam, dan jantungnya berdebar keras, merasakan perasaan yang tidak pernah dirasakannya. You’ve Got Me From Hello 55 Malu, bingung, dan semua perasaannya bercampur menjadi satu. Dan dia tidak tahu harus berkata apa. “Aku juga minta maaf.” Sani akhirnya berhasil mengeluarkan kata-kata meskipun terdengar serak dan tercekat, “Sepertinya aku terbawa suasana...” Azka menghela napas panjang, menyentuh pipi Sani dengan lembut, “Aku tidak bermaksud untuk merendahkanmu atau apa. Ini semua terjadi begitu saja.” Sani menghela napas panjang, “Mungkin kau harus pergi.” “Baiklah.” Azka tersenyum penuh pengertian, “Aku tahu kau mungkin membutuhkan waktu sendiri.” Lelaki itu lalu bangkit dari duduknya dan melangkah ke pintu, “Aku pergi dulu, habiskan makanannya ya.” ??? Sani memeluk bantal dan merenung, menatap ke jendela kaca luar yang memantulkan pemandangan langit yang biru. Merenungkan kejadian tadi. Selama ini dia selalu membawa prinsipnya dengan ketat, tetapi ketika bersama Azka seakan dia menabrak semua hal yang diyakininya. Dia tidak pernah memasukkan laki-laki ke dalam tempat pribadinya, dia tidak pernah membiarkan dirinya disentuh dengan begitu mesra, dan membiarkan dirinya dicium. Padahal tidak ada ikatan apapun di antara mereka. Dengan sedih Sani menyentuh bibirnya. Apakah karena patah hati dia berubah menjadi perempuan murahan? Perempuan murahan yang membiarkan dirinya disentuh oleh seorang laki-laki tanpa ikatan? Dengan kesal Sani melempar bantal itu ke lantai, mendesah keras. Tidak. Ini bukan dirinya, perasaannya kepada Azka tidak dapat dideskripsikan dengan nalar. Sani tidak pernah begini sebelumnya, bahkan dengan Jeremy sekalipun. ??? Dengan dingin Azka mengamati berkas laporan di depannya, itu adalah report lengkap dari pegawainya di kota 56 Santhy Agatha asal Sani tentang kehidupan Sani dan juga Jeremy. Dia sedang berada di kantor pusat perusahaannya, di lantai paling atas di gedung paling mewah dalam kawasan resor paling elit di kota itu. Azka berpakaian seperti penampilannya yang biasa ketika bekerja. Rambut disisir ke belakang dan setelan tiga potong berwarna hitam dengan dasi kelabu. Penampilannya secara keseluruhan tampak dingin dan kaku, sangat berbeda dengan penampilan informalnya ketika sedang berada di cafe ataupun di depan Sani. Azka membaca semuanya dengan cepat, dan langsung mendapatkan semua informasi, tentang ayah dan ibu Sani, tentang keluarganya, sekolahnya, dan kehidupan masa kecilnya. Dan dia menyimpan dalam ingatannya yang jenius. Ya, Azka memang memiliki kelebihan khusus dalam hal kemampuan otak. Keenan dilahirkan dengan bakat seni yang luar biasa, sedangkan Azka dengan kemampuan otak yang di atas rata-rata. Setelah itu Azka mengambil berkas tentang Jeremy, setelah mencermatinya sejenak, dia menemukan sesuatu. “Jeremy bekerja di salah satu anak cabang kita.” Gumamnya, yang disambut dengan anggukan pegawainya. “Minta sekretarisku menghubungi GM kita di sana, bilang aku ingin pertemuan darurat.” ??? Keesokan harinya hanya dalam waktu satu hari setelah Azka memberi perintah, GM itu datang menghadapnya. Dia dibawa langsung ke ruangan Azka. Pemilik perusahaan misterius yang jarang sekali terlihat, tetapi keputusan bisnisnya yang jeniuslah yang telah menggerakkan seluruh jaringan perusahaan ini sehingga bisa menjadi semakin maju. Bahkan berkali lipat lebih maju daripada ketika perusahaan ini dipimpin oleh almarhum ayahnya. Dia dipanggil untuk sebuah meeting penting yang tidak tahu mengenai apa, dan diharapkan bisa datang secepat mungkin. Hari itu masih pagi ketika GM itu memasuki ruangan besar pimpinan tertinggi sekaligus pemilik perusahaan dan You’ve Got Me From Hello 57 mengernyit ketika melihat ruangan itu kosong. Hanya ada dirinya dan sang pemilik perusahaan di sana. Bagaimana mungkin? Karena begitu urgentnya status panggilannya, dia menyangka bahwa rapat darurat yang dimaksudkan adalah rapat yang dihadiri seluruh pimpinan cabang. Azka yang duduk di kursinya tersenyum melihat kebingungan sang GM. “Silahkan duduk.” Azka menunggu sampai GM itu duduk dan memulai percakapan, “Anda pasti bingung kenapa anda dipanggil kemari sendirian.” GM itu mengangguk dan mulai tampak gugup, membuat Azka tersenyum geli dalam hati. Dia mengeluarkan berkas tentang Jeremy di mejanya. “Orang ini ....” Azka menunjukkan foto Jeremy yang tampak jelas, “Bekerja di perusahaan kita.” GM itu menganggukkan kepalanya. Tentu saja dia mengenali wajah itu, itu adalah Jeremy, Manager Pemasaran mereka. “Dia adalah Manager Pemasaran untuk cabang yang saya pegang,” GM itu memberikan informasi meskipun yakin bahwa sang pemilik perusahaan sudah tahu. “Aku merasa terganggu dengan orang ini,” gumam Azka dingin. “Bisa dikatakan dia mengusik ketenangan orang yang aku sayangi.” GM itu mengernyit. Jeremy melakukannya? Pasti lelaki itu melakukannya karena tidak tahu bahwa Azka adalah pemilik perusahaan mereka. Kalau sudah begini dia tidak akan bisa apa-apa untuk membantu Jeremy. “Anda ingin saya memecatnya?” gumamnya, mencoba menebak apa keinginan Azka yang saat ini memandangnya dengan tatapan kelam dan misterius. Azka menggelengkan kepala, “Tidak. Aku hanya ingin dia tersingkir jauh dan tidak bisa menjangkau ke dekat-dekat sini.” Matanya bersinar tajam, “Bilang padanya bahwa dia berprestasi, lakukan apapun untuk meyakinkannya, kau mendapatkan izinku. Setelah itu berikan dia promosi tetapi tempatkan dia ke anak cabang kita yang paling jauh dari sini.” 58 Santhy Agatha Azka nampak berpikir, “Cari tempat di mana dia sulit untuk sering-sering berkunjung ke area sekitar sini.” GM itu hanya bisa menganggukkan kepalanya. Gosip itu ternyata benar. Mereka bilang bahwa pemilik perusahaan mereka yang misterius sangat tampan tetapi kejam. Betapa tidak beruntungnya orang-orang yang berani mengusiknya. Karena lelaki itu tidak segan-segan memberikan pembalasan yang lebih menyakitkan. Seperti halnya pada kasus Jeremy, Azka rupanya tak segan-segan memberikan kedok promosi hanya agar Jeremy menyingkir dari kehidupannya dan Sani. ??? Sani sedang mengetikkan adegan romantis di tengah hujan, jemarinya mengalir lumayan lancar untuk mengetik kisah itu. Mungkin karena didukung suasana hujan di luar yang membuat kamarnya temaram dan syahdu. Lalu ponselnya berkedip-kedip. Sani tersenyum ketika melihat nama ibunya di sana. “Kau pasti tidak akan percaya.” Gumam ibunya bahkan sebelum Sani mengucapkan salam. “Tidak percaya apa?” “Jeremy.” Ibunya menyebutkan nama Jeremy dengan hati-hati, “Dia tadi kemari, untuk berpamitan.” “Berpamitan?” “Ya. Dia bilang dia mendapatkan promosi yang sangat bagus di tempatnya bekerja, jabatannya naik tiga tingkat. Tetapi dia harus pindah ke tempat yang jauh.” Sang ibu menyebutkan tempat yang sangat jauh dari tempat mereka sekarang, “Kasihan dia, Sani. Ibu memang jengkel kepadanya, tetapi dia, meskipun mendapatkan promosi yang harusnya membahagiakan, dia tampak kurus dan sedih.... mungkin itu semua karena dirimu.” “Itu karena salahnya sendiri dan dia yang harus menanggungnya.” Sani mencoba bersikap kejam. Dia harus begitu, kalau tidak kelemahannya akan dimanfaatkan oleh Jeremy lagi. You’ve Got Me From Hello 59 Setelah bercakap-cakap dengan ibunya di telepon sejenak, Sani mengakhiri percakapan dan menutup telepon, tiba-tiba merasakan kelegaan yang luar biasa. Jeremy sudah pindah ke tempat yang jauh, itu berarti Jeremy tidak akan bisa mengganggunya lagi. Sekarang dia bisa fokus untuk menyembuhkan dirinya, dan menata kehidupannya yang baru. ??? Malam itu Sani menatap cafe itu dengan ragu. Sejak kejadian ciuman tak disengaja itu, Sani tidak pernah datang ke cafe itu lagi. Dia takut. Ya, kedekatannya dengan Azka yang begitu cepat ternyata membuatnya ketakutan dan lari. Mungkin karena dia belum siap membuka hatinya untuk lelaki lain, mungkin juga karena dia masih belum sembuh dari prasangkanya bahwa semua lelaki itu sama, hannya akan menyakitinya. Tetapi malam itu Sani berusaha memberanikan diri, dia harus bisa menghadapi Azka, dan menelaah perasaannya. Mencoba mencari tahu kenapa lelaki itu sangat sulit dikeluarkan dari benaknya. 60 Santhy Agatha “Janji yang tidak sepenuh hati diucapkan, sebaiknya langsung dibatalkan.” 6 Celia menunggu dengan cemas, Azka memang selalu terlambat datang tetapi dia tidak pernah mengingkari janjinya. Kedua orang tuanya baru datang dari Paris, dan ini adalah kali pertama mereka akan berkumpul untuk membicarakan persiapan pernikahan mewah dan besar mereka yang rencananya akan dilaksanakan delapan bulan lagi. Dia sudah berdandan secantik mungkin dan mulai gelisah karena ini sudah terlambat hampir satu jam dari waktu yang dijanjikan, tetapi tidak ada kabar dari Azka. Celia duduk di dekat jendela, menanti dengan cemas. Lalu ketika mobil warna merah menyala itu memasuki gerbang rumah, hampir saja Celia terlonjak bahagia dari duduknya, lupa kalau dia sedang berpura-pura lumpuh. Tidak ada yang tahu selain keluarganya, pelayan kepercayaan mereka di rumah ini, dan dokter pribadi mereka bahwa Celia sebenarnya sudah sembuh jauh di waktu lalu. Dia sudah bisa berjalan normal seperti biasanya. Diagnosa dokter waktu itu ternyata salah, dan kaki Celia tidak apa-apa. Tetapi kemudian dia memohon kepada kedua orangtuanya dan dokter mereka untuk merahasiakannya dan membiarkan Azka tidak tahu. Kepada mereka diceritakannya betapa takutnya dia kehilangan Azka kalau sampai Azka tahu bahwa dia baik-baik saja. Yang dimilikinya dari Azka hanyalah rasa tanggung jawab lelaki itu kepadanya, dan itu semua karena kakinya yang lumpuh. Kalau kakinya sudah tidak lumpuh lagi, maka tidak akan ada sesuatupun yang bisa mengikatkan Azka kepadanya. Lelaki itu sudah pasti akan meninggalkannya.Celia rela duduk di kursi roda terus sampai dia bisa mengikat Azka di pernikahan. Setelah mereka terikat secara resmi dan dia sah memiliki Azka, You’ve Got Me From Hello 61 dia sudah merencanakan untuk berpura-pura sembuh secara bertahap dan kemudian kembali normal. Azka tidak akan pernah curiga. Dia sudah begitu lama berpura-pura lumpuh sehingga tampak sangat meyakinkan. Diliriknya Azka yang baru turun dari mobil dan hatinya berbunga-bunga melihat ketampanan lelaki itu. Lelaki itu akan menjadi suaminya, akan dimilikinya sebentar lagi. Dia hanya harus bersabar. Azka melangkah mendekati tangga rumah itu dengan ekspresi lelah. Hari ini banyak sekali yang harus dikerjakannya, dan yang dia inginkan hanya datang ke Garden Café. Menanti kedatangan Sani, yang tak kunjung datang lagi setelah peristiwa ciuman itu. Azka tak henti-hentinya mengutuk dirinya sendiri karena tidak bisa menahan dirinya untuk mencium Sani. Dialah yang membuat Sani menghindarinya seperti sekarang ini. Dan sekarang dia tidak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa dilakukannya hanyalah menunggu, dan ternyata menunggu itu tidak enak, sama sekali tidak enak. Kemudian karena sibuk dengan pekerjaan dan pikirannya tentang Sani, Azka hampir saja melupakan janji temunya dengan kedua orang tua Celia yang baru pulang dari Paris. Dia mungkin saja benar-benar lupa dan tidak akan datang kalau dia tadi tidak melirik tanpa sengaja ke arah ponselnya yang tergeletak begitu saja di kursi penumpang di sebelahnya, dan menyadari bahwa ponselnya itu berkedip-kedip oleh karena puluhan pesan dari Celia. Kursi roda Celia muncul di pintu dan perempuan itu menyambutnya dalam senyum bahagia dan khawatir. “Kau tidak membalas pesanku.” Gumam Celia cemas, memeluk Azka ketika lelaki itu mendekat dan setengah menunduk mengecup dahinya, “Aku takut kau kenapa-kenapa.” “Maaf aku terlambat, urusan pekerjaan.” Gumam Azka datar, “Di mana orang tuamu?” Azka menyiapkan hatinya untuk malam itu, karena dia harus membicarakan persiapan pernikahan. Persiapan pernikahan yang bahkan tidak setitikpun ingin dilakukannya. 62 Santhy Agatha ??? Ketika Sani memasuki cafe itu kembali, pandangannya langsung memutar ke sekeliling, bahkan Albert yang biasanya menyapanya dengan ramah tidak ada. Kemana pelayan setengah baya yang sangat ramah itu? Yang lebih membuatnya kecewa, sama sekali tidak ada tanda-tanda keberadaan Azka di sana. Sani melangkah gontai ketika melangkah ke tempatnya yang biasanya. Seorang pelayan mendekatinya dan memberikan menunya, “Di mana Albert?’ Sani bertanya sambil lalu kepada pelayan itu. Pelayan itu melirik ke atas lantai dua, “Tuan Albert sedang tidak enak badan. Beliau beristirahat di kamar atas. Tetapi beliau bilang akan turun sebentar lagi.” Pelayan itu melirik jam tanganya. “Tuan?” Sani tidak bisa menahan diri untuk berkomentar mengenai cara pelayan itu memanggil Albert, bukankah mereka sama-sama pelayan? Tetapi kenapa cara pelayan itu memanggil Albert dengan kata ‘tuan’ dan ‘beliau’ tampak begitu hormat. Pelayan itu menatap Sani dan tersenyum, “Anda tidak tahu? Tuan Albert bukanlah pelayan di cafe ini, setidaknya bukan itu jabatannya. Dia bisa dibilang adalah penanggung jawab cafe ini, Tuan Azka memberikan cafe ini kepadanya, sebagai orang kepercayaan tuan Azka. Tetapi beliau memilih berperan sebagai pelayan.” Setelah pelayan itu pergi, Sani masih mengerutkan keningnya, pelayan itu bilang kalau Azka memberikan cafe ini kepada Albert? Selama ini Sani berpikir bahwa cafe ini adalah warisan paling besar dari ayah Azka. Azka sendiri bilang bahwa dia mengelola cafe ini dan lain-lain yang Sani kira adalah bisnis sampingan yang tidak sebesar cafe ini. Tetapi pelayan tadi mengatakan bahwa Azka memberikan cafe ini kepada Albert seolah itu sesuatu yang tidak penting? Apakah yang dimaksud dengan ‘dan lain-lain’ oleh Azka adalah sesuatu yang lebih besar? You’ve Got Me From Hello 63 “Kali ini tidak pakai anggur?” Sani terlompat dengan kaget dari kursinya, jantungnya berdebar dan dia menoleh ke belakang, tampak Albert di sana. Lelaki itu tampak pucat dan lelah tidak seceria biasanya. “Aku belum memesan anggur.” Sani tersenyum lembut kepada lelaki setengah baya itu, “Tetapi sepertinya itu menarik.” Albert menganggukkan kepalanya ramah, lalu memberikan isyarat kepada pelayan di bar untuk membawakan minuman pesanan Sani yang biasa. Anggur itupun datang, dalam gelas bening yang berkilauan, menguarkan aroma harum yang manis dan menyenangkan, “Tahukah anda kalau anggur ini seperti laki-laki?” gumam Albert setengah tersenyum. Sani mendongakkan kepalanya dan menatap Albert bingung, “Seperti laki-laki?” “Ya. Mereka berwarna merah dan pekat diluar, menguarkan aroma khas yang mengancam. Seakan memperingatkan siapapun yang berani mendekat. Ketika anda meminumnya asal-asalan anda tidak akan bisa memahami cita rasanya, yang terasa hanya alkohol dan rasa pahit. Tetapi kalau anda bisa menyesuaikan antara aroma dan cara mencicipi yang nikmat, anda akan bisa menemukan intisari yang berpadu, rasa yang manis dan aroma yang menggoda. Itu sama dengan laki-laki, di luar begitu mengancam tetapi ketika anda bisa menanganinya dengan benar, dia akan memberikan yang terbaik untuk anda.” Sani meresapi kata-kata Albert dan menemukan kebenaran di dalamnya. Filosofi lelaki dan anggur merah. Sungguh menarik. “Kurasa aku bisa menggunakannya untuk novelku.” Gumamnya ceria, membuat Albert terkekeh, “Saya akan sangat tersanjung.” Lelaki itu berdiri dan berpamitan, membuat Sani menyesal karena dia tidak punya keberanian untuk menanyakan keberadaan Azka. 64 Santhy Agatha ??? “Terima kasih Azka.” Celia menggenggam kedua jemari Azka dengan penuh sayang, lelaki itu duduk di depannya dan tampak kaku. Celia berusaha mencairkan suasana dengan kelembutannya. Biasanya Azka akan melembut juga kalau dia sudah bersikap rapuh. Tetapi entah kenapa malam ini benak kekasihnya ini seolah-olah tidak ada di sana, menerawang entah kemana. “Apakah kau baik-baik saja?” tanya Celia lagi mencoba memecah keheningan ketika Azka hanya diam saja, “Kau tampak tidak bahagia..” Azka memandang Celia dengan tatapan tidak terbaca, “Kau bicara apa, tentu saja aku bahagia.” Bibirnya tersenyum, tetapi senyum itu jelas-jelas tidak sampai ke matanya. “Aku memang tahu betapa beruntungnya aku bisa memilikimu.” Celia menundukkan kepalanya sedih, “Dengan kondisiku yang sekarang, sebenarnya aku tidak pantas untukmu. Apalagi kejadian di masa lalu itu, aku sungguh malu kalau mengingatnya.” Jemari lentik Celia yang indah menutup wajahnya, airmatanya mengalir deras, “Mungkin seharusnya aku mati saja di kecelakaan itu.” “Sttt.” Azka menyentuh jemari Celia yang sedang menutup mukanya, dan menariknya dengan lembut ke dalam genggamannya, “Jangan berkata seperti itu, aku sudah berjanji akan bertanggung jawab atas dirimu bukan? Aku akan menjagamu, Celia seperti janjiku.” Celia menatap Azka dengan matanya yang basah, “Apakah kau mencintaiku, Azka? Sedalam aku mencintaimu?” Kalimat itu tak sampai untuk keluar dari bibir Azka, dia hanya menganggukkan kepalanya dan berucap, “Ya Celia.” Dan menyadari betapa beratnya mengatakan ‘aku cinta kepadamu’ kepada seseorang yang tidak kau cintai. ??? Sani berhasil menyelesaikan bab klimaks itu dengan gemilang, tokoh utamanya akhirnya menyadari kesalahannya You’ve Got Me From Hello 65 dan mengejar pasangannya. Mereka pada akhirnya berhasil menyelesaikan kesalahpahaman mereka... Dia memundurkan tubuhnya di kursi yang nyaman itu dan membaca ulang tulisannya lembar demi lembar sambil lalu. Kesha pasti akan sangat senang kalau mengetahui dia berhasil menyelesaikan bab klimaks ini. Semula sangat sulit menulis bab klimaks ini, karena setelah pertengkaran, sesuai draft akan ada permaafan, sesuatu yang tidak pernah bisa dilakukan Sani terhadap Jeremy. “Dan akhirnya kau muncul di sini.” Suara maskulin yang dalam itu menyapanya. Suara yang membuat jantung Sani langsung berpacu dengan kencang, dia menoleh dan sosok yang dibayangkannya berdiri di sana. Lelaki itu tampak lelah, dengan jas resmi yang sudah dilepas dan disampirkan di pundaknya. Dasi yang sudah terlepas sepenuhnya dan kancing kemeja atasnya yang dibuka. “Hai.” Gumam Sani, tiba-tiba merasa malu ketika ingatan akan ciuman mereka malam itu menyeruak di benaknya. Azka tampaknya memahami, lelaki itu mengangkat sebelah alisnya lembut, “Dari kejauhan kau tampaknya senang. Apakah kau berhasil menyelesaikan tulisanmu?” Sani mengangguk, “Bab yang paling sulit sudah kulalui, besok tinggal membereskan semuanya.” “Kita harus merayakannya.” Azka terkekeh, penampilannya yang formal dan sedikit berbeda dengan biasaya tampak melembut ketika dia tertawa, “Tunggu sebentar ya aku mandi dulu, aku akan segera menyusulmu kembali.” Ketika Azka pergi, Sani membaca ulang kisah yang baru saja ditulisnya. Sudah jelas tokoh wanita dalam novel buatannya tergila-gila kepada sang tokoh lelaki, dia digambarkan selalu berbunga-bunga ketika tokoh lelaki itu ada di benaknya. Berbunga-bunga? 66 Santhy Agatha Sani tiba-tiba menyadari sesuatu, selama ini dia selalu menuliskan deskripsi perasaan dalam bentuk tulisan dengan lancar. Tetapi ketika menelaah perasaannya sendiri dia benar-benar kebingungan. Apakah dia sedang merasakan berbunga-bunga ketika bersama Azka? Sani menggelengkan kepalanya. Bagaimana mungkin sebuah perasaan begitu kuat muncul kepada seseorang yang tidak begitu kita kenal? Azka turun lagi hampir dua puluh menit kemudian. Rambutnya basah dan dia mengenakan baju santai, celana jeans, dan kaos berkerah yang semakin menonjolkan bentuk tubuhnya yang bagus, Seolah sudah biasa, lelaki itu langsung mengambil tempat duduk di seberang Sani. Dia memberi isyarat kepada pelayan untuk membawakannya minuman. Dalam waktu singkat, pelayan itu meletakkan secangkir kopi hitam pekat di depan mereka berdua, “Di mana Albert?” Azka mengernyit, biasanya dia melihat Albert dimana-mana, lelaki itu sangat bahagia jika bisa berada di lingkungan operasional cafe dan berhubungan dengan para pelanggan. Sangat bertolak belakang dengan dirinya yang memilih menggerakkan segala sesuatunya di balik layar, melindungi dirinya dengan menampilkan kesan misterius. “Tuan Albert beristirahat di atas, tuan. Tadi beliau sempat turun sebentar, tetapi kemudian mengeluh pusing lagi dan ingin beristirahat.’ Albert? Pusing? Azka mengernyitkan keningnya. Meskipun sudah setengah baya, Albert selalu penuh vitalitas dan Azkalah yang paling tahu betapa jarangnya Albert sakit. Mungkin kali ini Albert benar-benar sakit, Azka mendesah dalam hati, memberi isyarat kepada pelayan itu untuk menjauh. Suasana cafe cukup ramai ketika itu, padahal waktu sudah hampir beranjak tengah malam. Sekelompok pemuda tampaknya memilih menikmati malam sambil mengobrol di You’ve Got Me From Hello 67 tempat yang paling ujung sebelah sana, dan beberapa yang lain memilih untuk mencicipi hidangan, “Mau makan sesuatu?” Azka melirik ke arah buku menu dan tersenyum kepada Sani, “Aku sudah makan tadi sore.” Sani tersenyum, “Tetapi secangkir kopi tidak akan kutolak, “ gumamnya dalam senyum. “Aku lapar.” Azka menekuri buku menu dan merenung, dia sudah makan di rumah Celia tadi, tapi dia hampir tidak bisa menelan makanannya, “Mungkin aku akan meminta sup ini.” Azka memanggil pelayan lagi dan menyebutkan pesanannya. Setelah pelayan pergi, Azka memajukan tubuhnya dan menopang dagunya dengan kedua siku di meja, tatapannya tajam dan intens, “Kau tidak kemari lama sekali.” Apakah Azka setiap hari menunggunya? Sani melirik gelisah ke arah Azka, bingung harus bersikap bagaimana. “Apakah karena kejadian waktu itu? Ciuman waktu itu?” sambung Azka lagi, dengan tatapan penuh tanya. Sani membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada kalimat yang keluar. Suaranya seakan tertelan di tenggorokannya. Azka mengamati Sani, lalu tertawa, “Untuk seseorang yang penghidupannya berasal dari rangkaian kata-kata, kau tampak sulit sekali mengeluarkan sepatah kata sekalipun.” Pipi Sani memerah, dan dia memalingkan muka, tidak tahan ditatap setajam itu. Tetapi kemudian pertanyaan di hatinya mendesaknya, “Kenapa waktu itu kau menciumku?” Azka langsung tersenyum lembut, “Karena aku merasakan sesuatu yang lebih kepadamu.” Gumamnya, “Aku tidak pernah bermaksud merendahkanmu dengan menciummu, itu terjadi begitu saja.” Azka mendesah, “Setelah itu kau bahkan tidak mau muncul di cafe, aku panik.... dan berpikir kau mungkin marah kepadaku.” Tatapan Azka melembut, “Sani, mungkin ini memang terlalu cepat, kita baru bertemu beberapa 68 Santhy Agatha kali, belum mengenal satu sama lain. Tetapi ada perasaan nyaman yang kurasakan ketika bersamamu, bahkan ketika pertama kali kau menyapaku. Perasaan nyaman yang membuatku meyakini bahwa aku harus mencoba untuk lebih dekat bersamamu.” “Oh.” Sani bergumam pelan membuat Azka tergelak, “Oh?” Lelaki itu mengulangi gumaman Sani, “Aku berusaha setengah mati menjelaskan perasaanku ini kepadamu dan tanggapanmu hanya ‘Oh’ ?” Lalu jemari lelaki itu meraih jemari Sani dari seberang meja dan menggenggamnya lembut, “Sani, aku tahu ini terlalu cepat, kau masih sakit karena perbuatan Jeremy dan berusaha menyembuhkan dirimu, tapi aku hanya ingin bersamamu, ada di dekatmu, dan berusaha lebih mengenalmu. Aku berharap kau juga bisa mengenalku lebih dekat dan mungkin kita bisa melihat bersama-sama akan di bawa kemana perasaan ini.” Semua ini terlalu cepat, Sani membatin dalam hati, dia bahkan tidak tahu apapun tentang Azka dan begitu juga sebaliknya. Tetapi ajakan Azka untuk berjalan bersama dan menelaah arti dari kebersamaan mereka terasa begitu menggoda. “Sani?” Azka memanggil lagi, mulai tidak sabar dengan kediaman Sani, dia butuh jawaban, segera. Setelah itu dia bisa bertindak cepat, meluruskan semua rencananya. Sani menatap Azka, melihat kesungguhannya di situ, Azka memang luar biasa tampan, tetapi lelaki itu tampaknya tidak pernah sadar menebarkan pesonanya ke orang-orang, tidak seperti Jeremy. Dan Azka juga baik, lembut, serta menghormatinya, mungkin Sani bisa mencobanya. Dengan lebih sering bersama Azka, mencoba mengenalnya lebih dekat dan kemudian memutuskan apakah akan membuka hatinya ke dalam hubungan yang lebih serius dengan Azka atau tidak. Sani menganggukkan kepalanya, “Aku bersedia mencobanya, Azka. Tetapi hanya itu, kita bersama-sama berusaha untuk lebih saling mengenal. Dan mengenai hasil akhirnya mungkin bisa kita lihat nanti.” You’ve Got Me From Hello 69 Sinar kemenangan muncul di mata Azka, tetapi lelaki itu dengan cepat menutupinya, membuat wajahnya tampak lembut, “Terima kasih atas kesempatan yang kau berikan ini Sani. ??? Pagi harinya, Azka yang sedang duduk di ruangannya di kantor pusat kedatangan tamu. Tamu yang sudah sangat di tunggunya. Seorang lelaki yang sangat tampan, dan juga sahabatnya. “Jadi kau meminta bantuanku?” Eric menatap Azka sambil tersenyum manis. “Kaulah satu-satunya orang yang kupercaya bisa melakukannya. Eric tertawa dan menggeleng-gelengkan kepalanya, “Mungkin di dunia ini, hanya kaulah satu-satunya orang yang meminta sahabatnya untuk merayu tunangannya,” Tatapannya berubah serius, “Apakah kau yakin ini akan berhasil? Celia kelihatannya sangat mencintaimu dan dia sudah akan menikah denganmu. Mungkin saja dia sangat setia kepadamu dan susah dirayu?” Mata Azka bersinar dingin dan kejam, “Dia sudah pernah mengkhianatiku sekali karena aku kurang memberinya perhatian. Aku yakin dia akan melakukannya lagi kalau ada kesempatan.” ??? “Hai.” Azka sudah menunggu di depan lobi apartemen Sani, mereka berjanji untuk menghabiskan hari sabtu ini bersama-sama. Memberi kesempatan kepada diri mereka untuk saling mengenal lebih dekat. “Hai juga.” Sani berdiri gugup di depan Azka, menyadari penampilannya yang sederhana jika dibandingkan dengan penampilan Azka yang begitu gaya. Oh, lelaki itu tidak berpakaian macam-macam, dia hanya memakai celana jeans warna hitam pekat dan T-shirt polo bergaris, tetapi entah kenapa keseluruhan penampilannya begitu luar biasa. Bahkan 70 Santhy Agatha beberapa orang yang berlalu lalang di lobi apartemen pasti menoleh dua kali untuk meliriknya. Tetapi bukan hanya penampilan fisik sebenarnya yang membuat Sani tertarik kepada Azka. Aura lelaki itu yang misterius di balik sikap lembutnya, membuat Sani ingin mendekat dan ingin tahu. Apakah dia akan seperti ngengat yang menjadi korban karena tidak bisa menahan ketertarikannya terhadap api yang menyala? Sani mendesah dalam hati. Setidaknya dia sudah mempersiapkan diri, memasang pagar di hatinya agar dia tidak terjun bebas, jatuh ke dalam pesona Azka dan kemudian terluka parah. “Kita akan kemana?” Sani melangkah bersama Azka keluar. Mobil Azka sudah disiapkan, diparkir di depan apartemennya. Azka mengangkat bahunya, “Terserah, kemana saja, mungkin nonton, jalan-jalan, bersantai, apapun itu asal bersamamu.” Azka mengucapkan kata-katanya dengan santai, tidak menyadari bahwa dia membuat pipi Sani memerah. ??? Mereka melakukan apapun yang dilakukan orang-orang untuk bersantai di akhir pekan, nonton, makan, jalan-jalan. Setiap detiknya terasa menyenangkan, mereka mengobrol tanpa henti, sangat cocok dalam pembicaraan apapun dan menyadari bahwa mereka punya banyak sekali kesamaan minat. Bersama Azka seharian pun terasa begitu sekejap saking menyenangkannya. Tanpa sadar hari sudah beranjak malam. Ketika mereka mengendarai mobil hendak pulang, Sani menyandarkan tubuhnya dengan santai di kursi penumpang, menatap Azka dalam senyuman. “Terima kasih atas hari yang sangat menyenangkan ini.” You’ve Got Me From Hello 71 Azka menoleh sedikit dan tersenyum simpul, “Sama-sama Sani, aku juga bahagia bisa menghabiskan waktu denganmu, itu sangat menyenangkan.” Lelaki itu meremas jemari Sani dengan sebelah tangannya, lembut. “Minggu depan kita lakukan lagi ya.” “Iya.” Dada Sani membuncah dipenuhi oleh perasaan berbunga-bunga yang pekat. Oh ya, gawat! Seharian ini dia sudah berusaha memasang pagar di hatinya, tetapi Azka sudah menerobos pagar itu, membuatnya tidak bisa menahan lelaki itu. Sani sepertinya sudah jatuh cinta kepada Azka. ??? Celia sedang duduk di dalam mobil, dalam perjalanan menuju butik langganan keluarga, dan merenung. Ini semakin lama semakin menakutkan, hari pernikahannya dengan Azka sudah menjelang. Keluarganya sudah mempersiapkan semuanya terutama menyangkut gaun pengantinnya. Karena selain hal itu, untuk masalah persiapan pesta seperti dekorasi, gedung, catering, dan lain-lain mereka tidak akan perlu mencemaskannya. Azka memiliki jaringan perusahaan di bidang resor, perhotelan, dan restoran. Lelaki itu tinggal menjentikkan jarinya dan sebuah pesta yang megah pasti akan disiapkan dengan mudah. Tetapi perasaan Celia terasa semakin tidak nyaman. Hari demi hari hubungan mereka merenggang, dan semakin dekat ke hari pernikahan mereka, Azka semakin jarang muncul. Lelaki itu kadang hanya membalas pesan singkatnya sekenanya, tidak pernah mengangkat telepon ketika dia mencoba meneleponnya. Dan lelaki itu tidak pernah datang ke rumahnya lagi. Sudah sebulan berlalu, bahkan kedua orangtuanya mulai menanyakan kenapa Azka tidak pernah muncul dan dengan senyum palsunya Celia menjelaskan bahwa semua baik-baik saja, hanya saja Azka memang sedang sangat sibuk. Tetapi Azka tidak pernah seperti ini sebelumnya, dulu meskipun sibuk, lelaki itu selalu menyempatkan menemuinya meskipun sebentar di akhir pekan. Celia tahu bahwa Azka mungkin tidak mencintainya lagi. Sejak dia mengaku pengkhianatannya yang dilakukannya 72 Santhy Agatha dengan Edo karena begitu haus perhatian dari Azka, yang membuatnya terjerumus terlalu jauh lalu hamil, cinta itu sudah musnah di mata Azka. Tatapan Azka kepanya sudah berbeda, datar dan tanpa perasaan meskipun laki-laki itu selalu bersikap lembut kepadanya. Tetapi Celia bisa dibilang sangat mensyukuri kecelakaan itu, kecelakaan yang membuatnya didiagnosa tidak akan bisa berjalan lagi. Yang membuat Azka sangat menyesal dan pada akhirnya memutuskan untuk bertanggungjawab kepada Celia. Ya, Celia tahu dia memanfaatkan rasa bersalah Azka, tetapi dia mencintai Azka dan tidak bisa membayangkan kalau harus ditinggalkan oleh lelaki itu. Pengkhianatan yang dilakukannya dengan Edo semata-mata karena pelarian, dia membutuhkan kekasih yang hangat dan penuh kasih sayang, yang selalu ada di dekatnya. Tetapi Azka tidak bisa melakukannya, lelaki itu waktu itu sedang sibuk membangun bisnisnya, sehingga hanya punya waktu sedikit bersamanya. Dan dalam kondisi emosi yang labil, Edo datang dan semua hal buruk itupun terjadi. Semua yang Celia lakukan adalah untuk mengikat Azka supaya bersamanya. Dia bahkan rela bertingkah seperti orang invalid, hanya agar Azka bertahan bersamanya. Kelumpuhan ini adalah satu-satunya pengikatnya dengan Azka, dan Celia rela kesulitan seperti ini, hanya bisa berjalan ketika dia berada di dalam rumah dan hanya di depan orang-orang yang dipercayanya, semua demi memiliki Azka. Dia meremas kedua jemarinya kuat-kuat, Sebentar lagi... desahnya dalam hati. Dia hanya perlu bersabar sebentar lagi dan Azka akan menjadi miliknya sepenuhnya. Dia akan menjadi istri Azka dan lelaki itu tidak akan punya alasan untuk tidak memperhatikannya. ??? Butik itu cukup ramai, milik seorang desainer baju pernikahan yang sangat terkenal. Pegawai Celia mendorong kursi rodanya memasuki butik itu. Celia sudah membuat janji dengan Joshua, sang perancang sekaligus pemilik butik itu. “Hai cantik.” Joshua langsung menyapanya ketika pegawainya mendorong kursi rodanya memasuki ruangan You’ve Got Me From Hello 73 Joshua. Celia memberikan isyarat kepada pegawainya untuk menunggunya di luar. “Hai Joshua, kau sudah menerima pesanku untuk deskripsi gaun pengantinku?” “Sudah sayang, Joshua mengedipkan sebelah matanya. “Sungguh deskripsi yang sangat spesfik, kau ingin gaunmu bertaburan dengan kristal yang mahal dan berkilauan ya? Untung saja tunanganmu kaya. Jadi kau bisa meminta gaun apapapun yang kau inginkan, aku akan mengukur dulu badanmu ya, baru aku terapkan ke beberapa desain dan nanti kau tinggal memilih yang mana” Joshua melirik ke arah pintu, “Ngomong-ngomong, tunanganmu yang tampan itu tidak mengantarmu?” “Dia sibuk.” Gumam Celia sambil lalu, “Aku ingin gaun ini yang terbaik, Joshua, harus yang paling indah dan paling cantik... Ini akan menjadi pernikahan yang pertama dan satu-satunya untukku.” “Tentu saja sayang.” Joshua terkekeh, lalu menyuruh pegawainya untuk mengukur badan Celia. Tentu saja mereka kesulitan karena Celia berada di kursi roda dan tidak bisa berdiri. Celia sendiri merasa gemas karena sebenarnya dia bisa berdiri, tetapi dia tidak bisa melakukannya, karena semua sandiwaranya bisa ketahuan. “Mungkin kita harus mengukur tubuhmu kalau Azka sudah bisa datang bersamamu, sayang.” Joshua menatap Celia dengan menyesal, dia juga laki-laki tapi tubuhnya ramping dan gemulai jadi dia tidak bisa membantu Celia supaya punya tumpuan untuk berdiri. Sementara itu kebanyakan pegawainya adalah perempuan, “Jadi Azka bisa membantumu untuk berdiri.” “Mungkin aku bisa membantu.” Sebuah suara yang maskulin dan begitu dalam muncul dari pintu, membuat Celia dan Joshua menoleh bersamaan. Di pintu itu berdiri seorang lelaki yang amat sangat tampan. Darah asing sudah jelas mendominasi penampilannya, lelaki itu tinggi, sempurna dengan rambut cokelat muda keemasan, dan setelan tiga 74 Santhy Agatha potong yang dijahit sempurna, menempel ketat dan seksi ke tubuhnya, Joshualah yang kemudian memecah suasana, dia berteriak kegirangan dan hampir melompat mendekati lelaki itu.“Oh Ya Ampun! Eric, kau sudah pulang dari Paris?” You’ve Got Me From Hello 75 “Cinta dan penghianatan hanyalah dibatasi oleh satu garis penghalang yang bernama : kesetiaan” ===================== http://www.zheraf.net www.ebookHP.com ===================== Lelaki tampan hanya tersenyum tenang, tampak sedikit geli menghadapi kehebohan Joshua yang menyambutnya. Dia melirik ke arah Celia dan menganggukkan kepalanya dengan sopan ke arah Celia, membuat Celia menyadari bahwa dia telah terpesona kepada lelaki itu. Memang Azka tampan dan tetap nomor satu baginya, tetapi Azka sangat jarang tersenyum, sedangkan lelaki ini, dia begitu murah senyum dan tampak sangat tulus secerah matahari, “Sepertinya kau dan nona ini menghadapi masalah. Mungkin aku bisa membantu.” Joshua melirik Celia masih tersenyum lebar, ‘”Ini Eric, dia adalah salah satu investor butik dan salon kami. Kau tidak keberatan Celia kalau Eric membantumu?” Siapa yang tidak keberatan kalau dibantu berdiri oleh lelaki setampan itu? Celia berpikir bahwa kadang-kadang berpura-pura lumpuh ada untungnya juga... “Celia ingin membuat gaun pernikahan yang indah, Eric. Kami sedang akan mengukur gaunnya.” Eric melemparkan pandangan dalam ke arah Celia, “Sayang sekali kau sudah akan menikah, aku iri kepada lelaki beruntung itu.” Gumamnya penuh arti membuat pipi Celia merona. Joshua menepuk pundak Eric sambil tertawa, “Jangan merayu Celia, Eric. Dia sudah punya tunangan dan akan menikah, mungkin kau bisa mengalihkan sasaranmu kepada gadis lain.” Eric tampak tidak mempedulikan perkataan Joshua, dia masih memandang tajam ke arah Celia. Ia lalu mendekat dan mengulurkan tangannya lembut, 76 Santhy Agatha “Aku akan membantumu berdiri, maafkan ya.” Bisiknya lembut di dekat telinga Celia, “Sini, letakkan tanganmu di pundakku.” Celia merasakan jantungnya berdebar keras, aroma maskulin itu langsung melingkupinya, membuatnya bergetar. Dengan tangannya yang kuat, Eric menarik Celia berdiri, lalu menopang pinggangnya. Tangan Celia berpegangan erat ke pundak Eric, lalu melingkarkan lengannya di sana, sementara itu dia berakting sekuat tenaga untuk melemaskan kakinya, menumpukan beban tubuhnya di pundak Eric. “Nah tunggu sebentar, kami akan mengukurnya.” Para pegawai Joshua mulai mengukur. Proses itu cukup singkat. Dan kemudian setelah Joshua selesai, Eric mendudukkan Celia lagi di kursi rodanya dengan lembut. Lelaki itu menyelipkan kartu namanya yang bernuansa hitam dan keemasan di jemari Celia, “Hubungi aku, kapanpun itu. Aku akan dengan senang hati membuang semua urusanku demi dirimu.” Bisiknya pelan, lalu berdiri tegak, mengatakan sesuatu tentang pekerjaan kepada Joshua, kemudian melambaikan tangannya dan melangkah pergi. Sementara itu Celia masih menggenggam erat-erat kartu nama di tangannya itu dengan terpesona. ??? Siang itu Sani sedang berjalan ke minimarket di ujung jalan dari apartemennya ketika dia melihat Keenan di dalam minimarket yang ia tuju. Lelaki itu sedang membeli rokok, dan langsung menoleh ketika pintu terbuka lalu tersenyum lebar ketika melihat Sani, “Hai kita bertemu lagi.” Sani tersenyum menatap wajah yang sama persis dengan Azka namun dalam versi yang berbeda ini, “Halo Keenan, apa yang kau lakukan di sini?” Sani melirik ke arah cafe di ujung jalan, bukankah di sana juga ada rokok? Kenapa Keenan malahan berkeliaran di tempat ini? You’ve Got Me From Hello 77 “Aku membeli rokok.” Keenan tergelak, “Kau mau membeli apa?” “Hanya beberapa bahan makanan.” Sani mengangguk sambil tersenyum lalu melangkah menuju rak-rak tempat penjualan mie instant. Dia mengira Keenan akan pergi dari supermarket itu setelah mendapatkan rokoknya, tetapi rupanya tidak, lelaki itu mengikutinya. “Setelah ini, maukah kau jalan denganku? Kita bisa duduk, minum bersama, dan mengobrol.” Sani mengernyit, Keenan tidak sedang berusaha mendekatinya bukan? Karena Sani sama sekali tidak melihat ada hal yang lebih dari pertemanan di mata Keenan. “Kita bisa berbicara di cafe.” Gumam Sani akhirnya, memilih tempat yang paling aman. “Jangan di cafe.” Keenan langsung menyela, “Azka akan membunuhku.” “Apa?” “Keenan mengangkat bahunya, “Kalau kau belum sadar, Azka kan sudah mengincarmu untuk menjadi miliknya, dan kalau sampai dia tahu aku mendekatimu, dia akan membunuhku.” Keenan tergelak, “Meskipun rasanya pasti menyenangkan untuk membuat Azka jengkel dan memancing kemarahannya keluar.” “Apa?” Sani menatap Keenan dengan bingung, ada apa di antara dua saudara ini? Kenapa mereka tampak tidak akur? “Aku tahu Azka sedang mengejarmu, dan biasanya kalau dia mengejar seseorang dia akan melakukannya dengan kekuatan penuh. Dan aku tertarik kepadamu karena tidak pernah sebelumnya Azka bertindak begitu intens pada seorang perempuan.” Keenan mengedipkan matanya menggoda, “Kau pasti perempuan yang istimewa, jadi maukah kau melewatkan sedikit waktumu untuk makan siang denganku, dan mungkin kita bisa berbagi cerita. Aku ingin lebih mengenal calon kakak iparku dan kau mungkin bisa tahu kisah-kisah tentang Azka yang hanya kami yang tahu, seperti kisah masa kecil kami misalnya.” 78 Santhy Agatha Sani merenung, rasanya tidak ada ruginya kalau dia menerima ajakan makan siang Keenan, meski tampaknya selalu bersikap sesukanya, Keenan tampak baik hati. Lagipula dari siapa lagi dia bisa lebih mengenal Azka kalau bukan dari orang terdekatnya, saudara kembarnya? ??? Tempat yang dipilih Keenan adalah rumah makan sederhana di belokan perempatan, yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari apartemen Sani. Kompleks apartemennya adalah kompleks perkantoran yang menjadi satu dengan kompleks perbelanjaan, karena itulah suasana cukup ramai di waktu makan siang itu. Sani memesan kue-kue kecil yang tampak menarik berada di etalase ditemani oleh lemon squash yang menyegarkan. Sementara Keenan memesan seporsi besar nasi goreng dan langsung menyantapnya dengan lahap. “Aku lapar.” Keenan tertawa melihat senyum geli Sani ketika melihatnya makan dengan begitu lahap. “Kau bisa makan di Garden Cafe, bukankah itu milikmu juga?” Dari cerita Azka dulu, dia mengatakan bahwa Garden Cafe adalah warisan dari orangtua mereka beserta perusahaan lain-lain. Jadi Sani menyimpulkan bahwa perusahaan itu pasti dimiliki Azka dan Keenan bersama. Sani entah kenapa merasa bisa mudah akrab dengan Keenan. Tidak seperti Azka yang lembut, tenang dan menyimpan aura misterius di dalam dirinya, Keenan lebih ceria, mudah tertawa dan menguarkan aura yang cerah. Sama seperti ketika bersama Azka, beberapa perempuan banyak yang tidak mampu menahan diri untuk menoleh dua kali sambil mengagumi ketampanan Keenan. “Garden Cafe bukan milikku.” Keenan menelan suapan terakhirnya dan meneguk sodanya dengan bahagia, “Semuanya sudah menjadi milik Azka.” “Bagaimana bisa?” Keenan tertawa, “Ayah kami mewariskan semuanya kepada kami berdua, tetapi tentu saja aku tidak mau melanjutkan usaha ayah kami sebagai bisnisman. Aku tidak You’ve Got Me From Hello 79 mau leherku tercekik dasi dan badanku gatal karena kepanasan seharian harus memakai jas yang kaku itu. Karena itulah, begitu Azka memutuskan untuk mengambil alih tanggung jawab, aku meminta pencairan seluruh bagianku di warisan ayah dan melepaskan seluruh kepemilikanku di semua perusahaan ayah.” Keenan mengangkat bahu, “Jadi Azka membantuku, mengambil alih seluruh perusahaan atas namanya dan mencairkan uangku dalam bentuk dana di bank. Untuk selanjutnya seluruh perusahaan itu tidak ada urusannya lagi denganku, termasuk cafe itu.” Termasuk cafe itu? Sani merenung, Azka mengatakan bahwa warisan utama ayah mereka adalah cafe itu dan beberapa hal lain. Tapi dari nada bicara Keenan, seperti juga yang dikatakan Albert, sepertinya ada sesuatu yang lebih besar di sini entah apa. “Kau tidak tahu ya.” Keenan dengan cepat membaca ekspresi Sani, “Apakah Keenan mengatakan bahwa warisan orang tua kami hanya cafe itu?” Sani mengangguk menatap Keenan bingung ketika lelaki itu tertawa terbahak-bahak, “Oh Astaga, dasar Azka, mungkin dia takut kau lari terbirit-birit ketakutan ketika tahu bahwa dia sangat kaya dan berkuasa. Sani, perlu kau tahu, Garden Cafe itu hanyalah setitik kecil dari warisan ayah kami. Di luar itu, Azka memimpin jaringan besar bisnis kuliner dan perhotelan serta resor-resor mewah di semua lokasi strategis yang tersebar hampir di seluruh negara ini.” Keenan mengangkat bahu, “Dari warisan yang dicairkan Azka dalam bentuk uang untukku, sebagai ganti penyerahan hak kepemilikan perusahaan saja aku sudah bisa hidup mewah seumur hidupku tanpa harus memikirkan bekerja,” Senyumnya melebar, “Bayangkan apa yang dimiliki Azka, sejak memegang perusahaan itu, dia telah mengembangkannya dengan kejeniusannya dan nilai seluruh perusahaan itu sudah menjadi berkali-kali lipat.” Sani ternganga, dia sama sekali tidak menyangka informasi ini. Azka... Azka yang dikenalnya itu ternyata adalah seorang miliarder kaya? 80 Santhy Agatha Tiba-tiba Sani merasa gugup. Selama ini dia mau menjalin hubungan dengan Azka karena mereka sama. Sama-sama orang biasa, yang menjalani hidup dengan biasa pula. Tetapi Sani tidak pernah menyangka kalau Azka adalah bisnisman jenius dengan kehidupan yang kompleks dan kekayaan yang terdengar menakutkan. Sani masih mengernyit, menyisakan satu pertanyaan di benaknya. Kenapa Azka seolah menutupi keadaannya? Apakah dia takut bahwa Sani adalah perempuan gila harta? Yang hanya ingin mengincar hartanya? “Mungkin kau lihat hubunganku dengan Azka tidak begitu baik.” Keenan bergumam lagi, tidak menyadari pikiran kalut yang berkecamuk di benak Sani, “Kami sebenarnya saling menyayangi, hanya saja kadangkala aku merasa bahwa Azka menyimpan kemarahan kepadaku.” “Kemarahan?” “Ya. Dia baik kepadaku, selalu ada setiap aku membutuhkan selayaknya seorang kakak. Tetapi ada kalanya aku merasakan dia marah kepadaku, tetapi menyimpannya dalam-dalam.” “Kenapa Azka menyimpan kemarahan kepadamu?” “Karena aku menolak tanggung jawab atas perusahaan itu dengan egois.” Keenan tersenyum malu, “Mau bagaimana lagi, perusahaan itu bukanlah impianku, aku seorang seniman, aku memiliki hasrat yang mendalam sebagai pelukis. Jadi aku mengusulkan kepada Azka supaya menjual saja seluruh perusahaan kami dan kemudian mengambil mimpi kami masing-masing.” “Azka menolaknya.” Gumam Sani. “Ya tentu saja Azka menolaknya, kakakku itu terlalu senang memikul tanggung jawab. Dia saat itu bersekolah untuk menjadi koki profesional sesuai impiannya, dan dengan bodohnya dia meninggalkannya, demi memikul tanggung jawab di perusahaan itu. Dia menjalaninya dengan kesadaran tentu saja, tetapi tetap saja aku merasa dia marah kepadaku.” Keenan mengangkat bahunya, “Mungkin dia melihat betapa bahagianya You’ve Got Me From Hello 81 aku karena meninggalkan tanggung jawabku dan memilih mengejar mimpiku, mungkin dia berandai-andai seandainya saja dia bisa melakukan hal yang sama denganku.” “Tetapi Azka tidak akan pernah bisa.” Sani memahami bagaimana kepribadian Azka, lelaki itu tidak mungkin bisa melakukannya. “Ya, dia tidak pernah bisa, karena itulah jauh di dalam dirinya ada kemarahan. Kemarahan karena dia yang harus memikul seluruh beban dan tanggung jawab.” Mata Keenan tampak melembut, “Salah satu kelemahan Azka adalah ketika dia dihadapkan pada posisi di mana dia harus bertanggung jawab, dia pasti akan mengambilnya tanpa ampun dan kemudian merusak dirinya sendiri.” ??? Sani sedang duduk di sofa di dalam apartemennya masih memikirkan kata-kata Keenan tadi. Setelah makan siang Keenan harus langsung pergi karena ada janji dengan salah seorang temannya, jadi mereka berpisah, setelah Keenan sempat meminta nomor ponselnya. Ponselnya berbunyi, Sani meliriknya dan mengangkatnya ketika melihat nama Kesha di sana. “Kenapa Kesha, bukankah naskah terakhirnya sudah aku serahkan kepadamu?” “Hei tidak bolehkah aku menelepon sahabatku dan tidak membahas masalah pekerjaan?” Kesha tertawa di seberang sana, “Aku ada di dekat-dekat sini, aku mau mampir ke sana.” Setengah jam kemudian, Kesha sudah ada di dalam apartemennya. Dia membawa dvd terbaru dan dua cup besar popcorn, itu adalah DVD komedi romantis yang dibintangi Adam Sandler dan Jennifer Aniston. Mereka duduk di sofa itu, dan terpesona dengan kisahnya yang lucu dan romantis. Dan ketika film itu selesai dengan ending yang manis dan membahagiakan, tiba-tiba saja Sani mengingat Azka dan bergumam, “Pemilik café itu...” 82 Santhy Agatha Kesha langsung menatapnya dengan tertarik, “Hmmm, Azka? Aku masih penasaran dengan wajahnya, mengingat saudara kembarnya luar biasa tampannya, aku yakin dia pasti tak kalah tampan.” Sani sudah bercerita kepada Kesha tentang kedekatannya dengan Azka dan Kesha mendorongnya dengan penuh semangat untuk mencoba membuka hatinya. Kalaupun tidak berhasil, toh Sani sudah mencoba menyembuhkan luka lamanya, kata Kesha waktu itu. “Yah.” Sani mengangguk, “Dia ternyata seorang miliarder?” “Apa?” Kali ini Kesha hampir terlonjak dari duduknya, “Dan kau tahu itu bukan dari dirinya sepertinya?” “Ya. Azka tidak pernah menceritakan kepadaku, dia bilang dia memiliki cafe itu dan yang lain-lain. Aku bingung kenapa dia tidak mengatakan apapun kepadaku. Apakah dia tidak percaya kepadaku atau dia hanyalah orang kaya yang paranoid mendekati perempuan karena takut perempuan itu akan mengincar hartanya?” “Mungkin Azka akan menjelaskannya nanti kepadamu, mungkin waktunya belum tepat.” Kesha membuka laptopnya dengan bersemangat, “Sejak adanya mesin pencari ini kau hanya perlu memasukkan namanya dan semua berita tentangnya akan keluar. Kalau dia memang seorang miliarder, dia pasti akan muncul di salah satu berita.” Dengan cekatan Kesha mengetikkan nama “Azka” dengan keyword tambahan “Garden Cafe.” Dan sederet berita langsung keluar ketika tombil ‘search’ ditekan. Berita itu kebanyakan dari kolom bisnis dan keuangan, yang memberitakan tentang resort dan hotel-hotel berbintang lima yang tersebar di negara ini. Yang semuanya dimiliki oleh seorang miliarder muda bernama “Azka Reivaldo” Sani dan Kesha ternganga membaca semua informasi itu. Lalu saling berpandangan dengan takjub. “Sani.” Kesha akhirnya yang bisa bergumam, “Kalau memilih laki-laki, kau benar-benar tidak tanggung-tanggung.” ??? You’ve Got Me From Hello 83 Setelah Kesha pulang. Sani memutuskan untuk mandi air panas di bawah pancuran dan bersantai. Naskahnya sudah selesai, dan dia bisa tenang sebentar sebelum Kesha menyerahkan beberapa koreksian editan yang harus ia revisi. Dia merasakan nikmatnya mandi air panas yang menyenangkan di tubuhnya dan melemaskan badannya yang lelah. Meskipun benaknya masih bertanya-tanya, tetapi Kesha berusaha menenangkan dirinya. ??? “Kau menemui Sani bukan?” Azka langsung bergumam ketika Keenan membuka pintu tempat tinggalnya. Lalu Azka langsung melangkah masuk dengan marah ke dalam rumah. Sementara itu Keenan masih memasang wajah santai dan tersenyum mengejek, “Oh Astaga kak, apakah kau menyuruh orang untuk mengikutiku?” “Bukan kamu.” Wajah Azka tampak datar, “Aku menyuruh pengawalku untuk mengikuti Sani, dan dia bilang Sani makan siang bersama saudara kembarku. Apa maksudmu mengajaknya makan siang bersama? Apa yang kau katakan padanya?” “Whoa tunggu... akan kujawab satu-satu kak.” Tetapi kemudian Keenan mengangkat alisnya, “Kalau boleh aku tahu, kenapa kau menyuruh pengawal untuk mengikuti Sani?” “Bukan urusanmu.” “Kalau begitu aku tidak akan mengatakan informasi apapun menyangkut tadi siang.” Keenan bersedekap, menantang. Lama Azka menatap Keenan dengan pandangan tajam, kemudian dia menghela napas panjang, “Sani punya seorang mantan tunangan yang mengejarnya, dan aku sudah membereskannya agar berada di tempat yang jauh dan tidak bisa mengganggu Sani lagi. Tetapi tentu saja aku tidak mau mengambil resiko, jadi aku menyuruh pengawalku untuk mengawasi Sani sementara.” 84 Santhy Agatha Keenan menatap Azka dengan tajam, “Pastinya bukan untuk berjaga-jaga kalau-kalau Sani menemui laki-laki lain selain dirimu bukan?” Azka tidak membantah, dia hanya menatap Keenan dengan tajam, “Sekarang katakan kenapa kau menemui Sani tadi siang.” “Aku tidak sengaja menemuinya, kami berpapasan di supermarket di ujung jalan.” “Supermarket?” Azka menyipitkan matanya. “Aku sedang berada di dekat-dekat situ dan membeli rokok.” Gumam Keenan tanpa rasa bersalah. Azka langsung mencibir, “Rumahmu berada puluhan kilometer dari sana, dan kau membeli rokok di sana di dekat apartemen Sani, kau pasti punya rencana di otakmu.” Keenan tertawa, “Oh astaga kakak, kenapa kau dipenuhi rasa curiga? Aku benar-benar tidak sengaja berada di sana dan kemudian berpapasan dengan Sani di dalam supermarket itu. Jadi aku mengajaknya makan siang bersama.” “Dan apa saja yang kau katakan kepadanya selama makan siang itu?” Keenan tersenyum, “Kalau kau takut aku mengatakan kepadanya tentang Celia, kau bisa tenang, aku tidak akan mengatakan kepadanya.” Sebenarnya itulah yang paling ditakutkan oleh Azka. Dia takut Sani mengetahui tentang Celia sebelum dia sempat membereskan semuanya. Kalau sampai itu terjadi, Sani pasti akan menganggapnya sama seperti Jeremy, seorang lelaki pengkhianat yang tega mengkhianati perempuan yang menjadi tunangannya. Sani pasti akan benci setengah mati kepadanya kalau sampai dia tahu. “Dan kalau kau sampai tidak bisa menjaga mulutmu, aku akan membuatmu menyesalinya Keenan. Meskipun kau adalah adikku, aku tidak akan segan-segan.” “Aku takut.” Keenan bergumam mengejek, karena tidak ada satupun ekspresi ketakutan di wajahnya, bertentangan You’ve Got Me From Hello 85 dengan kata-katanya. “Kakak, Kalau kau tidak memberitahukan tentang Celia, cepat atau lambat Sani pasti tahu. Dia sudah tahu bahwa kau adalah miliarder kaya, dan kau terkenal. Berita tentang pertunanganmu yang diselenggarakan dengan begitu mewah waktu itu pasti ada, terselip di salah satu berita di internet.” “Kau memberitahukan kepadanya bahwa aku seorang miliarder?” suara Azka meninggi, dia tampak benar-benar marah sekarang. Keenan memundurkan langkahnya, menjauhi Azka yang kali ini tampak benar-benar berbahaya, “Aku tidak tahu bahwa dia tidak tahu, kukira kau sudah mengatakan kepadanya, Lagipula kenapa kau merahasiakan statusmu kepadanya? Kenapa kau tidak mau dia tahu bahwa kau kaya raya? Apakah kau tidak percaya kepadanya?” “Bukan karena itu!” Azka berteriak, “Seperti yang kau bilang tadi, karena kalau sampai dia tahu aku kaya, dia akan mudah mencari informasi tentangku. Dan dia bisa menemukan info tentang Celia sebelum aku bisa membereskan semuanya!” Keenan tertegun mendengar kata-kata Azka yang terakhir, “Membereskan Celia? Apa maksudmu?” “Bukan urusanmu.” Azka menatap adiknya dengan dingin, “Kau telah merusak seluruh rencanaku, dan kali ini akumasih memaafkanmu karena kau adalah adikku. Tetapi ingat ini Keenan, jangan pernah mencoba main-main setitikpun dengan Sani. Dia milikku, kau dengar itu? Dia milikku, dan aku akan menghancurkan siapapun yang mencoba mencurinya dariku.” Setelah mengucapkan ancamannya, Azka membalikkan tubuhnya dan meninggalkan rumah Keenan dengan pintu berdebam di belakangnya. Sementara itu Keenan menatap kepergian Azka dengan senyum simpul. Dia tahu bahwa Azka tidak akan semarah itu kepadanya, dia tahu bahwa jauh di dalam hatinya kakaknya itu menyayanginya. Keenan sama sekali tidak pernah tertarik kepada Sani, mungkin dia suka, tetapi Sani jelas bukan tipenya. Keenan 86 Santhy Agatha sengaja berpura-pura tertarik kepada Sani hanya agar Azka tergerak untuk mengejar Sani lalu berusaha melepaskan diri dari Celia. Sudah sejak awal Keenan tidak suka dengan Celia, perempuan itu dulu pernah mengejarnya, lalu entah kenapa dia kemudian mengejar Azka dan berhasil memilikinya. Keenan merasa muak membayangkan pengkhianatan yang dilakukan Celia kepada kakaknya, dan kemudian merasa benci ketika tahu kakaknya terjebak ke dalam pertunangan itu, yang hanya disebabkan oleh rasa tanggung jawab. Selama ini kakaknya hanya pasrah, dikalahkan oleh sikapnya yang begitu bertanggung jawab. Dan Keenan harus bisa melepaskan kakaknya dari pertunangan yang dia yakini akan menghancurkan hidup Azka. Sani adalah kesempatan terbaik Azka untuk melepaskan diri dan meraih apa yang diimpikannya. Tetapi Azka terlalu lambat dan penuh pertimbangan hingga Keenan takut semua akan terlambat. Jadi Keenan mendorongnya, dengan berpura-pura menyukai Sani juga, lalu mengajak Azka bersaing untuk mendapatkan Sani. Rencananya berhasil. Azka sekarang mengejar Sani dengan kekuatan penuh. Sekarang Keenan hanya bisa berdoa, apapun rencana kakaknya untuk menyingkirkan Celia dari kehidupannya, semoga rencana itu berhasil. You’ve Got Me From Hello 87 “Kau membuka pagiku dan juga menutup malamku, Sesederhana itulah aku menginginkanmu.” 8 Ketika ponselnya berbunyi lagi, hampir jam sepuluh malam, Sani yang sudah berada dalam posisi meringkuk di ranjang dan bersiap tidur mengernyit. Dia sedang tidak enak badan, hari ini adalah hari pertama dia datang bulan dan dia selalu sedikit merasakan nyeri di perut bawahnya ketika sedang haid. Diangkatnya telepon itu, “Halo?” “Sani?” suara Azka yang dalam terdengar dari seberang sana, “Kenapa kau tidak datang kemari?” “Oh... maaf Azka.” Dia lupa kalau sudah berjanji untuk ke cafe malam ini. “Aku... aku sedang tidak enak badan.” “Kau sakit?” suara Azka terdengar cemas, “Kau sakit apa?” “Eh tidak...” Sani bingung, kehabisan kata-kata untuk menjelaskannya kepada Azka. “Aku antar ke dokter ya?” “Eh tidak usah...” Sani menelan ludahnya, “Ini sakit perempuan..” “Sakit perempuan?” Dari suaranya Sani bisa membayangkan Azka mengernyit di sana. “Itu.. sakit perempuan setiap bulan.” Hening. Tampak Azka berusaha menelaah kata-kata Sani, tetapi kemudian dia sadar, “Oh.” Tiba-tiba saja Sani merasa geli karena sekarang Azka yang salah tingkah. “Maaf ya. Biasanya ini hanya berlangsung di hari pertama kok, mungkin kita bisa bertemu besok.” 88 Santhy Agatha Hening, lalu Azka bergumam, “Aku ke sana ya?” “Jangan, aku tidak apa-apa kok.” “Aku akan kesana.” Azka bergumam dengan nada keras kepala, lalu menutup telepon. ??? Ketika pintu apartemennya terbuka, Azka berdiri di sana sambil membawa kantong kertas makanan dari cafenya. Lelaki itu menatapnya dengan cemas, “Kau tidak apa-apa?” Sani menggeleng lemah, memundurkan langkahnya dan mempersilahkan Azka masuk, “Sakit begini hanya bisa disembuhkan kalau berbaring.” “Kalau begitu duduklah berselonjor di sofa.” Azka mendahului Sani duduk di sofa, dan menunggu Sani datang. Dia mengambil bantal kecil dan meletakkan di pangkuannya, “Sini, berbaringlah di sini. Sejenak Sani ragu, tetapi senyuman Azka tampak begitu menenangkan, dan perutnya sakit. Dia tidak punya siapa-siapa di sini untuk mengeluh. Sambil menghela napas panjang dia duduk di sofa, Azka langsung menariknya, menjatuhkan tubuh Sani supaya kepalanya berbaring di bantal di pangkuannya. Rasanya begitu nyaman, meringkuk di pangkuan Azka dengan jemari ramping lelaki itu mengelus rambutnya pelan. “Sudah makan tadi?” Sani menggelengkan kepalanya, “Tidak selera makan.” “Aku bawakan kentang goreng dan sosis dari cafe kalau kau lapar malam-malam.” Jemari Azka membelai rambutnya lembut, membuat Sani mengantuk. “Terima kasih Azka...” suara Sani melemah, dia menguap. “Tidurlah, aku akan menungguimu di sini.” “Terima kasih ya.” Sani mengulangi ucapan terimakasihnya, lalu menutup matanya, merasakan damai yang menenangkan. Dia memejamkan matanya dan terlelap. You’ve Got Me From Hello 89 Azka duduk di sana, mengamati Sani yang terbaring di pangkuannya. Hasratnya untuk memiliki perempuan ini begitu besar, tidak pernah dia rasakan sebelumnya pada perempuan manapun. Perempuan ini adalah hasratnya. Dan setiap kali pula Azka rela melepaskan apa yang menjadi hasratnya, demi keharusan untuk memikul sebuah tanggung jawab. Kali ini itu tidak akan terjadi. Azka akan mempertahankan Sani di sampingnya. Lelaki itu lalu menundukkan kepalanya dan mengecup bibir Sani yang telelap dengan lembut. “Aku mencintaimu, Sani.” ??? Sani bangun di pagi hari dengan badan segar, dia membuka matanya dan menatap ruangan yang temaram. Masih sangat pagi sepertinya di luar, meskipun sinar matahari sudah menembus dengan malu-malu melalui gorden jendela. Sejenak dia merasa bingung, kenapa dia tidur di ruang tamu. Tetapi dia lalu sadar. Azka... Dengan gerakan pelan, Sani melihat ke atas dan menyadari bahwa kepalanya ada di atas bantal kecil di pangkuan Azka. Lelaki itu tertidur pulas sambil terduduk, tubuhnya menyandar ke sofa dan kelihatannya sangat lelap. Sani bergerak perlahan supaya tidak membangunkan Azka. Tetapi rupanya Azka terbiasa waspada ketika tidur karena dia langsung membuka matanya. Mereka bertatapan, di pagi yang temaram dan udara dingin yang menguar sejuk dari jendela. Lalu Azka tersenyum lembut, “Selamat pagi.” Tiba-tiba Sani merasa malu. Lelaki itu baru bangun dari tidurnya dan tetap terlihat sempurna, sedangkan penampilannya sekarang pasti sudah amburadul. “Aku baik-baik saja.” “Sakit perutmu?” 90 Santhy Agatha “Sudah mendingan.” Dengan gerakan canggung, Sani duduk dan menjauh dari Azka, menyadari bahwa semalaman mereka sudah tidur bersama. “Izinkan aku membuatkan sarapan untukmu.” Azka melirik ke arah kantong kertas makanan yang dibawanya dari cafe yang tidak tersentuh, “Mungkin makanan ini masih bisa diselamatkan.” Azka kelihatan tidak canggung sama sekali, seolah-olah tempatnya memang di sini. Dia meraih kantong kertas itu, setengah bersenandung melangkah ke dapur Sani, dan memasak. Sani sejenak termangu, menatap Azka yang tampak begitu luwes dan santai memasak di dapur, lelaki itu tampak menikmatinya. Tiba-tiba Sani merasa tersentuh. Lelaki ini ingin menjadi koki, tetapi dia meninggalkan impiannya demi rasa tanggung jawabnya, dia pasti merasakan perasaan hampa di dalam dirinya. Sani sendiri tidak akan bisa membayangkan kalau dia tidak boleh menulis lagi. “Aku akan ke kamar mandi dulu ya.” Gumam Sani pelan dari sofa. Azka yang sedang memasak omelet beraroma harum dari bahan-bahan yang dia temukan di kulkas Sani, menoleh dan tersenyum lembut, “Silahkan. Ketika kau kembali, makanan sudah siap.” ??? Dan Azka memang benar. Ketika dia selesai mandi, dapur itu beraroma harum dengan telur dan ham yang sudah digoreng, serta aroma kopi yang menguar memenuhi ruangan. “Makanlah.” Azka mengedipkan sebelah matanya, “Sarapan spesial dari koki paling tampan di dunia.” Gumamnya menggoda, Sani terkekeh geli, dan Azka meninggalkannya sebentar untuk ke kamar mandi. You’ve Got Me From Hello 91 Ketika kembali rambut Azka basah dan dia tampak segar. Sani sudah menyeruput kopinya dan mencicipi sedikit omelet yang luar biasa enaknya itu. “Suka?” Tanya Azka lembut.Dia duduk di seberang Sani di meja makan itu lalu menyesap kopinya yang masih mengepul panas. Sani menganggukkan kepalanya, “Aku tidak pernah memakan omelet yang begitu enaknya. Omelet buatanmu memang lezat.” Gumam Sani sambil tersenyum. Tatapan Azka di atas cangkir kopinya tampak begitu intens, “Kalau kau menikah denganku, aku berjanji akan membuatkan sarapan untukmu setiap pagi.” Hampir saja Sani tersedak omeletnya, dia mendongak dan menatap Azka terkejut, “Apa?” Azka terkekeh dan barulah Sani sadar bahwa Azka sedang menggodanya. Pipinya langsung memerah karena malu. “Tidak lucu, tahu.” Gumamnya sambil cemberut, Azka masih terkekeh, tetapi matanya bersinar dengan serius, “Aku tidak sedang melucu Sani, bayangan itu ada di benakku. Kau dan aku menikah, lalu hidup bahagia selama-lamanya.” Sani merasakan jantungnya berdebar keras akibat kata-kata Azka, “Bukankah masih terlalu dini membicarakan ini?” “Ya.” Azka menganggukkan kepalanya, tidak membantah kata-kata Sani, “Tetapi aku tahu apa yang kurasakan, perasaan nyaman yang tidak pernah kurasakan sebelumnya kepada siapapun. Aku bisa saja duduk di sini berdua denganmu, tidak melakukan apa-apa dan tidak merasa bosan.” Lelaki itu menyentuh jemari Sani dari seberang meja dan menggenggamnya sungguh-sungguh, “Beginilah yang kubayangkan akan kulalui bersama istriku nanti. Duduk bersama setiap pagi, mengawali hari dengan bahagia, lalu berpelukan ketika malam tiba.” 92 Santhy Agatha Kata-kata Azka terdengar luar biasa indah sehingga Sani terpesona. Dia membiarkan tangannya dalam genggaman Azka dan menghela napas panjang. “Tetapi kau tidak jujur kepadaku. Keenan berkata bahwa perusahaanmu tidak hanya mencakup cafe itu dan lain-lain. Kenapa Azka? Apakah kau tidak mempercayaiku? Apakah kau berpikir bahwa aku mungkin hanya mengincar hartamu?“ Sani tiba-tiba merasa terhina, “Kalau kau memang berpikir seperti itu, kau bisa tenang, aku tidak butuh hartamu. Aku bahkan bisa menghidupi diriku sendiri dan tidak perlu bergantung pada seorang lelaki hanya untuk menghidupiku.” “Aku tahu kau orang yang mandiri Sani, aku tahu kau tidak mengincar harta dan kekayaan.” Azka menggenggam erat jemari Sani, mencegah ketika Sani berusaha melepaskan diri. “Aku merahasiakannya karena takut kau merasa canggung dan lari dariku. Aku hanya ingin kau memandangku sebagai pria biasa, bukan sebagai seorang miliarder yang berkuasa.” Sani tercenung, menerima betapa benarnya kata-kata Azka. Kalau dari awal Azka mengatakan bahwa dirinya sangat kaya, mungkin Sani akan merasa ngeri dan tidak akan memberi kesempatan kepada mereka untuk lebih dekat. Kedekatan ini sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Ada suatu ikatan yang sangat erat di antara mereka, membuat dunia mereka saling tarik menarik. Dan bahkan Sani bisa membayangkan kata-kata Azka itu, mereka bersama-sama di pagi hari, memulai hari dengan bahagia dan berakhir di pelukan satu sama lain. “Apakah kita akan berakhir di sana? Di impianmu tentang hidup bahagia selama-lamanya?” tanya Sani lemah. Azka tersenyum lebar, “Tentu saja Sani, Happy Ending, seperti akhir dari setiap novel romantismu.” ??? “Bagaimana?” Azka bertanya cepat ketika Eric memasuki ruangannya. Eric memang sangat tampan, dia adalah sahabat Azka ketika kuliah di luar negeri sebagai koki. Dan Eric adalah koki handal yang kemudian mengembangkan bisnis hiburan You’ve Got Me From Hello 93 mencakup salon, butik, dan bakery serta rumah makan yang kebanyakan dibangunnya bekerjasama dengan Azka. “Dia terpesona kepadaku tentu saja.” Eric terkekeh, “Tetapi belum cukup untuk membuatnya berani mengambil keputusan untuk membatalkan pernikahan itu.” “Kau sudah melakukan semua yang kukatakan kepadamu bukan?” “Tentu saja, dengan sempurna. Aku mengunjunginya ke rumahnya, membawakan bunga lily kesukaannya, dia terkejut karena aku bisa mengetahui kesukaannya. Lalu aku menceritakan tentang kucing, seperti yang kau informasikan bahwa Celia sangat menyukai kucing dan punya puluhan kucing di rumahnya. Dan sekali lagi dia terperangah karena aku mempunyai banyak sekali kesamaan dengan dirinya. Semuanya sempurna mulai dari makan malam, sikap lembut dan perhatian seratus persen. Aku yakin hatinya sudah berpaling, hanya saja belum ada sesuatu yang membuatnya mengambil keputusan penting itu. Seperti yang kau katakan, kau ingin membuktikan bahwa dia bisa mengkhianatimu bukan?” Eric menatap Azka tajam, “Dia tidak menolak ketika aku menciumnya semalam.” Sebuah bukti. Sebuah kenyataan akan pengkhianatan. Azka sudah menduga bahwa Celia tidak akan mampu bertahan. Perempuan itu mengatakan sangat mencintainya. Tetapi kalau dia sungguh mencintai, dalam keadaan apapun cinta tidak akan semudah itu tergoda untuk berkhianat. Mungkin sejak awal Celia tidak mencintainya, mungkin perempuan itu hanyalah terobsesi untuk memilikinya. “Kalau begitu mungkin ini saatnya aku bertemu dengan Celia.” ??? Ketika Azka datang, Celia sangatlah gugup. Azka sudah lama sekali tidak berkunjung. Dan Celia... sudah terlalu sering menghabiskan waktunya bersama Eric hingga sampai di titik dia sudah tidak peduli lagi apakah Azka akan datang atau tidak. 94 Santhy Agatha Tetapi pernikahan mereka sudah dekat, pernikahan itu adalah puncak impian Celia untuk bisa memiliki Azka pada akhirnya, dan dia tidak akan mundur. Celia hanya berharap dia masih bisa menghabiskan waktu bersama Eric, mereguk seluruh perhatian yang tidak didapatkannya dari Azka sebelumnya, dan semoga saja Azka tidak akan tahu tentang perselingkuhannya sehingga pernikahan mereka akan berjalan mulus. “Kemana saja kau selama ini Azka.” Celia memasang wajah merajuk, “Aku sampai berpikir bahwa kau mungkin sudah melupakanku.” “Aku sangat sibuk Celia, kuharap kau mengerti.” Celia mendesah sedih, “Selalu begini Azka, apakah nanti di kehidupan perkawinan kita juga akan seperti ini? Kau sibuk dengan pekerjaanmu dan mengabaikan aku?” Azka mengangkat bahunya, “Itulah konsekuensi kau menikah denganku, tidak akan berubah meskipun kita menikah. Aku mempunyai tanggung jawab yang besar di perusahaan yang tidak mungkin aku abaikan begitu saja. Kalau kau tidak siap menghadapinya kau bisa mundur.” “Apa?” wajah Celia langsung pucat pasi. Sementara itu Azka memasang wajah datarnya, “Aku tidak bisa menjadi suami yang perhatian seperti yang kau inginkan, tidak akan pernah bisa. Kalau kau tidak siap menanggung kesedihan karena tidak pernah mendapatkan perhatian dari seorang suami, kau bisa mundur sekarang Celia agar kau tidak menyesal. Kau tahu, aku tidak pernah memaksamu untuk menikahiku, untuk menjadi isteriku.” “Teganya kau!” Celia berteriak, dan berurai air mata, “Kau sengaja melakukannya bukan? Kau sengaja mengabaikanku agar aku merasa tidak kuat dan membatalkan pernikahan ini? Kau ingin aku meninggalkanmu bukan? Agar kau tidak perlu memiliki istri yang lumpuh dan cacat sepertiku. Cacat karena kau!!” You’ve Got Me From Hello 95 Perkataan Celia itu membuat wajah Azka memucat, tetapi dia mengendalikan diri dan berusaha membuat ekspresinya tetap datar. “Well kau tidak akan mendapatkan apa yang kau mau! Karena aku tetap akan melanjutkan pernikahan ini! Apapun yang terjadi kau tetap akan menjadi suamiku dan aku akan menjadi istrimu!” Lalu dengan marah Celia memutar kursi rodanya, memasuki rumah dan meninggalkan Azka berdiri di teras itu. ??? Sani sedang tidak ada pekerjaan. Revisian naskah dari editor belum diterimanya. Dia menghabiskan harinya dengan bermain game komputer sampai merasa bosan. Kemudian dia teringat perkataan Kesha pada hari itu, ketika mereka mencari data-data tentang Azka di internet. Bahwa kita tinggal memasukkan sebuah nama saja di mesin pencari, dan kalau orang itu cukup terkenal, maka kita akan menemukan banyak informasi tentangnya. Sani teringat, bahwa Azka selalu tampak tampan di foto-fotonya di setiap kolom berita keuangan dan bisnis yang ada di internet. Lelaki itu memang berpenampilan berbeda, dengan jas resmi yang tampak sangat formal. Dengan iseng, Sani membuka mesin pencari di internetnya, dan memasukkan nama lengkap Azka di sana. Dalam beberapa detik, deretan hasil pencarian muncul. Sani menelusurinya dengan sangat tertarik. Ada berita tentang merger hotel terbaru milik Azka, pembukaan restoran bintang lima secara serentak, dan iklan tentang resor-resor mewah di kawasan pariwisata elit di beberapa kota. Semua berita itu menyebut Azka sebagai pemimpin perusahaan yang jenius dan kompeten. Lalu mata Sani tertuju kepada sebuah kolom gosip. Hey... ada kolom gosip di antara semua berita keuangan dan bisnis ini. Dengan tertarik Sani membuka kolom itu. Itu adalah wawancara dan berita tentang profil Azka, pengusaha muda 96 Santhy Agatha yang sangat sukses dalam mengembangkan bisnis perusahaannya. Sani membacanya dengan sangat tertarik, menelusuri kisah hidup Azka dalam bentuk tulisan. Ternyata Azka adalah seorang yang cemerlang dalam prestasi pendidikannya, dan juga.... Mata Sani berkerut pada sebuah berita bahwa Azka sudah bertunangan dengan kekasih yang dipacarinya selama empat tahun. Tunangannya adalah seorang mantan model pro yang berhenti setelah mengalami kecelakaan, bernama Celia Carolina. Jantung Sani berdebar keras, sebuah kejutan lagi.... Azka sudah bertunangan? Dan dari kolom berita itu, dikatakan bahwa tahun ini mereka akan menikah. Dunia seakan runtuh di bawah kaki Sani. You’ve Got Me From Hello 97 “Pengorbanan adalah memberi, di dalamnya ada cinta yang menguasai.” 9 Azka meninggalkan rumah Celia dengan marah. Marah besar. Berani-beraninya Celia mengancamnya seperti itu, padahal Celia sendiri telah mengkhianatinya bersama Eric. Apakah Celia pikir Azka tidak akan tahu? Apakah Celia pikir Azka begitu bodohnya? Dengan kencang dia mengendarai mobilnya, dia butuh bertemu dengan Sani. Di saat kemarahannya menggelegak seperti ini, hanya Sani yang bisa menenangkannya. Ketika sampai di depan cafe, Azka memarkir mobilnya dengan sembrono. Dia tergesa memasuki cafe itu, hendak mengambil beberapa makanan kecil untuk dibawa ke apartemen Sani, tadi dia sudah berjanji untuk datang jam sembilan malam ke sana. Tetapi kemudian langkahnya tertegun, melihat ke kursi di bagian sudut, tempat favorit Sani ketika duduk, dan melihat sosok itu di sana. Sani? Kenapa dia ada disini? Bukankah dia masih sakit? Azka melangkah mendekat, kerinduannya meluap. Dia ingin memeluk gadis itu ke dalam pelukannya, untuk menenangkan hatinya dari kemarahannya terhadap Celia. “Sani, kenapa kau ada di sini? Bukankah kita janji bertemu di apartemenmu?” Sani mendongak dan Azka tercekat, tatapan mata Sani kepadanya penuh kemarahan... kemarahan yang dibalut dengan luka. Seketika itu juga Azka menyadari bahwa Sani sudah tahu mengenai pertunangannya dengan Celia. “Kau membohongiku.” Suara Sani bergetar meskipun dia tampak berusaha tergar, Azka melirik ke anggur merah yang 98 Santhy Agatha dibawa Sani, dan mengernyit. Perempuan itu sudah menghabiskan lebih dari satu gelas. “Aku bisa menjelaskannya kepadamu, Sani.” “Tidak!” Sani menyela dengan keras, lalu tertawa ironis, “Ironis bukan? Aku meninggalkan tunanganku karena dia berselingkuh dengan perempuan lain, tetapi sekarang aku malah menjadi selingkuhan dari seorang lelaki yang sudah bertunangan.” Matanya menyala penuh kemarahan kepada Azka, “Kau sangat kejam, Azka melakukan ini semua kepadaku.” “Aku bisa menjelaskannya Sani, semua ini tidak seperti yang kau kira....” “Apakah perempuan bernama Celia itu benar-benar tunanganmu?” Azka tertegun, lalu memejamkan matanya dengan pedih, “Ya.” Air mata mengalir di mata Sani, menuruni pipinya. Dia tampak amat sangat terluka, “Apakah... apakah... kau mencintainya?” Mata Azka menajam. “Apakah aku mencintainya? Tidak. Kau pasti bisa merasakan itu, aku jatuh cinta setengah mati kepadamu, tidak mungkin aku mencintainya.” “Apakah pertunangan yang kau lakukan dengan Celia dulu itu berlangsung atas nama cinta?” Sani bertanya lagi, berusaha menghapus air matanya dengan usapan tangannya. Azka memandang Sani dengan pedih, tidak mampu berbohong, “Pada mulanya semua atas nama cinta... lalu.” Hati Sani teriris perih, Azka sama saja dengan Jeremy, lelaki itu dulu menjalin pertunangan mereka atas nama cinta, kemudian mengkhianatinya begitu saja karena perempuan lain. Oh ya ampun! Teganya Azka melakukan ini semua kepadanya. Sani tidak mau mendengar apapun dari Azka, semua ini terlalu menyakitkan untuk dia tanggung, “Cukup!” Sani menutup telinganya dengan tangan, tidak mau mendengar apapun yang diucapkan oleh Azka. “Sudah cukup, kau memang penjahat! Semua lelaki sama saja! Mereka You’ve Got Me From Hello 99 semua ahat!” beberapa mata tampak melirik ke arah mereka, tetapi Sani tidak peduli. Dia terlalu marah dan sakit untuk peduli, dia beranjak pergi. “Aku mencintaimu Sani!” Azka setengah berdiri, berusaha meraih lengan Sani dan menahannya. Tetapi Sani yang sudah begitu marah, meraih gelas anggur yang tinggal setengah dan menuang isinya ke wajah Azka, “Pergi saja ke laut dan buang cintamu itu. Aku tidak pernah menerima cinta dari seorang pengkhianat!” Gumamnya marah, tanpa sadar dia menggenggam gelas itu dan melangkah pergi secepat kilat. Meninggalkan Azka yang masih terpaku di sana, basah oleh anggur yang dituangnya. “Aduh!” Suara perempuan itu mengagetkannya, begitupun benturan keras yang dirasakannya. Sani mendongak dan terpaku karena merasa bersalah, dia telah menabrak seorang perempuan karena kalutnya, dan gelas anggurnya yang basah, yang dipegang di tangannya menempel di gaun putihnya, menimbulkan noda di sana, “Oh maafkan saya.” Perempuan yang menabraknya berucap dengan menyesal, mendongakkan kepala dan menatap perempuan itu. Perempuan itu sangat cantik, batin Sani dalam hati, dia pasti perempuan bahagia yang tidak pernah disakiti oleh laki-laki. “Tidak apa-apa.” Gumam Sani lembut, menyadari bahwa Azka masih duduk di sana, menatapnya dari kejauhan, tetapi tidak berusaha mendekatinya Perempuan cantik itu melirik noda di gaun Sani dan menatap Sani dengan tatapan bersalah, “Tapi… Noda di baju anda..” “Tidak apa-apa. Bisa dibawa ke laundry, jangan dipikirkan.” Sani menganggukkan kepala kepada perempuan itu, lalu mengucap permisi dan melangkah pergi. Sebelum pergi dia meletakkan gelas kosong anggur itu di sebuah meja dekat pintu. Airmata mengalir di matanya ketika melirik cafe itu untuk terakhir kalinya sebelum ia 100 Santhy Agatha menyeberang menuju apartemennya. Hatinya hancur lebur, kali ini jauh lebih sakit daripada ketika Jeremy mengkhianatinya. Jauh lebih pedih dan menyakitkan Karena Sani sadar, bahwa dia sudah mencintai Azka dengan sangat dalam. ===================== http://www.zheraf.net www.ebookHP.com ===================== Albert datang membawakan handuk untuk Azka. Azka menerimanya dengan tatapan kosong, menggunakannya untuk mengelap wajah dan rambutnya yang basah oleh anggur. “Tidak berjalan seperti yang seharusnya ya?” Azka termenung pedih, “Tidak.” “Lalu apa yang akan kau lakukan setelahnya?” Pikiran Azka bergejolak. Antara kemarahan yang makin menggelegak atas kata-kata Celia kepadanya tadi, bercampur pada kemarahan ke dirinya sendiri karena dia terlalu lambat dan membuat Sani mengetahui mengenai pertunangan itu sebelum waktunya, “Aku akan berbuat sesuatu. Nanti.” Gumamnya dingin. Malam itu, Azka duduk di cafe semalaman, menatap ke arah jendela, ke arah apartemen Sani. ??? Dia masih merenung di apartemennya ketika pintunya diketuk. “Masuk.” Gumamnya tak bersemangat. Pintu itu terbuka dan Keenan melangkah masuk dengan gaya santainya, dia mengangkat alis melihat Azka yang tampak begitu murung.“Tidak bekerja hari ini?” Azka melirik Keenan dengan dingin, “Tidak.” Keenan tersenyum dan mengambil tempat duduk di depan Azka, “Baru kali ini seorang Azka meninggalkan tanggung jawabnya, karena seorang perempuan.” Gumamnya ringan, membuat Azka melemparkan tatapan membunuh kepadanya. “Apa yang kau lakukan di sini?” You’ve Got Me From Hello 101 “Aku memang ingin mampir menengokmu, tetapi beberapa pelayan di bawah tampaknya sedang asyik membicarakan insiden semalam. Dimana seorang perempuan menumpahkan anggur dari gelasnya ke sang pemilik cafe.” Keenan terkekeh, “Tidak ada perempuan lain yang berani melakukan itu padamu, dan kau membiarkannya, Azka. Kecuali Sani.” Azka hanya terdiam, meneguk kopinya dengan frustrasi. “Apakah pada akhirnya Sani tahu tentang Celia?” Azka mengganggukkan kepalanya, “Dia tahu sebelum saatnya.” “Sebelum rencanamu untuk menyingkirkan Celia eh?” Keenan melemparkan tatapan mata penuh tanya, ingin tahu apa sebenarnya rencana Azka untuk Celia. Tetapi kemudian dia sadar bahwa Azka tidak ingin menjawab pertanyaannya, “Sudah kubilang kau sangat terkenal, dan sangat sulit menyembunyikan informasi semacam itu.” “Aku tahu, aku pikir aku akan punya waktu lebih lama.” Azka meringis pedih, “Sani dikhianati oleh tunangannya, dan dia sekarang menganggap aku sama brengseknya dengan tunangannya itu. Aku sudah berusaha menjelaskan tetapi dia tidak mau mendengarkan aku.” “Tunggu sampai dia tidak marah lagi.” “Aku takut dia pergi Keenan, aku takut.... aku... aku tidak akan bisa hidup tanpanya.” Azka membungkuk, meremas rambutnya dengan frustrasi Dan Keenan duduk di sana, mengamati dengan sedih, merasakan hatinya teriris. Baru kali ini Azka bersedia meninggalkan seluruh tanggung jawabnya, demi mengejar perempuan yang dicintainya. Dan saudara kembarnya itu sekarang harus menghadapi kemungkinan untuk patah hati. ??? Keenan berdiri di depan pintu rumah Celia, menunggu. Celia muncul beberapa saat kemudian dan mengernyit ketika mendongak dan melihat bahwa Keenan yang muncul di sana. 102 Santhy Agatha “Ada apa?” Celia tentu saja bingung, tidak pernah sekejappun dia menyangka bahwa Keenan akan datang menemuinya. Dia pernah berusaha mengejar Keenan dan ternyata lelaki itu tidak pernah serius kepadanya. Pada akhirnya Celia memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya kepada Azka, toh wajah mereka sama... Meskipun jauh di dalam hatinya... dia lebih mencintai Keenan, Keenan yang mudah tertawa, Keenan dengan pakaian santai dan gaya menggodanya yang selalu membuat Celia berdebar, dan semua hal yang sangat bertolak belakang dari Azka. Azka terlalu serius, terlalu formal, dan terlalu datar. Tetapi Keenan sepertinya tidak menyimpan perasaan yang sama. Sehingga Celia harus puas memiliki saudara kembarnya yang sangat mirip dengannya. Keenan menatap Celia dengan serius, tatapan yang tidak pernah dilihat Celia sebelumnya karena Keenan selalu penuh canda. “Aku selalu tahu bahwa kau tidak pernah mencintai Azka.” Keenan bergumam, membuka percakapan, menatap Celia dalam-dalam, membuat Celia mengernyit. Ketika Celia bertunangan dengan Azka, Keenan hanya mengangkat alisnya waktu itu, tidak menolak tapi juga tidak menyetujui. Padahal waktu itu Celia mengharapkan setitik reaksi kecemburuan dari Keenan, sayangnya ternyata dia tidak tersimpan sedikitpun di hati Keenan. Lalu setelah kecelakaan itu, tatapan tidak peduli Keenan kepadanya berubah menjadi tatapan marah... Ah dia tahu tentang pengkhianatan Celia kepada Azka tentu saja, dan lelaki itu tampak jijik kepadanya serta berusaha menentang ketika Azka bersikeras melanjutkan pertunangan itu. Tentu saja Keenan tidak bisa berbuat apapun untuk menghalangi Celia dan Azka, sebentar lagi Celia akan menikah dengan Azka. “Kau tidak pernah tahu apa yang kurasakan.” Celia bergumam, mendongak mentaap Keenan yang masih berdiri dan menunduk ke arahnya, You’ve Got Me From Hello 103 “Aku tahu.” Tiba-tiba saja Keenan berjongkok di depannya, membuat matanya sejajar dengan mata Celia, “Aku tahu persis bahwa akulah yang kau cintai.” Pipi Celia memerah dan jantungnya berdebar mendengar kata-kata Keenan itu. Apa maksud Keenan sebenarnya? Keenan mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah kotak kecil berwarna hitam dari beludru, dibukanya kotak itu. Isinya sebuah cincin berlian yang begitu indah dan berkilauan, “Aku mencintaimu Celia, sudah sedari lama aku memendam perasaan ini. Tapi kau lalu memilih bertunangan dengan Azka. Aku menunggu lama dan pada akhirnya sadar bahwa kalian berdua tidak pernah saling mencintai. Aku yang mencintaimu, bukan Azka. Dan aku yakin kau juga mencintaiku.” “Apa?” Celia benar-benar terkejut, bibirnya menganga, matanya berganti-ganti menatap cincin berlian itu dan beralih ke wajah Keenan. Tetapi yang ditemukannya di wajah Keenan adalah keseriusan yang dalam. “Kalau kau bersedia, aku akan menghadap Azka dan mengungkapkan semuanya, bahwa kita saling mencintai, bahwa kita ditakdirkan bersama. Azka akan mengerti, apalagi aku sangat yakin bahwa dia tidak mencintaimu. Dia pasti akan memberikan restu kepada kita untuk bahagia bersama.” Mata Celia tampak berkaca-kaca. Oh astaga. Keenannya! Lelaki yang dicintainya dari awal. Bagaimana mungkin dia bisa menolaknya? Batinnya sendiri sudah mengakui bahwa dia hanya menggunakan Azka sebagai pelarian, dia mencintai Azka karena lelaki itu bagaikan perwakilan dari saudara kembarnya, dan yang dicintai oleh Celia sesungguhnya adalah Keenan. “Kau... kau tidak sedang mempermainkanku bukan?” Celia masih meragu meskipun hatinya langsung berbunga-bunga melihat senyum lembut Keenan kepadanya, “Aku? Bercanda? Percayalah padaku, Celia, aku tidak pernah melakukan ini kepada perempuan manapun, tidak pernah sebelumnya. Hanya kau satu-satunya perempuan yang 104 Santhy Agatha bisa membuatku berlutut dan menawarkan cincin. Dan aku akan mati karena patah hati kalau kau menolaknya.” Keenan menunjukkan cincin itu lagi dan berubah serius, “Nah, Celia, maukah kau memutuskan pertunanganmu bersama Azka dan kemudian bersumpah setia untuk menikah denganku?” Air mata bahagia membanjiri mata Celia, “Ya!” serunya bersemangat, dia memajukan tubuhnya, memeluk Keenan erat-erat dan merasa begitu melayang ketika Keenan membalas pelukannya, “Ya. Keenan, aku bersedia! Aku akan menikah denganmu!” Celia tidak melihat wajah Keenan yang begitu pedih ketika memeluknya. Keenan sudah terlalu sering berbuat egois, memanfaatkan kebaikan hati Azka, membiarkan kakaknya itu bertanggung jawab atas semua hal yang seharusnya mereka bagi bersama. Kini giliran Keenan membalas budi, setidaknya dia bisa mengambil salah satu tanggung jawab Azka yang paling berat. Pemandangan Azka yang begitu menderita telah mendorongnya untuk berbuat ini. Dia bisa dan dia mampu untuk menolong kakaknya. Biarlah dia yang mengambil alih tanggung jawab terhadap Celia, dan membiarkan Azka bisa mengejar cinta sejatinya. ??? “Aku harus berbicara denganmu.” Keenan bergumam di pintu, menyadari Sani di dalam sana merasa ragu untuk membukanya. Keenan berhasil naik ke atas karena resepsionis apartemen mengira bahwa dia adalah Azka, jadi dia membiarkannya masuk. Dan sekarang lelaki itu sudah berdiri di depan apartemen Sani, ingin memberikan penjelasan. “Apakah Azka yang mengirimmu kemari?” Tanya Sani dari balik pintu. “Tidak. Saudaraku itu terlalu menderita untuk berpikir apapun, yang dia lakukan hanyalah mengurung diri di apartemennya dan merenung. Tidak makan, tidur ataupun bekerja, kalau terus-menerus begitu aku cemas dia akan mati.” You’ve Got Me From Hello 105 Keenan mendesah, “Kumohon, biarkan aku bicara denganmu sekali saja, setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi.’ Sani tertegun, hatinya terasa pedih mendengar kata-kata Keenan tentang Azka, tetapi dia menguatkan hatinya, bukankah dia juga mengalami kepedihan yang sama? Dia tidak bisa makan, tidak bisa tidur dan terus-terusan menangis? Setelah menghela napas panjang, Sani membuka pintu dan menatap Keenan dengan dingin, “Katakan apapun yang kau mau, lalu pergilah.” Keenan meringis menerima sikap dingin Sani, “Bolehkah aku masuk? Ini akan sangat panjang.” Sani menatap Keenan, lalu pada akhirnya dia memundurkan diri dan membiarkan mereka masuk. Mereka duduk di sofa, dalam keheningan, “Well? “ tanya Sani setelah beberapa lama tampaknya Keenan belum ingin mengatakan apapun. Keenan mendesah, “Aku masih bingung harus memulai dari mana... kita mulai dari Celia, tunangan Azka.” Keenan melirik dan menemukan luka di mata Sani ketika nama Celia disebut, “Celia dulu mengejarku dan ingin memilikiku. Tetapi tentu saja aku hanya main-main dengannya. Dan setelah sadar dia tidak bisa memilikiku, dia mengejar Azka. Azka waktu itu masih begitu rapuh sepeninggal orang tua kami, dan Celia menghujaninya dengan perhatian-perhatian hingga akhirnya Azka menerima Celia. Aku bilang ‘menerima’ karena aku yakin bahwa dari awal, Azka tidak pernah mencintai Celia. Dia hanya merasa dia bisa menerima Celia di sisinya, itu saja. Dan kemudian merekapun bertunangan.” Keenan mengangkat bahunya, “Aku sedikit terkejut ketika Azka mengambil langkah serius itu bersama Celia, tetapi kemudian aku sadar, Celia tahu betul kelemahan Azka, dia tahu Azka mudah merasa bertanggung jawab kepada seseorang dan dia memanfaatkannya. Mereka berduapun bertunangan. Dan semua tampak baik-baik saja. Sampai kemudian pengkhianatan itu terjadi.” 106 Santhy Agatha Pengkhianatan? Jantung Sani berdegup kencang, Apakah sebelumnya Azka juga pernah mengkhianati Celia? “Celia yang mengkhianati Azka.” Keenan bergumam, memahami pertanyaan yang ada di mata Sani, “Azka sangat sibuk waktu itu, mengambil alih perusahaan yang diwariskan oleh ayah sehingga dia tidak punya waktu untuk memberikan perhatian kepada Celia yang manja. Celia yang manja dan haus kasih sayang akhirnya mencari pelarian kepada pria lain, seorang pria brengsek bernama Edo. Lelaki itu merusaknya dan meninggalkannya dalam kondisi hamil.” “Apa?” Sani terkesiap, menutup mulutnya dengan jemarinya, tidak menyangka akan informasi itu. “Ya. Dia hamil, dan dia ditinggalkan. Celia menangis, datang kepada Azka, berharap bisa memanfaatkan sikap tanggung jawab Azka. Tetapi dia memperoleh yang sebaliknya, dia marah besar, semua itu sudah berada di luar batas toleransi Azka. Sayangnya Celia memilih waktu yang salah ketika mengaku, dia sedang berada di dalam mobil bersama Azka, dan kemudian mereka mengalami kecelakaan.” Sani teringat berita yang dibacanya, bahwa Celia adalah seorang model yang kemudian berhenti setelah sebuah kecelakaan... “Celia keguguran. Dan kakinya dinyatakan lumpuh, tidak bisa berjalan lagi selamanya. Azka seperti yang kau tahu merasa sangat bersalah dan kemudian mengambil seluruh tanggung jawab terhadap Celia, dia melanjutkan pertunangan itu. Melanjutkan rencana pernikahan itu meskipun hatinya luar biasa pedihnya. Seluruh perasaan yang pernah dimilikinya bersama Celia tentu saja sudah musnah, tetapi dia tetap berusaha menjalani apa yang sudah dijanjikannya, dan dia berusaha tetap setia.” Oh Ya ampun. Kasihan Azka. Itulah hal yang pertama terlintas di benak Sani. Kasihan Azka... lelaki itu sekali lagi memikul tanggung jawab yang bertentangan dengan hati nuraninya. You’ve Got Me From Hello 107 Keenan tersenyum kecut melihat ekspresi Sani, “Kau merasa kasihan kepadanya bukan? Begitupun aku? Azka hidup dengan menanggung beban karena kebaikan hatinya dan aku selalu menentang pertunangannya dengan Celia karena aku tidak mau dia menderita.... Apalagi ketika kemudian dia bertemu kau, Sani.” Keenan memajukan tubuhnya, “Kau pasti tahu dan merasakan bahwa Azka benar-benar mencintaimu, dia tidak pernah selembut itu dengan perempuan manapun. Dulu dia begitu dingin, tenang dan pandai menutupi perasaannya, tetapi kepadamu dia sepertinya tidak bisa menahan diri.” Keenan mengamati Sani, “ Kau pasti tidak tahu bahwa Azka mempunyai rumah sendiri, sebuah rumah mewah di daerah elite yang sangat sejuk dekat dengan kantor pusat perusahaannya. Tetapi sejak bertemu denganmu, dia memilih untuk selalu pulang ke apartemen di atas cafe yang sederhana yang jauh dari kantornya, selarut apapapun dia pulang dia selalu berusaha ke sana. Hanya supaya dia bisa berdekatan denganmu.” Mata Sani terasa panas ketika dia mengingat kebaikan dan kelembutan hati Azka kepadanya, melihat betapa sedihnya lelaki itu ketika pertengkaran mereka di cafe. Oh astaga, dia tidak tahu kalau seperti ini kisahnya. Kalau saja dia tahu... Kalau saja dia tahu dia akan berbuat apa? Tidak mungkin kan dia menerima cinta Azka dan membuat Azka meninggalkan Celia? Batin mereka berdua pasti akan sama-sama tersiksa, berbahagia di atas penderitaan perempuan lain. Keenan menghela napas panjang, “Sekarang kalian sudah tidak perlu bingung lagi. Aku sudah mengatasi Celia.” Sani menatap bingung ke arah Keenan, “Mengatasi Celia? Apa maksudmu?” Keenan menatap Sani dengan pedih, “Aku sadar bahwa selama ini aku egois, membiarkan Azka menanggung semuanya, aku hampir sama jahatnya seperti Celia, mengetahui kelemahan Azka adalah kebaikan hatinya, dan aku memanfaatkannya... Tetapi ketika hari itu aku melihat betapa menderitanya Azka, aku tidak tahan. Aku ini adiknya dan adik macam apa yang bisa 108 Santhy Agatha membiarkan kakaknya menderita padahal tahu bahwa dia bisa berbuat sesuatu?” “Maksudmu....?” Sani bertanya-tanya, akan kemana arah dari kata-kata Keenan itu. “Yang dicintai Celia sebenarnya adalah aku. Aku tahu persis itu sejak awal mula.” Keenan terkekeh, “Aku mendatangi Celia pagi ini dan menawarkan pertunangan, berpura-pura mencintainya dan memintanya meninggalkan Azka. Perempuan itu langsung menyambarnya bagaikan ikan hiu yang kelaparan.” “Astaga Keenan? Kenapa kau melakukan itu?” “Karena aku menyayangi Azka, sejak kecil dia selalu menjaga dan melindungiku, bahkan sampai dewasapun dia selalu melakukannya. Sekarang giliranku untuk membuatnya bahagia.” “Tetapi kau tidak benar-benar mencintai Celia..” “Tidak apa-apa.” Keenan tersenyum, “Aku sudah mengambil seluruh jatah kebahagiaanku di muka, sekarang giliran Azka yang mendapatkannya.” ???* Sepeninggal Azka, Sani masih merenung kebingungan. Pada akhirnya dia memberanikan diri, menelepon nomor Azka. “Halo Sani?” pada deringan pertama telepon itu langsung diangkat, seolah-olah Azka memang sedari tadi duduk merenung menatap ponselnya. “Azka.” Sani memejamkan matanya, merasa bersalah ketika mendengar nada letih di suara Azka, lelaki itu menanggung beban berat karenanya, “Aku... bisakah aku ke cafe? Aku ingin bicara.” You’ve Got Me From Hello 109 “Di dalam hatimu yang penuh cinta, ada aku yang sedang menenun kebahagiaan.” 10 Azka sudah ada di sana menunggunya, ekspresinya tampak cemas. Lelaki itu setengah berdiri ketika melihat Sani mendekat. “Sani.” Gumam Azka menatap Sani dengan penuh kerinduan. Tiba-tiba Sani merasa kasihan kepada lelaki ini, lelaki yang begitu kuat dan berkuasa. Tetapi sekarang tampak begitu lelah dan berantakan, apakah itu karena dirinya? “Sani.” Azka menatap Sani dalam ketika perempuan itu duduk di depannya, “Terimakasih sudah mau bertemu denganku dan memberiku kesempatan kedua. Aku.. aku ingin menjelaskan semuanya padamu..” Sani tersenyum lembut pada Azka, “Aku sudah tahu semuanya, Azka.” “Sudah tahu semuanya?” Azka mengerutkan keningnya “Iya.” Sani menganggukkan kepalanya, “Keenan memberitahuku semuanya tentang kisah pertunanganmu dengan Celia. Dia meluruskan semua kesalahpahaman.” Itu adalah salah satu hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Azka. Keenan memberitahu Sani? Semuanya? Apa maksud Keenan? Selama ini Azka masih menyimpan kecurigaan dan mengira bahwa Keenan juga menyukai Sani. Tetapi dengan memberitahu Sani dan meluruskan semua kesalahpahaman, bukankah Keenan sama saja membantu Azka? “Apa yang Keenan beritahukan kepadamu?” “Semuanya.” Sani menatap Azka dengan lembut, merasa tidak tega ketika menemukan kepedihan di mata itu. Dia yang menyebabkannya. Kemarahannya waktu itu, ketika dia tidak mau menerima penjelasan Azka telah membuat lelaki itu menderita. 110 Santhy Agatha “Dan apakah dia mengatakan bahwa aku tidak mencintai Celia sama sekali?” suara Azka menjadi serak. Sani menganggukkan kepalanya, “Maafkan aku Azka atas semua kesalahpahamanku kepadamu. Aku mengataimu lelaki jahat, aku menganggapmu sama brengseknya dengan Jeremy. Ternyata kau hanyalah lelaki yang terlalu baik hati.” Azka mengernyit pedih. “Dan kebaikan hatiku ternyata membuatku tersiksa. Dulu aku mengira bisa menjalaninya bersama Celia. Toh pada awalnya aku mencintainya, aku pikir aku bisa menerima dan memaafkan... Tetapi kemudian seperti katamu, mudah memang untuk memaafkan, tetapi sulit untuk melupakan...” Azka mendesah, “Setiap melihat Celia aku merasa muak, membayangkan harus menjalani hidupku bersamanya membuatku sangat tersiksa... Tapi janji sudah diucapkan dan harus ditepati, aku bertekad untuk menjalankannya.” Mata Azka menatap Sani dalam-dalam, “Sampai akhirnya aku bertemu denganmu.” Sani membalas tatapan Azka dan membiarkan lelaki itu meraih jemarinya dengan lembut, Azka lalu melanjutkan. “Aku tidak pernah menyapa pelanggan manapun sebelumnya, apalagi seorang perempuan, sama sekali tidak pernah... Tapi kau membuatku tidak bisa menahan diri, kau dengan tubuh mungilmu dan ekspresi seriusmu ketika menghadap laptop membuatku melupakan semua aturanku. Aku menyapamu dan kau membalas sapaanku.” Azka menatap Sani dengan penuh cinta, “Detik itu juga, ketika kau mengucapkan ‘hello’ kepadaku, kau sudah memiliki hatiku.” Sebuah pernyataan yang sangat indah. Mata Sani tiba-tiba terasa panas. Lelaki ini sungguh tak disangka telah menumbuhkan cinta yang begitu dalam dan tulus kepadanya. “Maafkan aku karena tidak mempercayaimu.” Bisik Sani lemah. Azka mengangkat bahunya, “Situasinya seperti itu, aku tidak menyalahkanmu. Aku sendiri juga salah, tidak You’ve Got Me From Hello 111 menceritakan keadaanku dari awal padamu. Aku pikir aku bisa melepaskan diri dari masalah ini.” “Melepaskan diri?” “Ya. Aku sedang berencana melepaskan diri dari Celia.” Azka tampak malu, “Rupanya aku tidak sebertanggungjawab yang kau kira. Ketika aku jatuh cinta, aku rela melakukan apapun demi memiliki kekasihku.” Azka tersenyum sedih, “Kau mungkin merasa aku lelaki yang rendah.” Bicara tentang Celia membuat Sani teringat akan kata-kata Keenan, wajahnya berubah serius, “Keenan.. dia melakukan sesuatu untuk melepaskanmu dari Celia.” Azka tampak terkejut, “Melakukan apa?” “Dia bercerita bahwa sebenarnya yang diincar Celia adalah dirinya.” “Ah ya.” Azka tersenyum, “Celia mengejarnya setengah mati, tetapi kau tahu Keenan. Dia tidak serius menanggapi Celia, hingga Celia berpindah padaku. Aku waktu itu kesepian, masih memendam kesedihan karena harus meninggalkan sekolah kokiku. Dan Celia menghujaniku dengan perhatiannya, pada akhirnya aku menerima bahwa dia adalah wanita yang akan berada di sisiku.” “Keenan menceritakan pengkhianatan Celia kepadaku.” Gumam Sani dengan wajah prihatin. “Ya. Itu juga.” Wajah Azka tampak serius, “Karena itulah aku memahami penderitaanmu. Bagaimana sakitnya ketika kita dikhianati oleh orang yang kita percayai. Aku paham sekali bagaimana rasanya, tetapi mungkin aku tidak sesakit dirimu karena pada akhirnya aku menyadari bahwa aku tidak mencintai Celia sedalam itu. Dan kurasa Celia juga tidak mencintaiku, mungkin aku hanyalah pelariannya dari Keenan.” “Keenan mengetahui itu Azka, dan dia sudah bertekad untuk melepaskan Celia dari dirimu. Dia mendatangi Celia dan melamarnya.” 112 Santhy Agatha “Apa?” Azka terperanjat, menatap Sani dengan kaget, “Apa katamu?” “Keenan merasa bahwa ini adalah waktunya dia yang bertanggung jawab untukmu. Dia berkata bahwa dia sudah begitu egois selama ini, dan membiarkanmu menanggung semuanya.” “Keenan mengatakan itu kepadamu?” Azka sungguh tidak menyangka Keenan yang begitu tidak peduli kepada apapun mau melakukan ini untuknya. “Ya Azka. Dan Celia menerima lamaran Keenan, dia akan membatalkan pertunangannya denganmu.” “Oh Astaga.” Azka tidak tahu bagaimana perasaannya. Di sisi lain dia merasa sangat lega karena bisa melepaskan diri dari Celia. Tetapi di sisi lain perasaan bersalah yang amat dalam memukulnya karena itu berarti dia membuat Keenan yang terjebak bersama Celia selamanya, berakhir bersama orang yang tidak dia cintai. Keenan akan sangat tersiksa, dan Azka tidak mungkin membiarkan Keenan menanggung semuanya. ??? Azka mengetuk pintu apartemen Keenan dengan keras, dan butuh sepuluh menit dia menunggu sampai Keenan membuka pintunya. Adiknya itu tampaknya baru terbangun dari tidurnya, “Ada apa kakak? Kenapa kau kemari tengah malam?” Keenan mengangkat alisnya dan meminggirkan tubuhnya, memberi jalan Azka untuk masuk. Azka melangkah masuk lalu berdiri di tengah ruangan dan menatap Keenan dengan tajam. “Aku sudah mendengarnya dari Sani, kau melamar Celia.” Tidak ada ekspresi apapun di wajah Keenan, “Oh. Ya kakak, maafkan aku belum memberitahumu. Tetapi aku dan Celia berencana untuk datang ke kantormu besok pagi dan mengatakan semuanya.” You’ve Got Me From Hello 113 “Jangan berbuat bodoh demi diriku, Keenan.” Azka bergumam pelan, ada kesedihan dan kesakitan di wajahnya, “Aku tahu kau sama sekali tidak mencintai Celia, kau akan menyiksa dirimu seperti yang kulakukan selama ini. Jangan lakukan Keenan, Jangan lakukan demi diriku.” Keenan tersenyum, lalu menepuk pundak kakaknya, “Jangan memohon kepadaku seperti itu kak. Aku tahu kau melakukan segalanya untuk memikul tanggung jawab atas diriku, dan kurasa kini saatnya aku yang membalas budi.” “Kau adikku, dan aku tidak mungkin menjerumuskanmu dalam penderitaan seperti ini.” Sela Azka keras. Keenan mengangkat bahunya, “Dan kau kakakku, aku tidak akan rela kau kehilangan cinta sejatimu hanya karena sebuah tanggung jawab.” Azka kehabisan kata-kata mendengar kata-kata Keenan. Dia tersentuh. Selama ini dia mengira Keenan egois, berniat menjalani hidup sesukanya dan tidak memikirkan orang lain. Adiknya ini ternyata sangat menyayanginya. “Meskipun aku berterima kasih, aku tetap tidak akan membiarkan kau berakhir dengan Celia.” Gumam Azka akhirnya. Keenan menatap Azka dengan bingung, “Tidak ada cara lain kakak, inilah satu-satunya cara. Pulanglah, milikilah Sani, dan berbahagialah. Dan aku akan berusaha menjalankan peranku dengan sebaik-baiknya. Kalau dipikir-pikir Celia tidak terlalu buruk.” Gumam Keenan sambil tersenyum masam. Azka menggelengkan kepalanya, “Kau tidak tahu, aku merencanakan menjauhkan Celia dengan menggunakan Eric.” “Eric? Sahabatmu dari sekolah memasak itu?” “Ya. Eric yang itu, aku menyuruhnya untuk mendekati Celia dan merayunya dengan segala pesonanya.” Pipi Azka tampak merona, sedikit malu, “Yah, memang aku menggunakan cara pengecut di sini, menusuk Celia dari belakang. Tetapi cara ini juga bisa menjadi bukti untukku apakah Celia benar-benar setia dan mencintaiku. Dia pernah mengkhianatiku sekali, dan 114 Santhy Agatha aku ingin melihat, jika ada kesempatan, akankah dia mengkhianatiku lagi?” “Dan ternyata?” Keenan bertanya meskipun sepertinya dia sudah tahu jawabannya. “Dan dia mengkhianatiku, dia menjalin hubungan dengan Eric, bahkan Eric bilang Celia tidak menolak ketika dia menciumnya. Celia mengira aku tidak tahu karena itu dia tetap memaksa melanjutkan pernikahan ini sambil terus mengungkit rasa tanggung jawabku.” “Dasar perempuan jalang.” Keenan mengumpat kasar, lalu mengangkat bahunya meminta maaf ketika Azka melemparkan pandangan memperingatkan kepadanya, “Maafkan aku kak, aku sudah sejak awal tidak menyukainya, apalagi ketika pada awalnya dia mengejarku, lalu mengejarmu, dan kemudian mengkhianatimu.” Azka tersenyum lembut, “Dan kau dengan sukarela mau mengorbankan hidupmu untuk berakhir dengannya, hanya demi kakakmu ini.” “Bukan ‘hanya’. Kaulah satu-satunya keluargaku yang tersisa di dunia ini. Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu bahagia.” Gumam Keenan pelan. Mata Azka berkaca-kaca, “Dan aku akan melakukan semuanya juga, untuk membuatmu bahagia, Keenan.” Kedua kakak beradik itu berpelukan dengan penuh perasaan, lalu Azka melepaskan pelukannya dengan canggung, karena sudah lama sekali dia tidak memeluk adiknya. Dia mengangkat alisnya dan menatap Keenan ingin tahu, “Tantangan untuk memperebutkan Sani dulu itu, kau sengaja ya?” Keenan terkekeh, “Aku hanya ingin sedikit mendorongmu.” “Sudah kuduga.” Azka mencibir, “Walaupun aku sempat sangat marah padamu, kau pandai sekali berakting.” “Dan kau sangat pencemburu, aku hampir tidak kuat untuk menyembunyikan tawa geliku waktu melihatmu marah dan mulai mengancamku.” Keenan akhirnya tertawa. You’ve Got Me From Hello 115 Azka tersenyum malu, “Lakukan semua seperti rencanamu Keenan, kurasa aku akan menggunakan Eric untuk menyelamatkanmu.” “Bagaimana caranya?” Keenan menatap Azka bingung. “Kita akan menemukan cara.” Azka menghela napas panjang. Dia harus menemukan cara, karena dia tidak mungkin tega membiarkan Keenan menanggung semuanya untuknya. ??? “Keenan mengorbankan diri untukmu? Sungguh tidak terduga,” Eric terkekeh, “Bersyukurlah Azka berarti kau sangat disayangi.” Azka melemparkan pandangan serius kepada Eric, “Tetapi aku masih membutuhkanmu untuk menyelamatkan Keenan, bagaimana hubunganmu dengan Celia akhir-akhir ini?” Wajah Eric tampak masam, “Dia menghindariku akhir-akhir ini, kurasa dia mulai serius dengan Keenan.” Eric mengangkat alisnya menatap Azka, “Sepertinya kali ini dia sungguh-sungguh ingin memiliki Keenan.” Gawat. Azka menghela napas panjang, kalau begini caranya, rencananya untuk menggunakan Eric sebagai senjata tidak dapat digunakan. “Tetapi aku punya satu pemikiran untukmu.” Eric bergumam misterius, membuat Azka langsung memperhatikaannya. “Pemikiran yang mungkin harus kau selidiki Azka, karena kupikir Celia membohongi kalian semua.” “Membohongi kami?” Azka mengernyitkan keningnya, “Apa maksudmu?” “Aku punya seorang nenek yang sudah tua di panti jompo, dia tidak dapat berjalan dan harus berada di kursi roda. Beliau hidup bersama kami di rumah keluarga kami dan aku menghabiskan banyak waktuku untuk merawatnya.” Eric memajukan tubuhnya, “Dari pengalamanku itu, sepatu atau sandal yang dipakai oleh orang yang lumpuh biasanya solnya masih bagus seperti baru, karena sama sekali tidak pernah dipakai. Tetapi... kau tahu aku sering berkunjung ke tempat Celia, dan dia memakai sandal rumahnya di dalam... aku 116 Santhy Agatha beberapa kali menggendongnya dan membantunya berpindah tempat. Dan aku sempat melihat, sol sandalnya sudah tidak seperti baru lagi dan sedikit aus... seperti sering dipakai berjalan-jalan.” Azka tertegun, pemikiran itu sama sekali tidak pernah terbersit olehnya. Dia mendengar sendiri diagnosa dari dokter rumah sakit bahwa Celia akan lumpuh selamanya. Dan dia mempercayainya sampai saat ini. Tetapi mungkinkah Celia membohonginya? Batinnya langsung mengiyakan, yah, mungkin sekali Celia membohonginya, kelumpuhan itu adalah satu-satunya pengikat rasa tanggung jawab Azka terhadap Celia. Dan jika Celia tidak lumpuh lagi, sudah pasti Azka akan meninggalkannya. “Mungkin kau bisa menghubungi dokter pribadi Celia dan meminta informasi.” Eric bergumam memberi usul. Azka sudah pasti akan melakukannya, dan jika sampai dokter itu berbohong, dia pasti akan menyesalinya. Azka akan melakukan segala cara untuk mendapatkan kebenaran. ??? Untunglah ketika resepsionisnya mengabarkan bahwa Keenan datang mengunjunginya bersama Celia, Eric sudah meninggalkan kantor itu. Kalau tidak semuanya akan berubah menjadi drama yang buruk di antara mereka. Azka mempersilahkan dua orang itu masuk, berakting sebaik-baiknya seolah-olah dia tidak tahu apa-apa. “Hai kakak.” Keenan masuk sambil mendorong kursi roda Celia, sempat-sempatnya dia mengedipkan mata kepada Azka, membuat Azka tersenyum masam. “Hai Keenan.” Azka menatap Keenan dan Celia bergantian, “Kau tidak bilang akan kemari, Celia, dan sungguh tidak disangka aku melihat kalian berdua datang bersama. Apakah kalian memang datang bersama, atau kalian bertemu di depan?” “Kami memang datang bersama, Azka.” Celia tampak gugup, Azka tampak begitu mendominasi di ruangan kantornya yang formal ini, dan tiba-tiba Celia merasa takut. Dia sudah You’ve Got Me From Hello 117 pernah mengkhianati Azka sekali dan dia melakukannya lagi, bahkan kali ini dengan adik kembar Azka sendiri. Tetapi Keenan sudah meyakinkannya bahwa Azka tidak akan marah, karena dia tahu pasti bahwa Azka tidak mencintainya. Dan lagipula, Celia berpikir bahwa dia berhak memiliki cinta sejatinya. Keenanlah cinta sejatinya, lelaki yang sangat diimpikannya sejak dulu, dan sekarang ketika akhirnya bisa memiliki Keenan di tangannya, Celia tidak akan pernah melepaskannya. “Kami datang untuk mengatakan sesuatu kepadamu. Dan kami harap kau tidak marah.” Keenanlah yang angkat bicara, lalu dia meremas pundak Celia dengan lembut dan menenangkan Celia. “Katakan kepada Azka, Celia.” Azka menatap Celia dan Keenan berganti-ganti, “Mengatakan apa?” Celia meletakkan kotak cincin di meja di dekat Azka, dia merasa mantap sekarang. “Aku ingin mengembalikan cincin pertunangan ini.” Gumamnya. Azka mengangkat alisnya, “Mengembalikan cincin pertunangan? Apa maksudmu, Celia?” Celia melirik ke arah Keenan dan tersenyum ketika melihat Keenan menatapnya penuh cinta dan memberi semangat, “Aku tidak mencintaimu Azka, kurasa aku tidak pernah mencintaimu. Ketika Keenan melamarku, aku baru sadar bahwa selama ini aku hanya menganggapmu sebagai pengganti Keenan.” Kurang Ajar. Meskipun sudah tahu, tetap saja Azka tidak bisa menahan diri untuk mengumpat dalam hatinya. Celia menganggapnya sebagai pengganti tetapi dia dengan egoisnya menahan Azka untuk dimilikinya. Bahkan Celia bertekad membawa hubungan mereka ke pernikahan. Wanita ini memang egois dan licik... sangat licik dan Azka harus berhati-hati menghadapinya. Dia harus memikirkan informasi Eric tadi dengan baik dan bertindak dengan hati-hati pula. Kalau memang yang dikatakan Eric benar, itu akan menjadi senjata besar untuk menyelamatkan Keenan. 118 Santhy Agatha “Kau melamar Celia?” Azka berpura-pura terkejut, menatap Keenan yang tampaknya berusaha menyembunyikan senyum gelinya, “Aku melamarnya kak. Karena aku tahu kau tidak mencintainya, dan Celia tidak mencintaimu. Celia mencintaiku dan aku pikir dia berhak untuk bahagia bersamaku.” “Aku sangat mencintai Keenan, Azka. Aku harap kau mengerti.” Celia menyela dengan bersemangat, “Aku ingin menikah dengan Keenan dan hidup bersamanya selamanya.” Azka tidak melewatkan ekspresi muak yang sempat terlintas di wajah Keenan, tetapi kemudian adiknya itu menutupinya dengan baik. “Well kurasa kalian berdua serius, aku bisa berbuat apa?” Azka mengangkat bahunya, “Kurasa aku harus mengucapkan selamat.” Celia hampir memekik kegirangan karena jawaban Azka itu. Dia lalu mendongak dan menatap Keenan dengan senyuman penuh kemenangan. ??? “Jadi begitu ceritanya.” Azka bergumam lembut kepada Sani. Mereka sedang berpelukan di sofa apartemen Sani, setelah memakan makan malam yang khusus dimasakkan Azka untuk Sani. Setelah itu mereka melewatkan malam dengan bersantai dan menonton TV. Azka bercerita panjang lebar tentang pertemuannya dengan Keenan, pertemuannya dengan Eric, dan kedatangan Keenan bersama Celia ke tempatnya untuk mengembalikan cincin pertunangannya. Azka menunduk lalu mengecup dahi Sani yang meringkuk di dalam pelukannya dengan lembut, “Aku lelaki bebas sekarang Sani, Lelaki bebas yang bisa kau miliki.” Sani menenggelamkan tubuhnya di dada Azka yang bidang dan memeluknya semakin erat, “Aku senang bisa memilikimu, aku bahagia Azka.” “Aku akan selalu menjadi milikmu Sani, sekarang ataupun nanti.” Azka mendongakkan dagu Sani, lalu mengecup You’ve Got Me From Hello 119 bibirnya dengan lembut dan intens. “Dan semua impian kita akan terwujud, kau akan menjadi perempuan pertama yang kupuja dipagi hari ketika aku membuka mataku, dan menjadi yang terakhir kupeluk di malam hari ketika aku beranjak tidur.” “Kau sangat romantis.” Sani terkekeh ketika Azka melepaskan kecupannya, “Dan aku suka.” Azka tertawa, “Aku tidak pernah seperti ini dengan perempuan manapun. Kau tahu... semua orang menganggapku kaku.” Azka tersenyum malu, “Bahkan kadang aku merasa iri kepada Keenan yang dengan mudahnya mengeluarkan kata-kata puitis untuk merayu seseorang.” Sani tertawa, “Kau cukup puitis untukku kok.” Dia memeluk Azka dengan manja, lalu teringat sesuatu dan dahinya berkerut, “Jadi, apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Azka?” “Mengenai Celia?” Azka mengangkat bahunya, “Well aku menganggap info dari Eric perlu ditindaklanjuti. Aku sudah menceritakan kepada Keenan dan dia setuju untuk bersama-sama menemui dokter pribadi Celia besok.” “Kalau Celia memang berbohong, berarti dokter pribadi Celia ikut membantunya membohongimu.” Gumam Sani merenung. Azka mendesah, “Mau bagaimana lagi, dokter itu adalah dokter pribadi Celia selama bertahun-tahun. Dia adalah sahabat dekat kedua orang tua Celia, mungkin persahabatannya itulah yang menjadi alasan utamanya membantu menutupi kebohongan Celia. Tetapi bagaimanapun juga, aku dan Keenan akan membuatnya bicara.” ??? “Dari awal saya sebenarnya sudah tidak setuju dengan kebohongan ini.” Tanpa diduga dokter pribadi keluarga Celia langsung mengungkapkan semuanya tanpa menutupi apapun. “Tetapi ayah Celia memohon kepada saya, dia meminta saya tidak memberitahukan kepada anda, bahwa Celia sudah bisa berjalan... Dia menangis dan mengatakan bahwa Celia akan bunuh diri kalau sampai anda meninggalkannya.” Dokter itu mengangkat bahunya dengan menyesal. “Saya minta maaf atas 120 Santhy Agatha kebohongan ini, saya memang bersalah. Tetapi pada waktu itu, saya memandang Celia seperti putri saya, dan saya tidak tega menghancurkan hidupnya.” Keenan dan Azka saling melempar pandangan. Sekarang semua sudah jelas, Celia selama ini membohongi mereka dengan berpura-pura lumpuh. Mereka bisa saja membawa semua bukti ini ke depan Celia, melemparnya ke mukanya, dan membuatnya malu. Tetapi itu tidak akan membuat Celia menyesal. Itu tidak akan membuat Celia membayar setimpal kebohongan yang telah dengan tega dilakukannya dengan kejam. ??? Keenan menjemput Celia untuk makan malam bersama, Celia sudah berdandan secantik mungkin dan menunggu di kursi rodanya. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan, dan di mobil Celia menoleh kepada Keenan dengan tatapan manja, “Memangnya kita mau kemana Keenan?” tanyanya mesra. Keenan tersenyum, matanya mengarah ke jalan di depannya, wajahnya tidak terbaca, “Kita akan makan di salah satu cafe milik Azka, kau tidak keberatan kan? Makanan di cafe itu sangat enak dan suasananya romantis.” “Apakah Azka akan ada di sana?" Celia mengeryitkan keningnya. Pasti suasana makan malam yang romantis akan rusak kalau Azka ada di sana. Keenan melirik sedikit dan tersenyum, “Cafe itu miliknya, mungkin saja dia akan ada di sana, mungkin juga tidak.” ??? Mereka lalu memasuki Garden Cafe itu, sebuah cafe yang indah dengan pepohonan hijau yang memenuhi sekelilingnya. Dindingnya dibatasi oleh kaca bening yang menampilkan pemandangan taman yang luar biasa indahnya. Cafe itu cukup bagus, meskipun Celia sedikit kecewa. You’ve Got Me From Hello 121 Bukankah keluarga Azka dan Keenan memiliki banyak rumah makan bintang lima? Kenapa Keenan malah mengajaknya merayakan pertunangan mereka di cafe biasa seperti ini? Padahal dia sudah memakai gaun terbagusnya dan berdandan semewah mungkin karena mengira Keenan akan membawanya makan malam di hotel yang mewah. Celia mengenakan gaun berwarna putih dengan hiasan renda keemasan di kerah dan lengannya. Gaun ini sangat mahal, pesanan khusus, tetapi tentu saja gaun ini sangat pantas dipakai di perayaan pertunangannya dengan Keenan. Celia melirik cincin di tangannya dengan bahagia. Cafe itu cukup ramai, kelihatan dari luar. Beberapa orang memilih duduk-duduk bergerombol dan bercakap-cakap. Beberapa orang duduk dan menikmati minumannya di bar yang kelihatan dari kaca yang bening. Setelah membantunya turun dari mobil dan duduk di kursi rodanya, Keenan mendorong kursi roda Celia dengan hati-hati memasuki cafe. Mereka memilih meja di sudut yang sepi, Keenan menyingkirkan kursi dan mengatur kursi roda Celia supaya pas di sana. Dan Albertlah yang melangkah mendekati mereka. “Selamat malam Tuan Keenan, makan malam istimewa yang tuan minta sudah disiapkan.” Dengan sopan Albert menyalakan lilin di tengah meja, menampilkan cahaya temaram yang indah dan sangat romantis. Pipi Celia memerah karena bahagia dan dia menatap Keenan dengan penuh cinta. “Kau menyiapkan makan malam istimewa untukku?” bisiknya mesra. Keenan tersenyum misterius, “Tentu saja sayang, dan aku harap kau akan menyukai setiap detiknya.” Makan malam berlangsung romantis dan nikmat, meskipun Keenan tampaknya tidak banyak bicara. Ketika saat terakhir, Keenan menawarkan kepada Celia, “Kau mau kopi untuk penutup?” “Apa?” sebenarnya Celia sudah kenyang, dan dia tidak menginginkan kopi, karena kopi membuatnya susah tidur di 122 Santhy Agatha malam hari. Tetapi Keenan tampaknya punya maksud tersendiri. “Malam kita tidak hanya akan berakhir di makan malam ini Celia, aku punya rencana supaya kita menghabiskan malam di rumahku.” Keenan mengedipkan matanya, “Dan itu bukan untuk tidur. Jadi kurasa kau butuh kopi.” Pipi Celia memerah ketika memahami maksud Keenan. Dia dan Keenan akan bermesraan, batinnya bersemangat. Memang Keenan berbeda dengan Azka, Azka sangat dingin. Jangankan bermesraan, lelaki itu jarang menyentuhnya kecuali hanya memegangnya lembut, atau memberinya kecupan di dahi. Padahal Celia sangat haus akan perhatian laki-laki. Karena itulah dia tidak menolak perhatian yang dilimpahkan Eric kepadanya. Bahkan ketika Eric menciumnya dulu, Celia tidak menolak dan malahan menikmatinya. Sayangnya Eric masih kalah kalau dibandingkan dengan Keenan, Celia akhirnya memilih menjauhi Eric karena tidak mau lelaki itu menjadi penghalang hubungannya dengan Keenan. “Kurasa aku mau secangkir kopi.” Gumamnya malu-malu. Keenan terkekeh, lalu memberi isyarat kepada Albert, “Dua cangkir kopi.” Gumamnya sambil mengedipkan mata, Albert menganggukkan kepalanya dan melangkah pergi. Tak lama kemudian Albert datang membawa nampan berisi dua cangkir kopi yang masih mengepul panas. “Hmm kopi ini aromanya nikmat, Albert dan sangat panas, aku yakin aku akan menikmatinya.” Keenan bergumam ketika Albert mendekat, sementara itu Albert tertawa menanggapinya. Sayangnya karena tertawa dan terlalu memperhatikan Keenan, nampan di piringnya oleng dan gelas kopinya jatuh miring tumpah ke samping ke arah Celia, Keenan langsung berteriak memperingatkan, “Celia! Menyingkir, kopinya sangat panas!” serunya. Dan dengan gerakan refleks Celia menyingkir, menghela napas panjang karena lega ketika cairan kopi yang mengepul panas itu tidak mengenai dan melukainya, dia You’ve Got Me From Hello 123 bergidikmembayangkan luka bakar yang akan dideritanya kalau terkena cairan panas itu. Untunglah gerakan refleknya cukup bagus. Celia menoleh untuk tersenyum lega kepada Keenan, ketika menyadari bahwa Keenan dan Albert sedang tertegun dan menatapnya dengan tajam. Celia menundukkan kepalanya dan kemudian menyadari bahwa dia sudah berbuat kesalahan yang luar biasa fatal... Karena dia terlalu panik menghindari kopi panas itu, tanpa sadar dia sudah melompat berdiri dari kursi rodanya. “Aku bisa menjelaskan..." Celia berseru panik ketika melihat ekspresi jijik muncul di wajah Keenan. Bahkan pelayan setengah baya sialan yang tidak bisa memegang nampan dengan benar itupun ikut memandanginya dengan mencela. “Menjelaskan apa Celia? Bahwa kau selama ini membohongi kami? Membohongi Azka, aku dan semua orang?’ “Bukan begitu....” Celia meninggikan suaranya, keringat dingin muncul di keningnya. Dia gugup dan ketakutan, tidak menyangka bahwa pada akhirnya dia akan ketahuan, “Aku melakukannya karena aku mencintaimu Keenan, aku mencintaimu, bukankah kau juga mencintaiku?” Keenan bersedekap, menatap Celia dengan dingin, “Karena mencintaiku? Aku tidak percaya.” Lelaki itu menggelengkan kepalanya dengan jijik, “Kau melakukan kebohongan ini ketika kau masih bersama Azka. Jelas sekali bahwa kau berpura-pura lumpuh bukan karena mencintaiku, tetapi karena keegoisanmu ingin memanfaatkan rasa bersalah Azka, karena obsesimu untuk memiliki Azka.” “Ya. Aku memang melakukannya!” Celia berteriak dengan frustrasi karena dia sudah kepalang basah, “Tetapi itu semua sudah tidak penting lagi. Kau mencintaiku dan aku mencintaimu. Tidakkah ini membuatmu bahagia? Aku yang bisa berjalan disisimu dan membuatmu bangga? Kita saling mencintai bukan, Keenan?” Celia mulai gemetaran, “Kita akan menikah dan berbahagia kan Keenan? Aku akan memilikimu, bukan?” 124 Santhy Agatha Keenan mencibir, “Kau hanya bisa memilikiku dalam mimpimu Celia.” Lalu lelaki itu melemparkan bom kejam itu kepada Celia, “Aku sama sekali tidak pernah mencintaimu. Aku melamarmu dan sebagainya karena ingin melepaskan Azka dari cengkeraman perempuan licik sepertimu. Kakakku itu terlalu baik hati untuk menyingkirkanmu secara langsung dan kau memanfaatkan kebaikan hatinya tanpa tahu malu. Sekarang kau harus menyingkir dari kehidupan kami, Celia.” Airmata meleleh dari wajah Celia, dia menatap Keenan dengan shock dan sedih, “Kau tidak akan melakukannya kepadaku kan Keenan? Aku mencintaimu!!” Keenan memalingkan mukanya dan berdiri, “Pergilah Celia sebelum aku marah dan lebih mempermalukanmu lagi. Kau dan keluargamu telah menipu kami. Aku dan kakakku bisa saja melakukan pembalasan kejam kepadamu dan keluargamu, tetapi kalau kau menyingkir sekarang, kami tidak akan melakukannya.” “Keenan....” Celia berusaha memanggil dan memohon, tetapi wajah Keenan tampak dingin dan penuh kebencian. “Supir di luar akan mengantarmu pulang, kau bisa mendorong kursi roda itu sendiri bukan?” Lelaki itu melirik Celia dengan tatapan merendahkan. “Dan omong-omong, cincin itu bisa kau tinggalkan sebelum pergi.” Lalu Keenan melenggang pergi, meninggalkan Celia yang berdiri dan menangis histeris memanggil-manggil namanya. ??? Azka berada di ruangan kerjanya yang berdinding kaca, mengamati semua kejadian itu. Ketika akhirnya Celia pergi ke luar dengan di antar Albert yang membantu mendorong kursi rodanya, menuju sopir dan mobil yang sudah menunggu, Azka memejamkan matanya dengan lega. Selesailah sudah. Tubuhnya menegang selama mengawasi Keenan datang dan mengajak Celia makan malam. Dia takut rencana mereka tidak akan berhasil, dia takut bahwa kopi itu akan menumpahi Celia yang memilih tidak bergerak dari kursi rodanya dan You’ve Got Me From Hello 125 melukainya. Mereka mengambil resiko yang cukup besar dengan rencana ini. Dan itu semua sepadan. Celia sudah pergi dari kehidupan mereka selamanya. Dia dengan rencana licik egoisnya sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mengganggu kehidupannya. Azka melangkah mundur dan langsung menghubungi Sani. Suara Sani yang menyahut lembut di seberang sana langsung menyejukkan perasaanya. “Hallo?” Azka tersenyum, “Semua sudah selesai, Sayang. Aku akan segera kesana.” ??? Azka melihat Keenan yang sedang bercanda dengan Albert di bar ketika dia menuruni tangga. Dia mendekati mereka. “Hai kak.” Senyum Keenan tampak lebar, “Kau melihatnya tadi?” Azka menganggukkan kepalanya, “Terimakasih Keenan, kau membuat semuanya menjadi mudah untukku.” “Aku akan mengirimkan tagihannya nanti.” Keenan mengedipkan sebelah matanya menggoda, “Mungkin aku akan meminta makanan gratis di sini setiap hari sebagai bayarannya.” Azka melemparkan tatapan mata mencela, “Silahkan kalau kau tidak tahu malu.” Lelaki itu lalu terkekeh, sebuah tawa yang terdengar menyenangkan karena sekarang hatinya benar-benar ringan, “Aku akan ke tempat Sani.” Keenan dan Albert saling bertukar pandang dan tersenyum penuh arti ketika melihat Azka berjalan dengan sedikit tergesa dan penuh kebahagiaan keluar dari cafe. Pundaknya tampak tegak tanpa beban, seakan semua kesakitannya yang berat telah disingkirkan dari dirinya. ??? 126 Santhy Agatha “Saat ini aku merasa begitu ringan.” Azka menatap Sani dan tersenyum lebar, “Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.” Sani menatap kekasihnya yang tampak begitu bahagia itu dengan terharu. Azka memang telah menanggung beban berat begitu lama, karena menanggung beban demi kebahagiaan orang lain. Dan sekarang, lelaki itu layak untuk bahagia. Sani berjanji dalam hati dia akan membahagiakan Azka sebisanya. Sedapat mungkin untuk menebus segala beban dan penderitaan yang selama ini ditanggung oleh Azka. Dengan senang dia memeluk Azka yang langsung membalas pelukannya dengan sayang. Lelaki itu mengecup dahinya dan menatapnya lembut, “Terimakasih Sani.” Bisiknya penuh cinta, “Untuk apa?’ “Karena muncul di hidupku dan mengubah segalanya untukku. Kau membuatku berani melanggar semua prinsipku dan mengejar kebahagiaanku. Kau memberiku kebahagiaan yang dulu bahkan tidak pernah berani aku impikan.” Mata Azka berkaca-kaca, lelaki itu mengungkapkan perasaannya dengan sepenuh hatinya. Mata Sani sendiri terasa panas, menyadari betapa besarnya cinta yang diberikan Azka kepadanya. Lelaki ini benar-benar tulus kepadanya sejak awal, seorang lelaki yang dipenuhi kebaikan hati yang luar biasa. Dan Sani memilikinya, mereka saling memiliki. “Aku mencintaimu Azka.” Sani berbisik pelan, menutup matanya yang penuh air mata, membiarkan kekasihnya itu mengecup sudut matanya yang basah, lalu dahinya, lalu ujung hidungnya dan kemudian bibirnya. Mereka berciuman dengan penuh cinta kemudian, bibir mereka bertaut mencicipi kemanisan satu sama lain. Ketika Azka mengangkat kepalanya dia menatap Sani dengan serius, “Kurasa aku tidak ingin berlama-lama lagi,” You’ve Got Me From Hello 127 “Berlama-lama untuk apa?” Sani mendongak, menatap Azka dengan penuh ingin tahu, “Untuk menikah.” Lelaki itu mengeluarkan kotak cincin di saku celananya dengan gugup, “Aku.. eh aku membelinya sejak kemarin... “ Sani tertegun, kotak itu sudah pasti sebuah cincin, dan itu berarti Azka melamarnya. Dia tidak menyangka Azka akan melakukannya secepat itu. Tetapi apalagi yang perlu ditunggu? Mereka sangat pas bersama, mereka saling melengkapi satu sama lain, dan mereka sangat bahagia bersama. Mata Sani kembali basah oleh air mata ketika Azka membuka kotak cincin itu dan berbisik parau kepada Sani, “Maukah kau menikahiku sayang? Maukah kau menjadi yang pertama kulihat ketika bangun di pagi hari, dan menjadi yang terakhir kupeluk ketika aku menutup mata di malam hari?” Tentu saja Sani mau, dia menganggukkan kepalanya, tidak mampu berkata-kata karena perasaan bahagia yang membuncah memenuhi rongga dadanya. Sani menganggukkan kepalanya sambil berurai air mata, dan Azka mengecup dahinya dengan lembut, Lelaki itu lalu memasangkan cincin itu di jari manis Sani dan memeluk kekasihnya erat-erat. Rasanya tidak ada yang lebih membahagiakan daripada memeluk sang pujaan hati dalam rengkuhan lengannya, menyadari bahwa mereka akan bersama selamanya, menjelang hari demi hari sambil bergandengan tangan. 128 Santhy Agatha “Kau menggenggam hatiku dari saat pertama, dan akan selalu begitu, selamanya.” EPILOG “Baiklah aku akan membantumu di perusahaan, tetapi bukan untuk pekerjaan kantoran. Aku akan melakukan hal-hal yang berhubungan dengan seni, seperti membantu dekorasi restoran dan kamar-kamar di hotelmu.” Gumam Keenan sambil membanting tubuhnya di sofa Azka. Azka mencibir, “Kau bisa melakukannya sejak dulu, tetapi tidak kau lakukan. Kenapa baru sekarang?” “Karena aku bosan.” Keenan merenung, “Hidup seperti ini memang menyenangkan pada awalnya, tanpa beban, bisa berbuat semau kita. Dan bahkan tidak melakukan apa-apa tetapi bisa tetap hidup mewah.” Keenan terbahak, “Tetapi kemudian aku bosan, hidupku terasa hampa, tidak ada tujuan yang bisa kucapai. Aku menjalani hidupku seolah-olah hanya untuk menghabiskan hari, dan tidak bermakna.” “Hidupmu itu adalah hidup yang diimpikan banyak orang lain, dan sekarang kau bosan.” Azka menggeleng-gelengkan kepalanya, “Dasar manusia yang tidak pernah puas.” Keenan tertawa lagi, sama sekali tidak merasa tersinggung oleh perkataan Azka yang ketus, “Mau bagaimana lagi, setiap hari aku harus melihatmu dan kemudian melihat diriku. Dan aku menyadari betapa tidak bermaknanya hidupku.” Azka terkekeh mendengar pengakuan Keenan, “Kenapa? Apa yang kau lihat dari hidupku?” “Bahwa kau sangat bahagia.” Keenan tersenyum, “Bahwa kau mempunyai tujuan hidup yang paling utama, membahagiakan Sani. Bahwa kau merasa bahwa hidupmu begitu berarti sejak Sani ada di sisimu.” You’ve Got Me From Hello 129 “Aku memang bahagia.” Azka tidak bisa menahan senyum penuh cintanya ketika membayangkan Sani. Mereka akan menikah sebulan lagi. Seminggu yang lalu Azka melamar Sani ke kedua orangtuanya, membuat mereka terkejut dan bertanya-tanya. Tetapi bukan Azka namanya kalau tidak bisa meyakinkan orang lain. Pada akhirnya dia berakhir sebagaimenantu kesayangan dan kedua orang tua Sani begitu senang karena dia membantu Sani menyembuhkan luka hatinya. Dan Azka tidak suka pertunangan yang lama, pertunangan yang lama hanya menunjukkan ketidaksiapan, keraguan, dan ketidakyakinan. Ketika kita sudah menemukan pandangan sejiwa, saat itu juga kita harus mengikat janji serius dengannya.Kalau saja boleh, mungkin minggu ini juga Azka akan menikahi Sani, mengikuti dorongan hatinya. Tetapi mereka tidak bisa melakukannya, karena mereka hidup di dalam masyarakat bukan di dunia mereka sendiri. Selain itu Azka ingin menghormati Sani dalam pernikahan yang layak dan indah. Persiapan persta sudah dilakukan, semua akan siap dan sempurna satu bulan lagi, di tanggal yang sudah ditetapkan. “Aku berusaha mencari bahagia sepertimu di dalam diriku, tetapi yang kurasakan hanya kehampaan.” Keenan mencetuskan pikirannya, membuat Azka tergugah dari lamunannya. Azka menatap Keenan dengan serius, “Kau hanya perlu menemukan seorang perempuan dan jatuh cinta kepadanya untuk mengalami seperti aku.” “Sayangnya aku belum seberuntung dirimu.” Keenan mengangkat bahunya, “Karena itulah aku ingin bekerja, membantumu di perusahaan. Setidaknya aku bisa mengisi kekosongan dalam hidupku.” Azka menepuk pundak adiknya dengan sayang, “Perusahaan ini sudah lama menunggumu untuk bergabung di sini. Kau diterima dengan tangan terbuka di sini.” ??? 130 Santhy Agatha Mereka duduk bersama di cafe itu dengan Sani menatap laptopnya. Perempuan itu mengernyit dengan serius ketika mengetikkan kata-kata di sana. Membuat Azka yang bertopang dagu menatapnya terkekeh geli, “Apakah kau selalu seperti itu ketika mengetik cerita? Lupa akan segalanya?” Sani mengalihkan pandangan dari laptopnya dan menatap Azka dengan tatapan mata bersalah, “Oh.. astaga.. maafkan aku. Aku mengabaikanmu ya?” Azka menggelengkan kepalanya, tersenyum lembut, “Tidak apa-apa, aku senang duduk di sini dan menatapmu.” Sani cemberut menatap Azka, “Memangnya kau tidak punya pekerjaan lain ya?” Azka terkekeh, “Pekerjaan yang paling nikmat di dunia adalah mengamatimu.” Ekspresi lelaki itu berubah merenung, “Aku ingin mengakui sesuatu kepadamu.” Ada rahasia lagi? Tiba-tiba jantung Sani berdebar, berharap bahwa apapun itu yang diakui Azka kepadanya adalah sesuatu yang baik. “Tentang Jeremy.” Azka menatapnya dengan menyesal. Ada apa dengan Jeremy? Sani merenung, nama itu sudah hampir dilupakannya. Bahkan dia sudah bisa mengenang Jeremy dengan senyum samarnya, menganggap Jeremy hanyalah salah satu kesalahan di masa lalunya, yang membuatnya belajar untuk mengobati diri dan menjadi lebih dewasa. Azka menghela napas panjang, “Kau pasti ingat kan bahwa Jeremy dipindahkan pekerjaannya ke tempat yang jauh sehingga dia tidak bisa mengganggumu lagi?” Sani mengangguk dan mengernyitkan keningnya. Dia memang pernah bercerita kepada Azka bahwa Jeremy sudah tidak bisa mengganggunya lagi. “Well.” Azka menatapnya penuh penyesalan, “Semua itu terjadi atas campur tanganku, aku mendapatkan informasi bahwa Jeremy ternyata bekerja di salah satu anak cabangku. You’ve Got Me From Hello 131 Jadi aku memangil GM-ku di sana dan memintanya memberikan Jeremy promosi yang bagus sehingga dia tidak sadar bahwa dia ‘dibuang menjauh’ dengan halus.” Sani ternganga, Azka ada dibalik semua hal itu? “Kau melakukan semua itu?” Sani menatap Azka menyadari bahwa lelaki itu tampak malu, dan dia kemudian tertawa geli, “Terimakasih Azka.” “Kau tidak marah kepadaku?” Tanya Azka pelan. Sani menggelengkan kepalanya, “Kenapa aku harus marah kepadamu? Kau membuat hidupku lebih mudah dengan menyingkirkan Jeremy jauh dari sini. Sungguh Azka, kau adalah penyelamat hidupku.” Azka terkekeh pelan merasa senang, kemudian dia menatap Sani dengan mesra, “Dan kau juga penyelamat hidupku, Sani.” Jemarinya meraih jari Sani yang mengenakan cincin di jari manisnya dan mengecupnya lembut, “Aku tidak sabar menunggu sebulan lagi hari pernikahan kita.” Sani tertawa, “Kau melakukan semuanya dengan terburu-buru, tidakkah kau lihat orangtuaku hampir pingsan karena terkejut ketika kau tiba-tiba melamarku?” Sani tersenyum malu, “Ibuku bahkan menemuiku diam-diam dan bertanya apakah aku hamil.” Azka tertawa terbahak-bahak, “Kenapa pernikahan buru-buru selalu dikonotasikan dengan kehamilan?” “Karena biasanya itulah yang terjadi.” Sani tersenyum malu-malu. Azka mengangkat bahunya, “Aku hanya ingin lekas memilikimu, secara resmi. Kau menjadi milikku dan aku menjadi milikmu. Itu saja.” “Dan itu akan terjadi sebulan lagi.” Sani menatap Azka sambil tersenyum, “Lalu kita akan berakhir dengan happy ending.” Azka menggelengkan kepalanya, “ Bukan berakhir sayang, kita baru akan memulai segalanya, dengan penuh kebahagiaan. Aku, kau, dan calon anak-anak kita nanti.” 132 Santhy Agatha Calon anak-anak kita nanti..... Sani tersenyum membayangkannya, dia bisa membayangkan dirinya dan Azka menggendong dan menyayangi anak-anak mereka. Dunia di sekeliling mereka dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka sudah saling memiliki sejak mereka bertatapan dan saling menyapa. Dan segala sesuatunya yang terjadi setelah itu semakin menyatukan mereka berdua. Karena mereka memang sudah ditakdirkan untuk bersama. END You’ve Got Me From Hello 133 Side Story Colorful Of Love “Pesanan anda.” Albert mendekati Sani yang sedang sibuk mengetik di depan laptopnya, meletakkan segelas anggur merah di meja depan Sani dan tersenyum, “Apakah anda susah tidur lagi Nona Sani, sehingga membutuhkan anggur merah?” tanyanya dengan nada ramahnya yang biasa. Sani sedang mengetik cerita sambil menunggu Azka datang. Lelaki itu tadi menelepon, masih di perjalanan pulang dari kantor pusatnya dan terjebak kemacetan. Dia mendongakkan kepalanya ke arah Albert dan tersenyum, “Tidurku lelap sekali, tetapi malam ini aku akan membuat ending sebuah cerita. Jadi aku ingin membuatnya sambil meminum anggur merah.” Albert terkekeh mendengarnya, “Apakah kisah itu berakhir tragedi sehingga anda harus ditemani anggur merah?” Sani menggelengkan kepalanya, “Justru sebaliknya Albert, kisahku berakhir happy ending tetapi sebelum mengalami itu para tokohnya harus menjalani kepahitan demi kepahitan yang pada akhirnya membuat mereka lebih kuat. Baru setelah mereka kuat dan berhasil menyelesaikan kesalahpahaman mereka, ada akhir yang manis menanti mereka.” Sani tertawa, “Dan untuk merayakan akhir yang manis itu, aku ingin ditemani segelas anggur.” Albert terkekeh, menatap Sani penuh arti, “Saya curiga kisah yang anda tulis sekarang adalah pengalaman pribadi anda.” “Psst.” Sani tertawa dan mengedipkan matanya, “Kadangkala seorang penulis suka menyelipkan pengalaman pribadinya dalam kisahnya. Semacam penanda rahasia yang hanya mereka yang tahu.” Gumamnya penuh rahasia. Albert tertawa mendengarnya, lalu dia seolah teringat sesuatu, “Oh ya saya lupa, ada seorang gadis pelanggan cafe ini, dia ternyata adalah penggemar anda.” “Oh ya?” Sani tampak terkejut membuat Albert menatapnya geli, 134 Santhy Agatha “Anda seharusnya tidak terkejut, buku anda telah begitu terkenal dan digemari banyak orang.” “Kadang-kadang aku masih merasa terkejut ada orang-orang yang menyukai tulisanku, tetapi hal itu sekaligus membuatku bahagia. Berarti mereka semua bisa menyelami semua kisah ini bersamaku dan menikmatinya.” Albert menganggukkan kepalanya, “Dan gadis ini benar-benar menyukai karya anda, dia mengoleksi semua buku anda. Saya melihatnya sedang membaca buku anda di cafe ini.” “Dia pelanggan cafe ini bukan? Kenapa aku tidak pernah bertemu dengannya?” “Karena jam kalian berdua berbeda,” Albert terkekeh, “Anda selalu datang di malam hari, sedangkan gadis itu hanya datang kemari di pagi hari untuk sarapan sebelum kuliah. Dia selalu membeli oreo milkshake, minuman kesukaannya.” Albert melirik ke atas, “Saya baru teringat bahwa gadis itu menitipkan bukunya kepada saya untuk dimintakan tandatangan kepada anda. Dia sudah lama memberikannya kepada saya, tetapi saya hampir terlupa. Lagipula pada saat itu, keadaan masih belum tenang. Kalau saya membawa buku itu kepada anda, maukah anda menandatanganinya?” Sani mengangguk sambil tersenyum lembut, “Tentu saja aku mau.” “Kalau begitu tunggu sebentar saya akan mengambil buku itu di atas.” Albert tampak bersemangat ketika pergi meninggalkan Sani. Sani mencoba memfokuskan diri kepada laptop dan kisah cinta di dalam ceritanya ketika ponselnya berbunyi, “Sani, tigapuluh menit lagi aku sampai, aku masih terjebak macet di sini.” Sani tersenyum lembut, “Aku tidak buru-buru kok Azka, aku sedang menikmati menulis kisahku, hati-hati ya.” “Iya sayang.” Suara Azka melembut, “Setelah kau selesai dengan kisah cintamu, kita akan membuat kisah kita sendiri.” Suaranya serak, penuh rahasia, membuat Sani yang meskipun berada jauh darinya merasakan getaran panas yang menjalari tubuhnya. “Aku akan segera datang, istriku, tunggu ya.” You’ve Got Me From Hello 135 “Hati-hati ya,” Sani masih merasakan debaran jantungnya, tidak bisa berkata-kata, “Aku mencintaimu, Sani.” Azka menutup pembicaraan. “Aku juga Azka.” Sani kemudian meletakkan ponselnya masih sambil tersenyum. Suaminya. Lelaki itu sekarang telah menjadi suaminya, dalam pernikahan yang indah dua hari yang lalu. Mereka begitu bahagia bersama.Azka benar-benar lelaki yang lembut, meskipun pada awalnya penampilannya dingin dan mengintimidasi.Sani menatap gelas anggurnya yang tinggal setengah, dia teringat akan kata-kata Albert dulu bahwa lelaki itu bagaikan anggur merah.Ketika pertama melihatnya kita akan terintimidasi oleh warnanya yang seakan memberikan peringatan, ketika menghirup aromanya dan menyesapnya, ada rasa getir yang melekat dilidah. Tetapi ketika kita menyesapnya semakin dalam hanya ada rasa manis dan pekat yang tersisa. Begitupun laki-laki, ketika kita memberanikan diri melihat lebih dalam dan menembus segala penghalang, kita akan menemukan kelembutan yang manis, yang tersimpan di dalamnya. “Ini dia.” Suara Albert di dekatnya memecahkan Sani dari lamunannya. Dia mendongak lalu menerima buku yang diserahkan Albert sambil tersenyum, buku itu adalah novelnya yang terbaru, “Apakah aku harus menuliskan sesuatu di sini?” Sani mencari-cari penanya dan menemukannya di dekat laptopnya. “Mungkin kau bisa menuliskan namanya di sana, supaya tandatangan itu terlihat istimewa, memang khusus untuknya.” “Siapa namanya?” Sani mencoretkan tandatangannya dan tersenyum menunggu. “Namanya ‘Keyna’,” Dengan pelan Sani menuliskan pesan itu di halaman pertama bukunya. “Untuk Keyna, Selamat membaca – Dari Sani.” Albert tersenyum ketika menerima buku yang sudah ditandatangani itu, “Keyna pasti akan sangat senang menerimanya,” gumamnya dalam senyum. Sani mengangguk, “Semoga dia senang.” Matanya menatap ke sekeliling, “Dari dulu aku selalu berpikir kalau 136 Santhy Agatha Garden Cafe ini sangat indah dengan tamannya yang eksotis dan menakjubkan di sekeliling cafe.” “Tentu saja.” Albert tampak bangga, “Kami memiliki desainer taman profesional dan perawat tanaman yang berkelas.” “Dan tanaman-tanamannya, bunga-bungaan tropis yang sangat indah.” Sani menatap ke arah interior di setiap sudut dengan bunga-bungaan anggrek berbagai corak yang sangat indah. “Dari mana semua tanaman hebat ini Albert?” Albert tertawa, “Kami mempunyai pasokan khusus, dari seorang perempuan yang memiliki rumah kaca dan toko bunga. Kebanyakan bunga anggrek tetapi dia juga menyediakan berbagai macam tanaman eksotis. Tanamannya selalu berkualitas bagus, sehingga sebagian besar tanaman di sini dipasok olehnya.” “Seorang perempuan?” Sani membelalakkan matanya kagum, “Luar biasa. Dia pasti sangat ahli menangani seluruh tanaman ini.” “Ya.” Albert tertawa, “Dia juga pelanggan cafe ini, setiap siang dia sering kemari untuk memesan secangkir teh hijau. Anda mungkin bisa bertemu dengannya kalau ada kesempatan.” Lelaki itu melirik ke arah pintu dan tersenyum lebar ketika melihat Azka yang baru saja datang, “Well, sepertinya Tuan Azka berhasil menembus kemacetan, kalau begitu saya permisi dulu.” Perhatian Sani sudah teralih kepada Azka. Dia menoleh dan menatap suaminya dengan senyum lembut penuh cinta, “Halo suamiku.” Sani berdiri dari duduknya dan menyambut Azka “Halo istriku.” Azka tertawa lalu mendekat dan merengkuh Sani ke dalam pelukannya, dengan erat dan sepenuh perasaan. Hati keduanya tak hentinya bersyukur karena pada akhirnya mereka berdua bisa memiliki happy ending milik mereka sendiri. You’ve Got Me From Hello 137 Tentang Penulis Santhy Agatha adalah seorang perempuan karir yang mencuri waktu senggangnya untuk menulis. Novelnya yang sudah terbit antara lain “A Romantic Story About Serena”, “Sleep With The Devil”, “Unforgiven Hero”, dan “From The Darkest Side”. Seluruh novel ini bisa dibaca secara online dalam postingan bersambung di portalnovel.blogspot.com Buku yang anda pegang ini adalah seri ketiga dari book set“Colorful Of Love” yang terdiri dari empat buku dengan benang merah yang istimewa yang menghubungkan keempat tokohnya. Anda juga bisa menikmati karya Santhy Agatha [cerpen, cerbung, puisi, dan yang lainnya] di blog pribadinya www.anakcantikspot.blogspot.com Ucapan Terimakasih penulis untuk : Allah yang Maha Baik, suamiku yang kucintai, keluarga yang selalu mendukungku, admin portalnovel.blogspot.com, mas Yudi. Editorku tersayang Meyrizal dan Mendy Jane. Segenap kru nulisbuku.com yang membantu penerbitan buku ini, dan seluruh pembaca yang sangat aku cintai yang selalu memberikan dorongan dan semangat, kritik yang membangun dan membawa perbaikan. Kalianlah yang mencerahkan hati dan hariku. :) Salam hangat dan peluk erat, Santhy Agatha